Kepindahan Casillas sempat jadi sorotan luas. Orangtua Casillas menyebut putranya itu dipaksa keluar oleh presiden klub Real Madrid, Floretino Perez yang dianggap hanya mementingkan bisnis.
Sementara rekan Casillas di Timnas Spanyol, Xavi Hernandez, menyebut Madrid tidak menghargai jasa-jasa Casillas. Seharusnya, Casillas mendapatkan respek lebih dari Madrid. Tidak seperti dirinya yang bisa menutup karier hebatnya di Eropa dengan merasakan akhir manis (happy ending) di klubnya, Barcelona.
Dan memang, dengan jasa-jasanya bagi klub, Casillas seharusnya mendapatkan penghormatan dari Real Madrid di usia senjanya. Bukan malah dipaksa pergi karena dianggap tidak lagi dibutuhkan seiring bagusnya penampilan Keylor Navas kala itu.
Tetapi memang, banyak klub yang kini lebih mengedepankan urusan bisnis ketimbang urusan humanis. Banyak klub yang sekadar melihat pemain sebagai aset belaka, bukan sebagai manusia. Karenanya, merujuk hal itu, kisah kembalinya Buffon ke Juventus, sangatlah menarik.Â
Buffon bisa merasakan pensiun di "rumahnya"
Memang, di usia yang sudah 41 tahun, Buffon tidak akan lagi menjadi pilihan utama seperti ketika dirinya bermain di Juve pada periode 2001-2018 silam. Sangat mungkin, pelatih Maurizio Sarri akan menjadikannya pelapis bagi Wojciech Szczsny (29 tahun) yang menjadi kiper utama.
Toh, dengan Juve akan bermain di tiga kompetisi (Liga Serie A Italia, Coppa Italia dan Liga Champions), jelas Buffon akan mendapatkan giliran bermain. Dia akan bisa menambah jumlah 509 penampilannya bersama Juve.
Siapa tahu di penghujung kariernya sebelum gantung sarung tangan, dia bisa memeluk trofi Liga Champions yang selama ini tidak pernah bisa dipeluknya meski pernah tiga kali tampil di final.
Terpenting, Buffon akan bisa pensiun di klub yang telah melambungkan namanya selama 17 tahun. Klub yang seperti rumahnya sendiri. Bukankah Buffon layak mendapatkan penghormatan seperti halnya bek Juve, Andrea Barzagli yang pensiun di penghujung musim lalu.
Dia keluar lapangan Allianz Stadium di Turin sembari menangis sesenggukan karena mendapat standing ovation dari tifosi Juve. Begitu juga Danielle De Rossi yang menutup kariernya dengan klub yang dicintainya sejak kecil, AS Roma.
Bukankah kisah seperti itu indah di sepak bola daripada menyaksikan pemain tua merana dan terlupakan di akhir kariernya?