Bukankah sekarang ini tidak sulit untuk menemukan orang-orang dengan 'hobi' seperti itu. Mudah menemukan para penjiplak itu baik di dunia nyata maupun di dunia tak nyata (maya). Karena memang, sekarang ini mudah sekali mendapatkan bahan tulisan dengan cuma mengetik kata yang akan ditulis.Â
Sekira bulan lalu, saya kebetulan membaca tulisan Kompasianer Bobby Steven MSF yang berkisah perihal dua tulisannya yang menurutnya dipakai salah satu media daring terkenal tanpa izin. Pak Bobby yang tulisannya sering wira-wiri di jalur Artikel Utama, lantas menekankan kalimat tanya "ada honor?".
Selain Pak Bobby, saya dulu juga pernah membaca tulisan kawan lainnya di Kompasiana yang punya pengalaman serupa. Saya dulu juga pernah melihat tulisan di salah satu media cetak yang persis dengan yang sebelumnya sempat saya baca di Kompasiana.Â
Saya lupa beritanya apa karena itu sudah terjadi beberapa tahun lalu. Yang jelas, karena tulisan di Kompasiana tayang lebih dulu, mudah menyimpulkan bila tulisan di media cetak itu mengambil dari Kompasiana. Lha wong sama persis.
Obrolan perihal para plagiat itu juga menjadi topik hangat ketika akhir pekan kemarin saya hadir di acara diskusi bersama beberapa blogger di Surabaya dan sekitarnya. Beberapa kawan berkisah perihal tulisan di blog mereka yang dicomot begitu saja oleh orang tak dikenal, lantas ditayangkan si tukang comot itu di blognya.
Mungkin juga kawan-kawan lainnya pernah mengalami nasib serupa. Tulisan karyanya diambil orang lain tanpa menyebutkan sumber dan diambil dari mana, tapi malah diklaim tulisannya dia.
Mungkin, si pengambil tulisan itu beranggapan bahwa tulisan-tulisan yang muncul di mesin pencari (sebut saja Google) ketika menuliskan kata kuncinya, sudah menjadi 'milik umum'. Atau malah lebih parah lagi bila menganggap tulisan-tulisan tersebut 'tak bertuan' sehingga sah-sah saja diambil sebagai hak milik.
Selama mau, mencari sumber referensi dan data di era sekarang tidak sulit
Perihal masalah ini, ketika awal pekan kemarin bertemu mahasiswa di kelas, mereka juga acapkali bertanya perihal boleh tidaknya mengambil tulisan. Utamanya ketika mereka diwajibkan menulis Artikel Opini untuk dikirimkan ke media massa dan dimuat sebagai tugas ujian akhir. Â
Saya sampaikan kepada mereka bahwa dalam menulis Artikel Opini, penting untuk memiliki informasi dari berbagai sudut pandang dan bila perlu data-datanya bisa berupa angka. Namanya opini, tentunya akan berbeda dengan orang lain. Tidak mungkin sama persis.
Nah, informasi untuk bahan tulisan Opini itu tentu saja tidak bisa didapat hanya dari "katanya", "kabarnya" atau "setahu saya". Namun, harus ada sumber informasi valid yang berdasarkan fakta (faktual), jujur, dan bisa dipertanggungjawabkan. Karenanya, penting untuk banyak membaca dan mendengar.