Babak perempat final Kejuaraan Dunia Bulutangkis 2019 yang berlangsung di Basel, Swiss, pada Jumat (23/8) petang hingga tengah malam kemarin, bak sebuah pertunjukan drama yang menguras emosi penontonnya. Utamanya bagi penggemar bulutangkis di Indonesia.
Ya, kita bak disuguhi pertunjukan drama dengan alur cerita yang mampu mengaduk-aduk emosi. Perasaan sedih, cemas, gregetan, senang dan bangga, Â bercampur menjadi satu ketika melihat empat wakil Indonesia kemarin berjuang mati-matian demi memperebutkan tiket lolos ke semifinal kejuaraan perorangan level tertinggi BWF ini.
'Pertunjukan drama' dari Basel diawali dengan cerita sedih. Tunggal putra andalan Indonesia, Jonatan Christie, yang diharapkan bisa lolos ke semifinal dan menyumbang medali untuk Indonesia di Kejuaraan Dunia 2019, ternyata gagal.Â
Jonatan yang menjadi unggulan 4 dihentikan oleh pemain India, Sai Praneeth Bhamidipati atau yang terkenal dengan 'nama panggung' B Sai Praneeth. Jonatan kalah dua game langsung, 22-24, 14-21 dalam waktu 52 menit.
Sai Praneeth yang sejatinya 'hanya' menempati unggulan 16, seolah menjadi mimpi buruk bagi tunggal putra Indonesia di Kejuaraan Dunia 2019. Sebelumnya, di putaran ketiga, Kamis (22/8), dia pula yang mengalahkan tunggal putra Indonesia, Anthony Sinisuka Ginting, 21-19, 21-13.
Dari sini, penggemar bulutangkis awam seperti kita, layak bertanya: "mengapa dua tunggal putra kita bisa kalah dari pemain yang sama? "Apakah pelatih kurang melakukan evaluasi dari kekalahan Ginting atau tidak memelototi permainan Sai Praneeth?".
Ah, apapun itu, seperti bunyi pepatah, nasi sudah menjadi bubur. Tunggal putra kita lagi-lagi tak mampu menjadi juara dunia sejak Taufik Hidayat kali terakhir meraihnya pada tahun 2005 silam.
Greysia/Apri tampil hebat, kalahkan juara dunia 2017
Untungnya, kisah sedih dari tunggal putra, terobati dengan penampilan hebat ganda putri Indonesia, Greysia Polii/Apriani Rahayu. Meski sepanjang tahun 2019 ini, penampilan mereka kurang konsisten, Greysia/Apri ternyata mampu 'meledak' di Basel.
Kemarin, mereka mengalahkan ganda putri Tiongkok unggulan 4, Chen Qingchen/Jia Yifan dengan skor ketat yang bikin penggemar bulutangkis Indonesia seperti 'olahraga jantung'. Greysia/Apri yang menjadi unggulan 5, menang 25-23, 23-21 atas pasangan juara dunia 2017 tersebut.
Kemenangan ini bak kisah deja vu Kejuaraan Dunia tahun lalu di Nanjing, Tiongkok. Kala itu, Greysia/Apri juga berhasil lolos ke semifinal setelah mengalahkan Chen/Jia di perempat final.Â
Menariknya lagi, di semifinal, Greysia/Apri akan kembali bertemu lawan yang sama dengan tahun lalu, yakni pasangan Jepang, Wakana Nagahara/Mayu Matsumoto.
Bila tahun lalu, Greysia/Apri kalah dari Mayu/Wakana yang akhirnya jadi juara dunia 2018, semoga kali ini ceritanya berbeda. Semoga mereka bisa lolos ke final. Ya, siapa tahu, Greysia/Apri bisa menjadi ganda putri pertama Indonesia yang jadi juara dunia.
Perempat final berakhir happy ending, dua ganda putra Indonesia lolos ke semifinal
Drama perempat final Kejuaraan Dunia 2019 dari Swiss yang berlanjut hingga malam hingga (dini hari waktu Indonesia), akhirnya berakhir happy ending bagi penggemar bulutangkis Indonesia.
Ya, sebuah akhir yang bahagia setelah dua ganda putra Indonesia, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan dan Fajar Alfian/Muhamamd Rian Ardianto berhasil lolos ke semifinal.
Hendra/Ahsan lebih dulu memastikan lolos ke semifinal setelah mengalahkan pasangan asal Taiwan, Liao Min Chun/Su Ching Heng staright game dengan skor 21-17, 21-19. Pasangan juara dunia 2013 dan 2015 ini hanya butuh waktu 41 menit untuk menyudahi perlawanan ganda putra terbaik Taiwan tersebut.
Cerita pemain Indonesia di perempat final, ditutup oleh penampilan luar biasa dari Fajar/Rian. Pasangan yang selama 2019 tampil naik turun ini mampu mengeluarkan kemampuan terbaik mereka saat menghadapi ganda Korea Selatan, Choi SolGyu/Seo Seung Jae. Fajar/Rian menang dua game langsung, 21-13, 21-17 dalam waktu 43 menit.
Sekadar informasi, ganda Korea inilah yang sebelumnya membuat kejutan dengan memulangkan ganda putra rangking 1 dunia asal Indonesia, Marcus Gideon/Kevin Sanjaya di putaran kedua. Karenanya, kemenangan Fajar/Rian ini menjadi 'balas dendam manis' bagi ganda putra Indonesia.
Tentu saja, aplaus layak diberikan kepada Fajar/Rian. Meski awalnya tidak terlalu diharapkan bisa melangkah jauh merujuk penampilan mereka sepanjang 2019 yang memang angin-anginan, toh Fajar/Rian mampu bangkit di saat yang tepat, di kejuaraan yang tepat.
Apalagi, di pertemuan pertama melawan ganda putra Korea tersebut, yakni di Australia Open pada awal Juni lalu, Fajar/Rian kalah. Mereka kalah rubber game, 21-17 13-21 19-21. Artinya, kemenangan ini jadi bukti, mereka berhasil belajar dari penampilan sebelumnya melawan Choi SolGyu/Seo Seung Jae.
Dikutip dari badmintonindonesia.org, Fajar menyebut kali ini bisa lebih menjaga fokus dibandingkan dengan pertemuan di Australia Open dulu. Mereka sudah tahu cara bermain pasangan Korea tersebut.
"Kami benar-benar menjaga fokus dan stamina. Sebelumnya kami kalah lawan mereka di Australian Open. Itu juga kalau nggak salah kami sudah leading di game ketiga. Tapi kami bisa kalah. Jadi kami nggak mau mengulangi kesalahannya lagi. Jadi pelajaran pastinya," kata Fajar.
Jempol untuk duet pelatih ganda putra Indonesia
Namun, selain perjuangan hebat pemain di lapangan, jangan lupakan jasa pelatih. Ya, acungan dua jempol layak kita berikan kepada dua pelatih ganda putra Indonesia, coach Herry Imam Pierngadi dan Aryo Minarat yang mendampingi pemain di Basel, Swiss.
Kemenangan Fajar/Rian atas Choi SolGyu/Seo Seung Jae di perempat final, menjadi bukti bahwa pelatih ganda putra kita memang tidak sekadar duduk manis di pinggir lapangan. Mereka juga tak hanya pandai memotivasi. Namun, mereka membekali anak asuhnya dengan strategi matang sebelum turun ke lapangan.
Ketika tahu Fajar/Rian akan bertemu Choi SolGyu/Seo Seung Jae, coach Herry IP dan Aryo Minarat pastinya sudah belajar dari kekalahan yang dialami Marcus/Kevin.Â
Dengan pengalaman panjang mereka, pelatih yang telah andil memberikan puluhan gelar untuk Indonesia ini tentu sudah paham kelebihan dan kelemahan pasangan Korea tersebut.
Dan hasilnya bisa kita lihat di lapangan. Wajah coach Herry IP dan Aryo Minarat yang ketika mendampingi Marcus/Kevin melawan ganda Korea terlihat tegang saat beberapa kali disorot kamera, kali ini mereka lebih rileks. Wajah tegang itu berganti dengan senyuman dan juga tepuk tangan melihat Fajar/Rian mampu mendominasi ganda putra Korea itu.
Tak hanya untuk Fajar/Rian, kemenangan Hendra/Ahsan juga tidak lepas dari bekal yang diberikan duet pelatih sukses ini. Meski Hendra/Ahsan kini berstatus pemain independen (non pelatnas), tetapi mereka masih diperbolehkan berlatih di Pelatnas.Â
Mereka juga tetap didampingi Herry IP dan Aryo Minarat. Secara, pelatih bertangan dingin inilah yang telah 'melahirkan' Ahsan/Hendra menjadi pasangan ganda putra top dunia.
Menariknya, jadwal mempertemukan Hendra/Ahsan dan Fajar/Rian di semifinal. Artinya, salah satu dari mereka akan tersingkir. Namun, kabar bagusnya, Indonesia dipastikan memiliki satu wakil di final ganda putra Kejuaraan Dunia 2019.
Sementara laga semifinal lainnya mempertemukan ganda putra Jepang, Takuro Hoki/Yugo Kobayashi melawan ganda putra Tiongkok, Li Junhui/Liu Yuchen. Keduanya memenangi 'perang saudara' di babak perempat final. Sekadar informasi, Li/Liu merupakan juara dunia 2018.
Siapa yang akhirnya ke final?
Apakah Hendra/Ahsan akan kembali menjejak final dan berkesempatan memburu gelar juara dunia ketiga mereka? Ataukah Fajar/Rian yang mampu tampil di final pertama mereka di kejuaraan dunia yang tentu saja akan menaikkan level status mereka di jajaran ganda putra top dunia?
Ah, biarkan saja mereka (Fajar/Rian dan Hendra/Ahsan) menikmati permainan dan mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Yang jelas, semifinal ini akan menjadi pertemuan kedua mereka.Â
Sebelumnya, Fajar/Rian pernah mengalahkan Hendra/Ahsan di German Open 2018 dengan skor 22-20, 22-20. Meski, penampilan Hendra/Ahsan tahun ini meningkat pesat dibandingkan tahun lalu.
Dan yang jelas, coach Herry IP dan Aryo Minarat akan bisa duduk tenang sembari menikmati pertandingan dua anak asuhnya berebut tiket ke final. Mereka mungkin lebih kepikiran siapa lawan yang akan dihadapi di final nanti. Kalau bahasanya netizen, mereka akan bisa "ngopi" sambil melihat anak asuhnya bertanding. Salam bulutangkis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H