Kelihatannya ini masalah sepele. Dalam sepak bola, masalah kesal dengan rekan satu tim seperti ini memang biasa terjadi. Bak anak-anak kecil yang sesekali berantem karena berebut mainan tapi esok juga kembali baikan.
Namun, meski sepele, mendiamkan dan menganggap masalah ini akan baik-baik saja dengan sendirinya, bukanlah keputusan tepat. Sebab, ego pemain bisa seperti bom waktu yang siap meledak. Bila tidak segera didinginkan, bukan tidak mungkin kemarahan Mane itu bisa menjadi ancaman perpecahan di tim juara Liga Champions 2019 ini.
Apalagi, bila kita melihat Liverpool di musim ini, 'wajah' mereka hampir tidak berubah dibandingkan musim lalu. Ketika tim-tim Liga Inggris lainnya mendatangkan pemain-pemain baru demi menambah kekuatan, tidak demikian halnya dengan Si Merah Liverpool.
Klopp rupanya meyakini kebenaran 'filosofi sakti' dalam sepak bola berbunyi: "dont change the winning team". Ya, jangan mengubah tim yang sudah menangan.
Dia percaya, timnya sekarang---yang nyaris sama dengan musim lalu--sudah cukup kuat untuk bersaing mempertahankan gelar Liga Champions dan memburu trofi Liga Inggris yang musim lalu nyaris diraih.
Dan memang, Liverpool masih tangguh meski tanpa pemain bintang baru. Trio Salah-Mane-Firmino masih menjadi sumber gol. Plus Divock Origi yang siap menolong dari bangku cadangan. Sementara di tengah dan belakang juga kiper, Liverpool juga masih stabil. Empat kemenangan beruntun jadi bukti. Mereka juga sudah meraih trofi Piala Super Eropa.
Namun, semua potensi hebat itu akan rusak bila pemain-pemain bintang Liverpool sudah mulai menonjolkan egonya masing-masing. Bila pemain-pemain sudah tergoda ingin tampil sendiri, Liverpool dalam ancamana serius.
Bagaimana Liverpool mau juara bila ternyata Salah, Mane dan Firmino malah berebut ingin menjadi pencetak gol terbanyak. Jadinya, mereka enggan mengumpan ke rekannya dan maunya mencetak gol sendiri. Belum lagi bila pemain lainnya ingin tampil sendiri karena ingin terus dipercaya sebagai pemain inti.
Padahal, kebesaran dalam sebuah unit, organisasi ataupun tim sepak bola, tidak akan pernah terwujud bila setiap anggota sibuk dengan target pribadi masing-masing. Justru, sukses hanya bisa tercipta bila setiap orang dalam unit/tim tersebut mau menekan ego pribadinya demi kepentingan bersama.
Bagaimana reaksi Klopp?
Dalam wawancara dengan media yang dilansir dari liverpoolfc.com pelatih asal Jerman ini memaklumi reaksi Mane. Pernah menjadi pemain--meski kurang sukses--Klopp mengaku bisa merasakan apa yang dirasakan Mane. "Saya bisa memahami kekecewaannya. Itu situasi dalam pertandingan dan apapun bisa terjadi. Namun, kami sudah membicarakan hal itu dan semuanya baik-baik saja," ujar Klopp.