Bentuk antisipasi itu bisa dilakukan dengan menabung di saat berkecukupan. Semisal sekian persen dari penghasilan yang diperoleh setiap bulan, dialokasikan untuk tabungan ataupun investasi yang tepat. Dengan menabung, kita akan memiliki 'bahan makanan cadangan' yang cukup seandainya kelak muncul kebutuhan mendadak atau bila terjadi defisit keuangan tak terduga.
Dari beberapa referensi yang saya baca, menabung ternyata menjadi salah satu cara yang bisa kita lakukan sebagai keluarga/masyarakat untuk ikut berpartisipasi menjaga Sistem Stabilitas Keuangan negara. Mengapa?
Dengan rutin menyisihkan sebagian penghasilan di tabungan dan membiasakan anak-anak  menabung di bank nasional, kita telah menanamkan kepada mereka tentang trust kepada perbankan kita. Ini penting karena keberlangsungan pembangunan bersumber dari rasa percaya kepada bank. Dengan percaya kepada bank nasional, maka modal/uang kita tidak akan lari ke luar negeri seperti yang pernah terjadi pada tahun 1998 silam sehingga menyebabkan krisis moneter.
Lewat ajakan cinta menabung yang dikemas melalui dongeng sebelum tidur, anak-anak juga dikenalkan kebanggaan dengan mata uang rupiah. Mungkin mereka belum mengerti alasan dan manfaatnya. Tetapi, dengan terbiasa menggunakan rupiah ketika menabung maupun bertransaksi, mereka telah ikut berpartisipasi menghindarkan bangsa ini dari ancaman krisis moneter.
Mengatur Keuangan Keluarga agar Tetap Stabil Menghadapi 'Paceklik Panjang'Â
Tidak hanya untuk anak-anak, pesan dari kisah Nabi Yusuf perihal pentingnya mengantisipasi 'paceklik panjang' ternyata juga relevan dengan apa yang kami hadapi sebagai orang tua. Utamanya berkaitan dengan bagaimana menata manajemen keuangan rumah tangga.
Bahwa, kita perlu memiliki rencana jelas, penghasilan yang kita dapatkan akan digunakan untuk apa saja. Contohnya untuk pemenuhan kebutuhan bulanan, simpanan (tabungan), hingga pembayaran tagihan bulanan.
Dulu, di tahun-tahun awal menikah, kami memiliki kewajiban mencicil Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) setiap bulan. Lalu, muncul keinginan untuk kredit kendaraan bermotor, hingga godaan memiliki kartu kredit. Semuanya harus dipikirkan matang.Â
Kita tahu, pinjaman dengan jangka waktu pelunasan panjang seperti KPR, punya risiko tersendiri. Bisa saja terjadi hal-hal tak terduga yang menyebabkan nasabah terlambat dalam pembayaran, bahkan mengalami gagal bayar (failure to settle). Apalagi, bila tak pandai memilih bank dengan suku bunga tetap (fixed), kita bisa 'terjebak' dengan bank bersuku bunga mengambang (floating) yang bunga kreditnya dapat berubah setiap saat selama jangka waktu kredit, mengikuti kondisi pasar bunga.
Ternyata, bila kita sering terlambat dalam pembayaran angsuran KPR, dampaknya bisa besar. Dulu, saya tahunya risikonya hanyalah berupa denda ataupun risiko penyitaan barang jaminan yang dijadikan sebagai agunan di bank penjamin. Kenyataannya, bisa lebih dari itu.