Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menengok Desa Kludan, Kampung Tas di Tanggulangin yang Warganya "Sadar Germas"

16 Juli 2019   15:22 Diperbarui: 16 Juli 2019   15:24 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas warga di Desa Kludan demi menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat/Foto: pribadi

Dalam dunia kesehatan, prinsip mencegah lebih baik dari mengobati, ibarat sebuah buku yang terbuka. Semua orang bisa membacanya. Karenanya, banyak yang paham bahwa bila ingin hidup sehat dan terhindar dari penyakit, jangan menyepelekan tindakan pencegahan. Diantaranya dengan membiasakan hidup sehat.

Hanya saja, di masyarakat, prinsip itu ternyata lebih sering sekadar menjadi slogan yang sebatas diketahui, tanpa diterapkan. Gaya hidup sehari-hari yang kita jalani, jauh dari prinsip "mencegah lebih baik dari mengobati" itu. Justru, kita seperti mengundang datangnya penyakit karena gaya hidup yang tidak sehat.

Karena asyik menggunakan gawai (handphone), banyak orang kini senang "mager" alias malas gerak sehingga kurang beraktivitas fisik. Apalagi ditambah kebiasaan merokok, makan makanan instan serta kurang mengonsumsi buah dan sayur. Semua kebiasaan tidak sehat itu berkontribusi pada meningkatnya jumlah kasus penyakit tidak menular (PTM).

Kita Patut Khawatir dengan Data Kenaikan PTM

Apa itu PTM? 

Sesuai namanya, penyakit ini terjadi tidak dikarenakan adanya proses infeksi. Bahkan sebagian penelitian menyebutkan, orang yang mulai terkena PTM tidak merasakan adanya gejala. Karenanya, banyak yang baru menyadarinya ketika PTM tersebut sudah dalam keadaan parah. Diantaranya jantung koroner, penyakit stroke juga diabetes mellitus.

Dulu, tidak sedikit dari kita yang menganggap PTM disebabkan karena faktor keturunan ataupun karena usia sudah tua. Namun, kini diketahui bahwa faktor risiko PTM dikarenakan pola hidup kurang sehat yang berlangsung cukup lama. Bila tidak segera berubah, kita patut khawatir dengan ancaman PTM ini.

Sebab, merujuk pada data Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) yang dikeluarkan oleh Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan pada pertengahan Juli 2019, tren jumlah kasus penyakit tidak menular (PTM) di seluruh provinsi di Indonesia, cenderung meningkat. 

Dikutip dari Republika.co.id, https://nasional.republika.co.id/berita/puooo1382/penyakit-tidak-menular-meningkat-di-seluruh-indonesia, Menteri Kesehatan, Nila Farid Moeloek menyampaikan bahwa IPKM sub-indeks penyakit tidak menular pada 2018, tumbuh negatif dibanding 2013. Itu menunjukkan, kondisi kesehatan masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun cenderung semakin buruk.

Sebelumnya, studi Global Burden of Disease (GBD) yang dilakukan Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) dari University of Washington, juga menunjukkan adanya peningkatan beban penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia.

Studi GBD ini menemukan adanya peningkatan angka harapan hidup di Indonesia dari 63,6 tahun di tahun 1990 menjadi 71,7 tahun di tahun 2016. Namun, dalam kurun waktu yang sama, ditemukan angka penyakit tidak menular di Indonesia justru naik drastis. Misalnya kematian dan disabilitas akibat diabetes pada 2016, tercatat mengalami kenaikan 38,5 persen sejak 2006 seperti dikutip dari https://kumparan.com/@kumparansains/angka-penderita-penyakit-tidak-menular-di-indonesia-bertambah-27431110790535672.

Hasil studi tersebut telah dipublikasikan di jurnal The Lancet pada 28 Juni 2018 atas kerja sama antara Kementerian Kesehatan RI, Balitbangkes Kemenkes RI, Badan Pusat Statistik, Eijkman Oxford Institute, Universitas Indonesia, dan beberapa lembaga lainnya, baik di dalam maupun luar negeri.

Data-data tersebut tentu saja mengkhwatirkan dan bisa menjadi kabar buruk bagi Indonesia. Sebab, peningkatan PTM tidak hanya berkaitan dengan penyakit. Tetapi juga dapat menurunkan produktivitas sumber daya manusia, bahkan kualitas generasi bangsa.

Memasyarakatkan "Gerakan Masyarakat Hidup Sehat" (Germas)

Kabar bagusnya, dalam ranah kesehatan, data bukanlah musibah. Justru, data tersebut bisa menjadi bahan evaluasi sekaligus momentum untuk berubah. Apalagi, kita sejatinya sudah paham mengapa PTM di Indonesia cenderung naik dalam beberapa tahun terakhir.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga sudah memiliki strategi pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular di Indonesia. Sejak tahun 2016 lalu, Kemenkes bersama Komisi IX DPR-RI telah melakukan sosialisasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) di 101 lokasi. Lalu pada 2017, kegiatan sosialisasi Germas diselenggarakan di 134 lokasi.

Apa itu Germas? 

Germas merupakan gerakan nasional yang diprakarsai Presiden RI Joko Widodo dengan mengedepankan upaya promotif dan preventif, serta melibatkan seluruh komponen bangsa dalam memasyarakatkan paradigma sehat. Lintas sektor diharapkan dapat membuat kebijakan yang dapat mendukung pengimplementasian Germas.

Germas meliputi kegiatan aktivitas fisik, konsumsi buah dan sayur, tidak merokok, memeriksakan kesehatan secara rutin, membersihkan lingkungan, dan menggunakan jamban. Germas secara nasional dimulai dengan berfokus pada tiga kegiatan. Yakni melakukan aktivitas fisik 30 menit per hari, mengonsumsi buah dan sayur, dan memeriksakan kesehatan secara rutin minimal 6 bulan sekali sebagai upaya deteksi dini penyakit.

Menengok Desa Kludan dan Warganya yang Sadar Germas

Sejatinya, ada banyak masyarakat di negeri ini yang telah berhasil 'memasyarakatkan Germas" di lingkungan tempat tinggalnya. Utamanya mereka yang tinggal di kampung-kampung. Salah satunya saya temukan di Desa Kludan, Kecamatan Tanggulangin di Sidoarjo.

Bila menyebut Tanggulangin, ingatan kita pastinya langsung tertuju pada sentra kerajinan tas dan sepatu. Bahkan, dulu sebelum luapan Lumpur Lapindo, salah satu Kecamatan di Sidoarjo ini pernah jadi kawasan primadona produk tas dan sepatu.

Di Kludan pun begitu. Begitu masuk di desa ini usai melewati rel kereta api, kita akan disuguhi pemandangan puluhan sentra tas, sepatu dan juga jaket kulit yang berada di sebelah kanan kiri jalan. 

Namun, Kludan juga bukan hanya sentra kerajinan tas dan sepatu. Belum banyak yang tahu bila masyarakat di desa ini telah mampu memasyarakatkan Germas. Ada banyak kegiatan yang mengajak masyarakat hidup sehat yang telah rutin dilakukan dalam beberapa tahun terakhir.

Aktivitas warga di Desa Kludan demi menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat/Foto: pribadi
Aktivitas warga di Desa Kludan demi menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat/Foto: pribadi
Kader lingkungan di Desa Kludan, Siti Amanah menceritakan, masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya memiliki kesadaran tinggi untuk menjadikan kampung mereka sehat, bersih dan nyaman. Itu dimulai dari mengubah kebiasaan sehari-hari.

Siti Amanah bercerita, dulu, masih ada warga yang masih terbiasa membuang 'hajat' di sungai. Kebetulan, desa yang dihuni 1383 warga ini memang 'dibelah' oleh sungai yang menjadi pembatas dengan desa lainnya. Kini, hampir semua warga sudah memiliki jamban di rumahnya. 

"Hampir semua warga kini sudah punya jamban di rumah masing-masing. Tapi di setiap RT juga ada minimal satu WC umum dengan dua pintu," ujar Amanah.   

Pekarangan rumah Siti Amanah yang seperti
Pekarangan rumah Siti Amanah yang seperti
Kebiasaan lainnya yang telah berubah menjadi lebih baik adalah kemauan untuk menghijaukan pekarangan rumah. Meski berpredikat desa sentra industri tas, tetapi masih ada banyak warga yang memiliki halaman luas. Salah satunya Siti Amanah. Halaman rumah ibu dua anak ini bak seperti "kebun serba ada". Selain ditanami aneka bunga dan sayur, juga ada buah-buahan seperti belimbing, jambu merah, dan srikaya. Termasuk juga bunga rosella yang bisa menjadi minuman kesehatan. 

"Dengan pekarangan ditanami sayur dan buah, warga tentunya bisa lebih sering mengonsumsi buah dan sayur. Murah karena tidak perlu membeli dan bisa kapan saja," sambung Amanah.

Menyukseskan Germas Butuh Peran Semua Pihak

Dimulai dari diri sendiri dan keluarga, semangat hidup bersih dan sehat itu kemudian terbawa ke desa. Tidak sulit mengajak warga di sana untuk bekerja bakti bersama demi mempercantik desa. Diantaranya dengan membuat taman desa, membuat bak sampah. Termasuk menghidupkan Bank Sampah dan Bank Jelantah demi menstimulus warga agar cinta kebersihan sekaligus mendapatkan nilai ekonomis.

Warga memiliki bank sampah dan bank jelantah/foto pribadi
Warga memiliki bank sampah dan bank jelantah/foto pribadi
Apalagi, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo juga ikut proaktif memberikan rangsangan kepada warganya untuk menjadikan kampung mereka bersih melalui gelaran lomba kebersihan.

Tahun ini, Kludan ikut berpartisipasi dalam lomba kebersihan "Sidoarjo Bersih dan Hijau" tingkat kabupaten yang diadakan oleh Dinas Kebersihan setempat. Kludan berhasil meraih juara harapan dan juara 1 untuk yel-yel.

Upaya menjadikan desa bersih dan nyaman melalui kerja bakti itu juga menjadi cara mudah untuk mengajak warga rajin bergerak. Dengan melakukan kerja bakti di akhir pekan, warga jadi lebih sering bergerak. Tidak hanya "mager" di depan televisi.

Senam lansia, mengajak warga untuk aktif bergerak agar terhindar dari penyakit degeneratif/Foto istimewa
Senam lansia, mengajak warga untuk aktif bergerak agar terhindar dari penyakit degeneratif/Foto istimewa
Selain itu, ada kegiatan senam lansia yang mengajak warga lanjut usia untuk tetap sehat dan mencegah terserang penyakit degeneratif yang juga termasuk dalam penyakit tidak menular.

Selain itu, kader lingkungan di desa Kludan juga rutin melakukan bersih-bersih jentik dengan memantau kamar mandi warga sekaligus melakukan penyuluhan. Setiap RT ada satu kader lingkungan. Warga yang awalnya cuek, kini semakin sadar pentingnya menjaga kebersihan.

"Dulu masih ada yang kurang paham apa arti jentik. Lalu diberi pengertian tentang pentingnya bebas dari jentik. Kini, hampir tidak ada jentik setiap kali pemantauan karena warga rutin membersihkan dan menguras kamar mandi mereka," sambung Siti Amanah.   

Dan memang, untuk menyukseskan Germas, seluruh stake holder negeri ini harus saling bahu-membahu. Tidak bisa hanya mengandalkan peran sektor kesehatan saja. Pada akhirnya, Germas diharapkan dapat membangkitkan rasa tanggung jawab bahwa sehat harus diawali dari diri sendiri, keluarga dan masyarakat.

Seperti di Desa Kludan, semuanya ikut turun tangan demi memasyaraktkan gerakan masyarakat hidup sehat sekaligus pengendalian penyakit. Mulai dari individu, keluarga, masyarakat, kader lingkungan, bidan desa, petugas Puskesmas, hingga pemerintah daerah.

Karena memang, untuk menyukseskan Germas sejatinya tidak sulit. Seperti kata Bu Menteri Kesehatan, Nilla Farid Moeloek, "Germas dapat dimulai dari diri sendiri dan keluarga, dilakukan saat ini juga, dan tidak membutuhkan biaya yang besar". Salam Germas.

Referensi: 

http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20190521/5530314/program-indonesia-sehat-capai-tingkat-kesehatan-tertinggi/

https://kumparan.com/@kumparansains/angka-penderita-penyakit-tidak-menular-di-indonesia-bertambah-27431110790535672

https://nasional.republika.co.id/berita/puooo1382/penyakit-tidak-menular-meningkat-di-seluruh-indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun