Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Juventus dan Pesan Memanusiakan "Pahlawan Tua" di Sepak Bola

12 Juli 2019   06:24 Diperbarui: 12 Juli 2019   23:16 998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buffon (41 tahun) kembali ke klub lamanya, Juventus/Foto: skysports.com

Juni dan Juli adalah periode penyegaran bagi pesepak bola dunia. Mereka bisa sejenak bersantai dan menikmati liburan bersama keluarga setelah bekerja 'memeras keringat' di lapangan.

Sebelumnya, selama periode Mei hingga Agustus, aktivitas mereka hanyalah berlatih, tampil di pertandingan, berlatih, dan tampil di pertandingan. Begitu saja hari-hari mereka setiap pekannya. Ada juga yang nyambi syuting iklan.

Bila pemain bersantai, tidak demikian dengan klub. Selama libur kompetisi, semua klub sibuk di bursa transfer demi berburu pemain baru untuk memperkuat tim menyambut kompetisi musim 2019/2020. Hingga pekan kedua Juli ini, sudah banyak pemain yang berpindah klub.

Ada beberapa transfer pemain yang menyita perhatian. Di antaranya kepindahan Eden Hazard dari Chelsea ke Real Madrid seharga 100 juta euro (sekitar Rp 1,61 triliun). Juga anak muda 19 tahun bernama Joao Felix yang dibeli Atletico Madrid dari klub Portugal, Benfica, seharga 126 juta euro (sekitar Rp 2 triliun).

Selain pemain mahal, ada juga kabar pemain gratisan. Salah satunya gelandang asal Spanyol, Ander Herrera, yang memilih keluar dari Manchester United menuju Paris Saint-Germain (PSG).

Dari sekian kabar transfer pemain, salah satu yang menurut saya paling menarik adalah kembalinya Gianluigi Buffon ke Juventus. Kiper berusia 41 tahun ini dicomot Juve dari PSG dengan status 'pemain gratisan'. Dia dikontrak setahun.

Apa menariknya dari kabar transfer seorang pemain tua yang sudah lewat masa keemasan kariernya?

Justru di situlah menariknya. Terlepas dari gratisan, kembalinya Buffon ke Juve menyiratkan beberapa pesan menarik. Juve seolah mengirimkan pesan perihal pentingnya menghargai 'mantan pahlawan' mereka kepada mayoritas klub Eropa yang selama ini cenderung melihat pemain sekadar sebagai 'aset' yang dianggap menguntungkan secara materi bagi klub.

Tidak sedikit pemain yang seolah hanya dilihat dari harga jualnya. Ketika mereka tidak lagi berharga karena menua dimakan usia, mereka akan dibuang. Digantikan oleh yang lebih muda dan memiliki prospek panjang. Prinsipnya, buat apa mempertahankan pemain tua yang tidak lagi dianggap menguntungkan tetapi menyedot anggaran klub untuk menggaji mereka.

Tidak peduli bila sang pemain senior tersebut telah banyak berjasa kepada klub. Seolah klub tidak merasa berhutang jasa dan merasa perlu membalasnya dengan memberi mereka kesempatan untuk pensiun di klub yang dicintai dan mereka bela selama bertahun-tahun.

Nasib seperti itulah yang pernah dialami sahabat Buffon yang sama-sama menjadi ikon posisi penjaga gawang di era 2000-an, Iker Casillas. Kiper yang pernah 16 tahun membela Real Madrid (1999-2015) dan ikut membawa Madrid juara Liga Champions tiga kali (2000, 2002, 2014) ini dilepas ke klub Portugal pada 2015 lalu ketika usianya 35 tahun.

Kepindahan Casillas sempat jadi sorotan luas. Orangtua Casillas menyebut putranya itu dipaksa keluar oleh presiden klub Real Madrid, Floretino Perez yang dianggap hanya mementingkan bisnis.

Sementara rekan Casillas di Timnas Spanyol, Xavi Hernandez, menyebut Madrid tidak menghargai jasa-jasa Casillas. Seharusnya, Casillas mendapatkan respek lebih dari Madrid. Tidak seperti dirinya yang bisa menutup karier hebatnya di Eropa dengan merasakan akhir manis (happy ending) di klubnya, Barcelona.

Dan memang, dengan jasa-jasanya bagi klub, Casillas seharusnya mendapatkan penghormatan dari Real Madrid di usia senjanya. Bukan malah dipaksa pergi karena dianggap tidak lagi dibutuhkan seiring bagusnya penampilan Keylor Navas kala itu.

Tetapi memang, banyak klub yang kini lebih mengedepankan urusan bisnis ketimbang urusan humanis. Banyak klub yang sekadar melihat pemain sebagai aset belaka, bukan sebagai manusia. Karenanya, merujuk hal itu, kisah kembalinya Buffon ke Juventus, sangatlah menarik. 

Buffon bisa merasakan pensiun di "rumahnya"

Memang, di usia yang sudah 41 tahun, Buffon tidak akan lagi menjadi pilihan utama seperti ketika dirinya bermain di Juve pada periode 2001-2018 silam. Sangat mungkin, pelatih Maurizio Sarri akan menjadikannya pelapis bagi Wojciech Szczsny (29 tahun) yang menjadi kiper utama.

Buffon layak mendapatkan respek atas jasa-jasanya bagi sepak bola/Foto: Football365
Buffon layak mendapatkan respek atas jasa-jasanya bagi sepak bola/Foto: Football365
Toh, dengan Juve akan bermain di tiga kompetisi (Liga Serie A Italia, Coppa Italia dan Liga Champions), jelas Buffon akan mendapatkan giliran bermain. Dia akan bisa menambah jumlah 509 penampilannya bersama Juve.

Siapa tahu di penghujung kariernya sebelum gantung sarung tangan, dia bisa memeluk trofi Liga Champions yang selama ini tidak pernah bisa dipeluknya meski pernah tiga kali tampil di final.

Terpenting, Buffon akan bisa pensiun di klub yang telah melambungkan namanya selama 17 tahun. Klub yang seperti rumahnya sendiri. Bukankah Buffon layak mendapatkan penghormatan seperti halnya bek Juve, Andrea Barzagli yang pensiun di penghujung musim lalu.

Dia keluar lapangan Allianz Stadium di Turin sembari menangis sesenggukan karena mendapat standing ovation dari tifosi Juve. Begitu juga Danielle De Rossi yang menutup kariernya dengan klub yang dicintainya sejak kecil, AS Roma.

Bukankah kisah seperti itu indah di sepak bola daripada menyaksikan pemain tua merana dan terlupakan di akhir kariernya?

Kembalinya Buffon ke Juve itu semoga merupakan pertanda bagus bagi pemain tua. Bahwa, sudah sepantasnya mereka mendapatkan penghormatan karena jasa besar mereka. Tidak hanya bagi klub, tetapi juga bagi sepak bola. Sudah seharusnya, mereka dilihat sebagai manusia, bukan sekadar sebagai 'barang dagangan'.

Siapa tahu, pilihan Juve untuk 'memanusiakan manusia' dengan merangkul kembali Buffon, akan bisa dicontoh klub-klub lainnya perihal pentingnya menghargai jasa para pahlawan tua mereka. Bukan malah sebaliknya, seperti tebu yang ketika sarinya habis diperas, sepahnya dibuang. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun