Tentu saja, awalnya mereka harus memiliki akun di Kompasiana. Tentunya harus mendaftar terlebih dulu. Singkat cerita, adik-adik mahasiswa dari tiga kelas itupun memiliki akun di Kompasiana. Lantas menulis tulisan untuk tugas UTS tersebut.
Nah, berselang tiga bulan kemudian, jelang masuk periode Ujian Akhir Semester (UAS), saya sampaikan bahwa ujiannya lagi-lagi bukan mengerjakan soal, tetapi menulis tulisan opini. Kali ini, tulisannya harus dikirim ke media cetak dan dimuat bila ingin mendapatkan nilai A.
Sebelum memulai mengirimkan tulisan ke media, mereka saya sarankan untuk 'berlatih menulis tulisan opini' di Kompasiana. Dengan terbiasa menulis, minimal akan terlatih mengembangkan tulisan hingga 800-an kata sebagai syarat tulisan opini di media massa. Lantas, sampailah saya pada pertanyaan: "bagaimana kabar akun Kompasiana kalian?".
Saya senang ketika mengetahui masih ada sekitar empat hingga lima anak yang tetap punya semangat untuk menulis. Beberapa dari mereka biasanya membagikan tautan tulisan mereka ke WhatsApp saya. Namun, mereka hanyalah minoritas.
Sebab, mayoritas mahasiswa di tiga kelas ini menjawab, setelah membuat akun untuk tulisan UTS dulu, mereka tidak pernah lagi menulis tulisan kedua di Kompasiana. Malah, ada yang sudah lupa password untuk login karena saking lamanya tidak pernah lagi menyapa Kompasiana.
Â
Saya jadi tergoda untuk bertanya, apakah memang menjaga semangat konsistensi menulis itu sesulit merawat kisah asmara Long Distance Relationship (LDR)?
Lha wong LDR-an kini lebih mudah dengan adanya video call, skype ataupun aplikasi chatting whatsApp. Bandingkan dengan zaman dulu yang hanya mengandalkan "wartel" dan harus menelpon hampir tengah malam atau pagi setelah Shubuh bila ingin tarif telponnya murah (pengalaman ini hehe)
Tetapi memang, untuk bisa istiqomah menulis itu tidak mudah. Tak hanya bagi adik-adik mahasiswa, tetapi juga semua orang. Butuh semangat besar dan motivasi jelas agar seseorang bisa rutin menulis.
Bagi saya, mereka yang mampu rutin menulis setiap hari, pasti telah masuk kategori mencintai menulis. Bukan lagi sekadar suka menulis. Karena cinta, mereka selalu merasakan kerinduan bila lama tidak bertemu. Rindu bila sehari saja tidak menulis.
Â
Dalam hal kecintaan dan kerinduan menulis itu, saya mengagumi penulis-penulis konsisten di 'rumah ini' (baca Kompasiana). Karena saking banyaknya, akan terlalu panjang bila disebutkan satu demi satu. Yang jelas, tidak sulit menemukan banyak nama di rumah ini yang setiap hari 'merawat cinta' dan 'mengobati rindu' dengan menghasilkan tulisan di Kompasiana.
Jangan bayangkan mereka bisa menulis konsisten karena mereka punya banyak waktu longgar. Lha wong hampir semua 'tukang nulis' di rumah ini orang-orang yang sibuk dengan kesibukannya masing-masing. Namun, karena cinta mereka terus menulis. Sebab, bila tidak menulis sehari saja, rasanya sudah rindu.
Semangat setia menulis itulah yang turut menginspirasi saya untuk ikut rajin menulis di rumah ini. Meski sehari-hari disibukkan pekerjaan menulis dengan bertemu orang (mewawancara) lantas menuliskannya, saya berusaha meluangkan waktu untuk singgah di rumah ini. Singgah untuk melabuhkan tulisan dengan tema yang berbeda dari rutinitas pekerjaan menulis. Â
 Â
Setelah menjadi 'penghuni' rumah ini selama hampir sembilan tahun, tulisan ini menjadi 'koleksi' ke-800 saya. Jumlah yang terhitung masih sedikit. Lha wong beberapa figur tenar di Kompasiana mampu menghasilkan ribuan tulisan dalam waktu lima tahun. Mudah untuk menemukan siapa saja figur hebat itu karena tulisan mereka setiap harinya beredar di rumah ini.
Bial harus menyebut nama, ada Pak Tjiptadinata Effendi bahkan sudah berkarya menghasilkan 4256 tulisan sejak Oktober 2012. Mas Susy Haryawan sudah merajut 2308 tulisan sejak 2 Juni 2014. Lalu ada Mas Irwan Rinaldi dengan 2143 tulisan sejak bergabung pada November 2013.Â