Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Hari Jadi dan Inspirasi Perjalanan Karier Kevin Sanjaya "Menaklukkan" Bulutangkis Dunia

2 Agustus 2019   15:06 Diperbarui: 2 Agustus 2019   15:14 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kevin (kiri) dan Marcus Gideon, sempat diremehkan karena posturnya yang mungil/Foto: badmintonindonesia.org

"Kekalahan itu tidak memalukan, yang memalukan itu menyerah".

Begitu pesan yang disampaikan Liliyana Natsir kepada para juniornya di acara perpisahan sebelum pensiun pada Januari lalu. Pamitan itu menjadi akhir dari 24 tahun kariernya di bulutangkis.

Karena yang mengucapkan kalimat itu seorang juara dunia dan peraih medali emas Olimpiade, pesan itu seperti punya kekuatan tersendiri. Mereka yang hadir di Istora kala itu, pastinya tergetar dengan pesan Ci Butet itu. Ya, kekalahan itu tidak memalukan, yang memalukan itu menyerah.

Dalam makna kata di KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kata kalah dan menyerah itu sangat berbeda maknanya.

Saya jadi teringat dengan salah satu tulisan sastrawan besar Indonesia, Pramoedya Ananta Toer. 

Bunyinya begini: "setiap pejuang bisa kalah dan terus-menerus kalah tanpa kemenangan, dan kekalahan itulah gurunya yang terlalu mahal dibayarnya. Tetapi biarpun kalah, selama seseorang itu bisa dinamai pejuang dia tidak akan menyerah. Bahasa Indonesia cukup kaya untuk membedakan kalah daripada menyerah". 

Pesan Liliyana Natsir dan Pramoedya Ananta Toer itulah yang agaknya menjadi ruh dari perjuangan Kevin Sanjaya Sukamuljo. Rasanya tidak ada penggemar bulutangkis yang tidak kenal dengan  Kevin yang hari ini genap berusia 24 tahun.

Di bulutangkis saat ini, Kevin bukan hanya pemain rangking 1 dunia dengan puluhan gelar. Dia layak disebut superstar. Penggemar tak hanya ingin melihat permainan cepatnya di depan net yang membuatnya dijuluki 'si tangan petir' oleh warganet. Mereka juga rindu tingkah tengil yang acapkali ditunjukkan Kevin di lapangan.

Namun, siapa sangka, di awal-awal merintis karier bulutangkis, Kevin sempat mengalami jatuh bangun. Dia sempat mengalami episode penolakan, kegagalan dan kekalahan. Berkat daya juangnya yang super, dia akhirnya bisa seperti sekarang.

Punya semangat baja sejak kecil

Ya, ada cukup banyak referensi yang mengisahkan tentang perjuangan dan jatuh bangunnya Kevin Sanjaya dalam membangun karier bulutangkisnya. Dari sempat divonis gagal dan diremehkan, hingga berhasil menaklukkan perbulutangkisan dunia seperti sekarang. Kuncinya adalah semangat pantang menyerah.

Mulai mengenal bulutangkis di usia 2,5 tahunan karena ada lapangan bulutangkis di belakang rumahnya sehingga terbiasa menonton tetangganya bermain, Kevin sempat ditolak ketika ikut audisi di PB Djarum. Audisi untuk masuk di klub bulutangkis terkenal di Indonesia ini terjadi pada tahun 2006 silam.

Kevin semasa kecil/Foto: Indosport.com
Kevin semasa kecil/Foto: Indosport.com

Toh, meski dinyatakan gagal masuk, pemain kelahiran 2 Agustus 1995 dia tidak menyerah. Malah, dia semakin menempa diri untuk berlatih lebih keras. Bahkan, tidak jarang menambah jam latihan. Dia pun lolos audisi PB Djarum di tahun 2007 ketika usianya 12 tahun.

Masuk PB Djarum, jalan Kevin tidak lantas mudah. Dia harus bersaing dengan pemain-pemain lainnya. Sempat mengalami serial episode kalah, tetapi dengan semangat kuatnyanya, dia bisa memperlihatkan kemampuannya. Pada akhirnya, Kevin terpilih masuk Pelatnas Cipayung.

Berlatih keras dan semangat kuat bagai baja, menjadi bekal utama Kevin. Karenanya, ketika melihat Kevin kini tampil tanpa kenal takut di lapangan, itu sudah bawaan sejak dia masih bocah.

Menantang diri sendiri dengan mencoba beberapa peran

Menariknya, ketika di Pelatnas, Kevin tidak langsung bermain di sektor ganda putra. Awalnya, dia malah bermain di tunggal putra. Lantas, berganti ke sektor ganda. Itupun dia bermain di ganda putra dan ganda campuran. Sejatinya dia kurang sreg. Namun, perubahan peran itupun dijalaninya.

Di tahun 2011, Kevin tampil di final pertamanya di turnamen BWF International Challenge. Dia berpasangan dengan Lukhi Apri Nugroho. Menariknya, lawannya adalah Marcus Gideon dan Agripina Pamungkas yang menjadi juara. Kita tahu, Marcus kemudian menjadi pasangan sehati Kevin.

Di tahun 2012, Kevin tampil di Kejuaraan Asia junior di Korea. Dia berpasangan dengan Alfian Eko Prasetya. Duet ini menghasilkan medali perunggu.

Setahun kemudian, dia tampil di Kejuaraan Dunia junior di nomor ganda campuran bersama Masita Mahmudin. Duet ini berhasil meraih medali perak. Sebelumnya, di tahun yang sama, juga main di Kejuaraan Asia Junior di nomor ganda putra bersama Arya Maulana. Mereka terhenti di semifinal dan mendapat perunggu. Lawannya adalah ganda Tiongkok, Li Jinhui/Liu Yuchen yang kini jadi musuh bebuyutan Kevin dan Marcus.

Di tahun 2014, dia sempat berpasangan dengan Stevanus Geh di ganda putra dan meraih beberapa gelar. Yakni Vietnam International dan Bulgarian International dan New Zealand Open. Lantas, di tahun 2015, Kevin dipasangkan dengan Marcus Gideon.

Singkat kata, di awal kariernya, Kevin berani keluar dari zona nyaman yang meski disukainya demi mencoba tantangan baru. Dan memang, sebelum mencoba, kita tidak akan pernah tahu tantangan baru itu baik atau tidak untuk kelanjutan karier.

Sempat diremehkan karena postur kecil

Berpasangan dengan Marcus, kita tahu bagaimana ceritanya. Pasangan ini mendominasi sektor ganda putra dalam tiga tahun terakhir. Mereka juga tak tergoyahkan di peringkat 1 dunia dalam dua tahun terakhir.

Namun, sebelum episoe panen gelar itu, Kevin sempat diremehkan. Utamanya karena posturnya yang kecil. Kevin bertinggi badan 170 cm. Sementara Marcus mala 168 cm. Karenanya, mereka dijuluki fans sebagai The Minnions. Terlebih, mereka sering mengenakan jersey berwarna kuning seperti tokoh aminasi tersebut.

Kevin (kiri) dan Marcus Gideon, sempat diremehkan karena posturnya yang mungil/Foto: badmintonindonesia.org
Kevin (kiri) dan Marcus Gideon, sempat diremehkan karena posturnya yang mungil/Foto: badmintonindonesia.org

Postur setinggi itu memang terbilang mini untuk ukuran pemain bulutangkis dunia yang rata-rata memiliki postur di atas 180 cm. Malah ada yang berpostur di atas 190 cm.

Bandingkan postur Kevin dan Marcus dengan ganda putra nomor satu Tiongkok. Li Junhui (195 cm) dan Liu Yuchen (193) cm) yang membuat mereka dijuluki "duo menara" karena saking tinginya. Atau juga mantan ganda rangking 1 dunia asal Denmark, Mathias Boe dan Carsten Mogensen yang sama-sama bertinggi badan 185 cm.

Toh, postur mungil itu tidak menjadi kelemahan mereka. Sebaliknya, Kevin berhasil menutupi postur tubuh yang memang kecil itu dengan kematangan di sisi teknik dan mental. 

Marcus/Kevin mulai menghentak bulutangkis dunia ketika jadi juara salah satu turnamen level teratas, China Open di tahun 2016 dengan mengalahkan Boe/Mogensen di final. Dan, dunia pun benar-benar mulai melihat mereka ketika jadi juara All England 2017 dengan mengalahkan Li Junhui/Liu Yuchen di final. 

Bagi pebulutangkis manapun, All England adalah pencapaian istimewa merujuk pada nama besarnya. Selain tentunya gelar Kejuaraan Dunia dan Olimpiade yang merupakan pencapaian tertinggi bagi atlet.

Konsistensi Kevin dan Marcus patut jadi contoh

Gelar All England 2017 yang merupakan turnamen bulutangkis tertua di dunia sehingga dianggal 'sakral', ternyata bukan yang pertama. Kevin dan Marcus malah berhasil meraih brace juara beruntun di tahun 2018.

Kevin dan Marcus mampu tampil konsisten. Di tahun 2017, mereka meraih tujuh gelar BWF Superseries.Di tahun 2018, Minnions meraih delapan gelar BWF World Tour plus medali emas Asian Games.

Meski begitu, bukan berarti Kevin/Marcus tidak pernah kalah. Tahun lalu, mereka sempat merasakan beberapa kekalahan. Termasuk di Kejuaraan Dunia dan BWF World Tour dari Li/Liu. Kevin/Marcus sempat diangap sudah menurun.

Namun, anggapan itu hanyalah ucapan. Anggapan tidak akan pernah mengalahkan semangat. Terbukti, Kevin dan Marcus mampu bangkit di tahun 2019. Empat gelar sudah diraih. Terakhir di Indonesia Open dan Japan Open. Pekan ini, mereka tampil di Thailand Open dan berupaya meraih hat-trick alias tiga gelar beruntun.

Di hari jadinya yang ke-25 tahun, kita tentu berharap Kevin dan Marcus tetap tampil konsisten. Utamanya jelang tampil di Olimpiade tahun depan. Harapan melanjutkan tradisi emas bulutangkis Indoensia di Olimpiade, ada pada mereka.

Tidak kalah penting, rekam jejak karier Kevin seharusnya bisa menjadi inspirasi bagi atlet-atlet muda untuk tidak mudah menyerah bila ingin berhasil. Sebab, seorang superstar sekalipun, mereka berproses dari bawah dan tidak jarang akrab dengan kegagalan. Terpenting bagaimana merespons kegagalan itu dan mengubahnya menjadi jalan sukses.  

Bahkan, Kevin dan Marcus juga bisa menjadi teladan bagi pebulutangkis Pelatnas lainnya dalam hal konsistensi. Bukankah ganda putra Pelatnas seperti Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, Berry Angriawan/Hardianto kini sulit tampil konsisten.
 
Selamat hari jadi, Kevin !

Referensi: 

Bolasport

CNN Indonesia 

Wikipedia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun