Sebuah pengingat: "apa iya memang penting berkegiatan ke luar negeri yang tentu saja membutuhkan anggaran cukup besar"? Atau sekadar ingin terlihat 'keren'.
Jangan hanya agar terlihat keren
Bila tujuannya untuk mendapatkan output positif yang bisa diterapkan demi perbaikan kota, sejatinya studi banding kepala daerah, tidak melulu harus ke luar negeri. Toh, beberapa kota/kabupaten di Indonesia juga punya prestasi tingkat dunia dan layak dijadikan percontohan.
Namun, beda cerita bila berkegiatan ke luar negeri karena hanya ingin dianggap terlihat keren. Jadi yang dipikirkan bukan esensi dari kegiatannya, tetapi 'bungkus dari kegiatannya asal terlihat bergengsi.
Mungkin saja masih ada yang beranggapan, bila melakukan studi ke kota-kota di negeri sendiri, tentunya hanya bersifat regional. Kurang keren. Bandingkan bila ke luar negeri yang sifatnya global dan mendunia.
Bila pandangan seperti itu dipelihara, ya mau sampai kapan agenda ke luar negeri pada kepala daerah bisa mendatangkan hasil yang benar-benar bermanfaat bagi daerah yang dipimpinnya.
Jangan gengsi studi ke "kota tetangga" bila ternyata lebih bermanfaat
Sebenarnya, studi banding ke kota-kota di dalam negeri yang memang layak menjadi percontohan, akan lebih memberikan kemanfaatan bagi kepala daerah dan daerah yang dipimpinnya.
Contohnya, studi banding ke kota yang telah mampu menerapkan sistem pemerintahan berbasis e-government dengan baik sehingga mampu meminimalisir praktik korupsi bagi pejabat pemerintah daerahnya.
Atau juga kota yang mampu menata kotanya sehingga mendapatkan banyak penghargaan internasional dan menjadi destinasi bagi para investor untuk berinvestasi yang tentu saja menggairahkan perekonomian di kota tersebut.
Sebut saja Kota Surabaya yang selama ini telah mendapatkan banyak prestasi tingkat dunia. Utamanya dalam hal menata kota. Diantaranya penghargaan Lee Kuan Yew World City Prize dari Urban Development Authority (URA) dan Center Liveable Cities (CLC) berkat program Peningkatan Kampung Unggulan dan Pahlawan Ekonomi.