Apakah sampean (Anda) pernah berangkat ke tempat bekerja lantas mendapati kecelakaan lalu lintas di jalan, semisal tabrakan antara dua pengendara motor? Ataukah sampean pernah mengalami situasi tidak biasa ketika ada orang di tempat kerja Anda mendadak ambruk ketika sedang bekerja dikarenakan serangan jantung?
Dua kejadian tersebut merupakan contoh kondisi gawat darurat. Korban kecelakaan di jalan ataupun mereka yang mendadak terkena serangan jantung, butuh pertolongan sesegera mungkin. Sebab, bila tidak segera ditolong, sangat mungkin mereka tidak akan tertolong alias meninggal.Â
Nah, di Indonesia, ketika ada kejadian gawat darurat yang terjadi tiba-tiba seperti itu, hampir dipastikan korban tidak akan dibiarkan. Sebab, orang Indonesia itu sejatinya peduli dan suka menolong sesamanya. Semisal ada kecelakaan di jalan, tanpa disuruh, akan ada orang yang tergerak menghentikan kendaraannya untuk menolong korban kecelakaan. Bahkan mungkin bersedia mengantar korban ke rumah sakit.
Sayangnya, pertolongan pertama yang diberikan tersebut terkadang tidak tepat sasaran. Bahkan ada lebih banyak orang yang sekadar melihat. Bukannya tidak mau membantu, tetapi karena mungkin mereka bingung harus menolong bagaimana. Karena ketidaktahuan, orang yang menolong korban kecelakaan ataupun orang yang mendadak jatuh, terkadang hanya dikipasi saja.
Padahal, jantungnya mungkin berhenti dan harus segera ada tindakan. Sementara bila memanggil petugas medis, mereka pastinya butuh waktu untuk datang ke lokasi karena mereka tidak memiliki kemampuan teleportase. Sehingga, bukan tidak mungkin korban terlambat ditolong.
Dalam situasi seperti itulah, penting bagi orang awam seperti kita--yang bukan dari kalangan medis--menguasai pemahaman pertolongan kondisi kegawatdaruratan atau yang di luar negeri sana ngetop dengan sebutan basic life support (BLS). Bila kita paham ilmunya, kita mungkin bisa menyelamatkan nyawa orang lain.
Lalu, seperti apa penanganan basic life support ini?
Beberapa pekan lalu, saya kebetulan mewawancara seorang dokter senior di RSUD Dr Soetomo Surabaya yang selama bertahun-tahun bekerja di bagian kegawatdaruratan dan terbiasa menangani kondisi emergency yang mengancam nyawa.Â
Selama kurang lebih satu jam, saya diceritani banyak hal terkait penanganan korban kegawatdaruratan. Bagi saya, wawancara dengan dokter tersebut tidak sekadar menarik sebagai bahan tulisan, tetapi saya juga mendapatkan 'ilmu gratis' yang berguna dan belum tentu bisa saya dapatkan bila sekadar membaca informasi di mesin pencari berita.Â
Dari sekian penjelasan dokter spesialis anestesi tersebut, saya tertarik dengan salah satu statementnya bahwa penanganan emergency itu bukan hanya monopoli rumah sakit besar alias hanya bisa dilakukan pihak rumah sakit. Namun, orang awam pun seharusnya memahami penanganan emergency ini.
Pasalnya, namanya kondisi kegawatan bisa terjadi di mana saja, kapan saja dan bisa mengenai siapa saja. Karena itu, semua orang harus bisa menolong. Seperti halnya korban kecelakaan, orang yang tersedak maupun orang tenggelam.