Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Istanbul, Liverpool, dan Wasit Perempuan Bernama Stephanie Frappart

14 Agustus 2019   09:19 Diperbarui: 14 Agustus 2019   11:33 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wasit perempuan asal Prancis, Stephanie Frappart, akan memimpin laga Piala Super Eropa 2019 antas Liverpool melawan Chelsea di Istanbul, dini hari nanti| Foto: AFP

Ada beberapa kota di Eropa yang memberikan makna mendalam bagi pendukung Liverpool. Sebut saja Roma, London, Paris, hingga Madrid. Di kota-kota itulah, Liverpool merasakan manisnya meraih gelar juara Eropa lewat panggung European Cup dan UEFA Champions League. Liverpool bahkan memenanginya dua kali di Kota Roma pada tahun 1977 dan 1984.

Namun, di Ataturk Olympic Stadium di Kota Istanbul, Turki-lah, pendukung Liverpool benar-benar merasakan pengalaman ajaib yang tak terlupakan. Kejadiannya pada 25 Mei 2005 silam.

Disebut ajaib karena Liverpool meraih trofi kelima Liga Champions lewat cara "tidak biasa". Melawan AC Milan, gawang Liverpool sudah jebol tiga kali di babak pertama. Di laga final, rasanya sulit membalas tiga gol hanya dalam satu babak.

Yang terjadi, Liverpool bisa menyamakan skor 3-3 dalam waktu tak sampai delapan menit. Lantas, mereka memenangi final lewat adu penalti. Itu salah satu "malam ajaib" di final Liga Champions.

Liverpool kembali ke Istanbul
Berselang 14 tahun, Liverpool akan kembali ke Istanbul, Rabu (14/8/2019) malam atau Kamis (15/8) dini hari waktu Indonesia. 

Sebagai juara Liga Champions 2019, Liverpool berkesempatan tampil dalam perebutan Piala Super Eropa 2019. Lawannya adalah juara Europa League 2019, yakni "tim tetangga", Chelsea.

Memang, tempat pertandingannya tidak lagi di Ataturk Olympic Stadium seperti pada 2005 lalu. Namun, di BJK Vodafone Park yang merupakan markas tim Besiktas. Toh, semangat Istanbul itu akan kembali menggema di benak para pemain Liverpool. Mereka pastinya ingin kembali meraih trofi di kota yang memiliki landmark, Hagia Sophia Museum ini.

Dalam wawancara dengan UEFA, pelatih Liverpool, Juergen Klopp menuturkan betapa spesialnya Istanbul. Klopp memang belum menjadi bagian tim Liverpool saat juara Liga Champions 2005 lalu. Namun, dia bisa merasakan korelasi Istanbul dan Liverpool. Apalagi, dia juga pernah merasakan bermain di sana ketika masih melatih tim Jerman, Borussia Dortmund.

"Saya tahu betapa spesialnya Istanbul untuk Liverpool dan suporter. Tidak ada seorangpun yang melupakan kenangan 2005. Dan Istanbul memang tempat hebat untuk bermain. Saya pernah sekali bermain di sana bersama Dortmund dan atmosfernya sungguh brilian," ujar Klopp.

Namun, Klopp menekankan bahwa Liverpool tidak akan sekadar bernostalgia di sana. Sebab, Liverpool datang dengan tim yang berbeda dari 2005 lalu. 

Tidak ada satupun pemain di tim 2005 yang masih bertahan di tim sekarang. Karenanya, pelatih asal Jerman ini mengukir "malam magis" yang baru di Istanbul.

"Kami tim yang berbeda, tidak lagi sama dengan 2005 lalu. Kami tim 2019/20 dan sama bagusnya. Kami tim yang segar. Kami ingin bermain dan semoga bisa membuat Istanbul menjadi tempat spesial bagi semua fans kami. Apalagi, di sana ada komunitas besar Liverpool yang membuat kami seperti di rumah," sambung Klopp dikutip dari UEFA.

Pertandingan perebutan Piala Super Eropa nanti akan menjadi kesempatan bagi Klopp untuk kembali mempersembahkan trofi bagi Liverpool. Sejak melatih The Reds pada Oktober 2015 silam, Klopp baru mempersembahkan trofi Liga Champions 2019.

Meski, sebenarnya, dia beberapa kali berkesempatan meraih trofi, tetapi selalu gagal. Contohnya ketika Liverpool kalah di final Piala Liga dan Europa League 2016, serta final Liga Champions 2018. Termasuk kekalahan adu penalti dari Manchester City di laga Community Shield pada 4 Agustus lalu.

Sadio Mane (Liverpool/kanan) akan kembali bersua Cesar Azpilicueta (Chelsea)| Foto: TalkSport
Sadio Mane (Liverpool/kanan) akan kembali bersua Cesar Azpilicueta (Chelsea)| Foto: TalkSport
Lalu, bagaimana peluang Liverpool di Istanbul nanti?

Si Merah datang dengan mental bagus setelah meraih kemenangan 4-1 atas Norwich City di laga perdana Liga Inggris 2019/20, Sabtu (10/8). Klopp pastinya senang, dua penyerangnya, Mohamed Salah dan Divock Origi langsung "panas" dengan sudah mencetak gol.

Sementara Roberto Firmino membuat satu umpan berbuah gol (assist). Adapun Sadio Mane hanya dimainkan hanya 15 menit-an karena baru kembali usai membela Senegal di final Piala Afrika 2019. Artinya, lini depan Liverpool bakal komplet di laga nanti.

Hanya saja, Liverpool akan tanpa penjaga gawang utamanya, Alisson Becker. Kiper Timnas Brasil ini mengalami cedera paha saat melawan Norwich. Sebagai pengganti, kiper anyar asal Spanyol, Adrian, akan bermain sebagai pemain inti.

Frank Lampard, bangkit atau semakin tertekan
Bagaimana Chelsea?

Sorotan akan tertuju pada Frank Lampard yang kini menjadi pelatih Chelsea. Maklum, Lampard gagal membuat kesan bagus dalam debutnya sebagai pelatih di Premier League. Chelsea kalah telak 0-4 dari Manchester United di laga perdana Liga Inggris musim ini, Minggu (11/8).

Meski, penampilan Chelsea di Old Trafford tersebut, sejatinya tidak buruk-buruk amat. Mereka bahkan sempat menguasai pertandingan di 15 menit babak pertama dan menghasilkan banyak peluang. Bahkan, sepanjang laga, dua kali peluang Chelsea menghantam mistar dan tiang gawang.

Kini, belum sempat menghela nafas, Lampard justru kembali dihadapkan pada pertandingan berat dengan bertemu Liverpool. Toh, meski berat, tampil di laga Piala Super Eropa tentunya menjadi kesempatan terbaik bagi Lampard dan Chelsea untuk move on dari kekalahan di Old Trafford.

Dikutip dari UEFA, pria yang semasa bermain menjadi gelandang paling subur di Chelsea ini menyebut optimistis, timnya akan bisa tampil bagus di Istanbul. Lampard percaya, pemain-pemainnya akan bisa bangkit.

"Saya paham bagaimana kualitas Liverpool. Mereka punya manajer fantastis dan kumpulan pemain hebat. Mereka pantas memenangi Liga Champions. Tapi, bila kami mampu bermain maksimal, kami bisa memenangi pertandingan ini. Bagi klub seperti Chelsea, kami sangat memahami makna penting pertandingan ini," tutur Lampard.

Namun, Lampard harus bisa mengatasi recovery singkat pemain-pemainnya setelah tampil melawan United. Maklum, Kepa Arizabalaga dkk baru bermain Minggu (11/8) malam dan berakhir jelang Senin (12/8) dini hari. Bandingkan dengan Liverpool yang bermain melawan Norwich pada Sabtu (10/8) dini hari.

Kenangan "gol hantu" 2005
Bagi Lampard, Istanbul dan laga melawan Liverpool juga menyisakan kenangan. Tapi kenangan pahit. Sebab, pada 2005 lalu, Lampard bersama timnya, Chelsea, sejatinya tinggal selangkah untuk tampil di final pertama mereka di Liga Champions di Istanbul.

Namun, Chelsea kalah agregat tipis 0-1 dari Liverpool di babak semifinal. Setelah bermain 0-0 di London, mereka kalah 0-1 di Anfield, markas Liverpool. Ironisnya, gol kemenangan Liverpool kala itu yang dicetak Luis Garcia di menit keempat, terbilang kontroversial.

Bola sepakan pemain Spanyol itu belum jelas apakah sudah melewati garis gawang karena bolanya belum menyentuh tanah. Tapi wasit Lubos Michel dari Slovakia mengesahkannya jadi gol. Hingga kini, gol itu dikenang sebagai "gol hantu".

Andai saja kali ini Chelsea berhasil mengalahkan Liverpool, itu akan bermakna besar bagi Lampard. Dia bisa meyakinkan pendukung Chelse bahwa dirinya memang pria yang tepat untuk melatih klub berlogo singa biru itu. Fans Chelsea juga akan dengan mudah menganggap kekalahan dari United akhir pekan kemarin hanyalah "kecelakaan kecil".

Namun, bila kalah, Lampard akan langsung menghadapi tekanan berat di awal musim. Terlebih, di laga Liga Inggris berikutnya, Chelsea akan kembali melakoni jadwal lumayan berat saat menjamu Leicester City di Stamford Bridge (18/8).

Piala Super Eropa 2019 akan dipimpin wasit perempuan
Menariknya, laga perebutan Piala Super 2019 nanti akan dipimpin oleh wasit perempuan, Stephanie Frappart. Wasit asal Prancis berusia 35 tahun ini akan mencetak sejarah sebagai wasit perempuan yang memimpin pertandingan laki-laki di laga penting UEFA.

Dikutip dari Express UK, Frappart ditunjuk UEFA untuk memimpin laga Liverpool melawan Chelsea di Istanbul pada bulan lalu. Frappart memang punya jam terbang cukup dalam memimpin pertandingan. 

Juli lalu, dia memimpin final FIFA Women's World Cup antara Amerika Serikat dan Belanda di Lyon, Prancis. Dia juga pernah memimpin laga semifinal UEFA Women's EURO 2017, serta final UEFA European Women's U-19.

Frappart bahkan sudah mengukir sejarah saat jadi wasit perempuan pertama yang memimpin laga di Ligue 1 Prancis antara tim Amiens melawan Strasbourg pada April lalu.

"Saya senang Stephanie Frappart ditunjuk memimpi UEFA Super Cup. Itu menjadi inspirasi bagi jutaan perempuan di seluruh Eropa bahwa tidak ada batasan bagi mereka untuk mencapai mimpinya," ujar President UEFA, Alesander Ceferin.

"Stephanie telah membuktikan dalam beberapa tahun terakhir bahwa dirinya salah satu wasit perempuan terbaik di dunia," ujar UEFA Chief refereeing officer, Roberto Rosetti dikutip dari Express UK.

Sebenarnya, Frappart bukan wasit perempuan pertama yang memimpin pertandingan sepak bola laki-laki. Sebelumnya ada nama Nicole Petignant pernah memimpin tiga pertandingan kualifikasi Piala UEFA pada tahun 2004 dan 2009 silam. Namun, Frappart-lah yang pertama kali memimpin laga bergengsi sekelas perebutan Piala Super Eropa.

Meski begitu, penunjukan Frappart sempat memunculkan pro dan kontra. Ada yang mendukung, ada pula yang mengecam keputusan UEFA tersebut. 

Mereka yang mendukung menyebut Frappart menjadi simbol persamaan hak bagi perempuan dalam memimpin laga sepak bola. Namun, mereka yang kontra, menyebut tidak seharusnya laga sepak bola laki-laki dipimpin oleh perempuan.

Yang jelas, laga perebutan Piala Super yang melibatkan dua tim senegara ini bukanlah yang pertama. Sebelumnya, sudah pernah terjadi tujuh laga tim senegara. Yakni dua laga "all Italian team" dan juga lima kali duel dua tim asal Spanyol. Terakhir, Atletico Madrid mengalahkan Real Madrid pada tahun lalu. Kali ini siapa yang juara?

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun