Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Pembelajaran Tata Krama dari Kepindahan Eden Hazard ke Real Madrid

13 Juni 2019   07:37 Diperbarui: 13 Juni 2019   18:56 934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hazard, dicintai di Chelsea karena perilaku baiknya/Foto: Twitter Premierleague.com

Adalah sebuah kewajaran ketika seseorang yang bekerja di sebuah perusahaan ataupun instansi, memimpikan untuk bisa bekerja di perusahaan/instansi lain yang lebih ternama serta lebih berprospek untuk mengembangkan karier plus lebih menjanjikan dalam hal kesejahteraan.

Justru, akan menjadi anomali ketika ada pekerja yang betah berlama-lama bekerja di perusahaan yang sebenarnya tidak membuatnya berkembang dan hanya memberinya (gaji dan masa depan) seadanya saja. Apalagi bila beralasan karena itu tempat bekerjanya yang pertama sehingga punya 'nilai sejarah'. Lantas, apa iya, kita mau menghabiskan usia produktif di tempat yang sejatinya tidak membuat kita produktif hanya karena alasan tersebut.

Ya, berpindah tempat kerja, selama dilakukan dengan benar, bukanlah sebuah noda dalam catatan jejak karier kita. Bahkan, berpindah status pekerjaan dari pekerja kantoran menjadi pekerja lepas yang tidak punya kantor, juga bukanlah aib. 

Justru, keputusan itu bisa menjadi batu lompatan untuk merealisasi harapan yang sudah lama ingin diwujudkan. Mungkin harapan untuk mendapatkan gaji lebih besar seiring kebutuhan keluarga yang bertambah, mungkin keinginan memiliki waktu lebih lama di rumah bersama keluarga, hingga harapan merasakan 'kemerdekaan' untuk berkarya sesuai keinginan.

Nah, yang keliru adalah ketika keputusan untuk berpindah kerja itu justru membuat kita "nyari musuh". Maksudnya, karena silau dengan nama besar perusahaan baru yang akan dituju, kita jadi melupakan kebaikan perusahaan lama, bahkan mungkin menjelek-jelekkannya. Apalagi bila mundurnya hanya sebatas re-sign di bagian HRD perusahaan, tanpa berpamitan dengan rekan kerja. Padahal, mereka-lah yang ikut 'mendewasakan' kita hingga menjadi seperti sekarang.

Bila seperti itu, sama saja kita telah menanam benih 'permusuhan'. Orang yang awalnya suka dengan kita, jadi kehilangan respek. Sementara mereka yang kurang suka, menemukan alasan pembenar. Bukan tidak mungkin, 'kesongongan' kita itu bisa berakibat buruk bagi pekerjaan kita. Terlebih, di lain hari, kita bukan tidak mungkin masih akan bertemu mereka.

Kepindahan Eden Hazard dari Chelsea ke Real Madrid

Filosofi berpindah tempat kerja itu sepertinya sangat dipahami oleh pesepak bola asal Belgia, Eden Hazard. Setelah tujuh tahun bermain di klub London, Chelsea, Hazard memutuskan berpindah ke klub Spanyol, Real Madrid mulai musim 2019/2020 mendatang. Pekan lalu, media-media Eropa memberitakan kabar tersebut besar-besaran.

Tentu saja, dalam sepak bola, kepindahan pemain dari klub satu ke klub lainnya, sangatlah biasa di bursa transfer pemain tengah tahun seperti sekarang. Tetapi karena pemainnya terkenal berkat kualitas permainannya, maka sorotan media pun jadi lebih besar.  

Nah, yang tidak biasa dalam kepindahan Hazard dari Chelsea ke Real Madrid adalah bagaimana tata krama yang ditunjukkan oleh pemain berusia 28 tahun ini. Hazard menuliskan surat pamit khusus untuk Chelsea, untuk pemain, mantan pemain, bos Chelsea Roman Abramovich dan juga suporter.

Surat yang ia posting di akun Instagramnya @hazardeden_10 itu cukup panjang. Ada 10 slide. Hazard mengawali suratnya dengan kalimat "To my Chelsea friend dan family". Ya, baginya, kawan-kawannya di Chelsea bukan hanya rekan kerja, tetapi sudah menjadi keluarga.

Di slide pertama, dia menulis begini: "You now know that I will be joining Real Madrid. It's no secret that it was my dream to play for them since I was a young boy just scoring my first goal. I have tried my very best not to distract myself or the team through this difficult period of speculation and media attention, especially teh last 6 months".

Poin penting dari pembuka surat pamitannya Hazard itu adalah betapa dia tetap fokus dan total membela Chelsea dengan tidak membiarkan dirinya larut dalam spekulasi kepindahan dirinya ke Real Madrid, utamanya ketika memasuki awal tahun 2019 ini. Hazard enggan bekerja asal-asalan di akhir masa kerjanya hanya karena pikirannya sudah berpindah ke tempat kerja yang baru. Sebaliknya, dia memilih meninggalkan kesan bagus di 'tempat kerja' nya yang lama.

Hazard, dicintai di Chelsea karena perilaku baiknya/Foto: Twitter Premierleague.com
Hazard, dicintai di Chelsea karena perilaku baiknya/Foto: Twitter Premierleague.com
Bukankah ada banyak contoh pesepak bola yang karena isu kepindahannya ke klub baru, membuatnya lantas tampil out of perform di masa bakti terakhirnya. Bahkan, di akhir cerita kepindahan sang pemain ke klub baru diwarnai kabar tidak sedap.

Dulu, pernah ada cerita kepindahan David Beckham dari Manchester United ke Real Madrid pada 2003 silam yang sempat diwarnai insiden lemparan sepatu oleh Sir Alex Ferguson ke pelipisnya. Termasuk juga cerita kepindahan Ricardo Kaka yang saat pindah dari AC Milan ke Real Madrid pada 2009 karena dianggap terbius godaaan duit. 

Juga ada Neymar saat pindah dari Barcelona ke Paris Saint-Germain pada musim 2016/17 lalu yang membuatnya dituding sekadar mencari gaji gedhe karena secara prospek prestasi di Eropa, PSG memang tidak lebih menjanjikan dari Barcelona.  

Hazard juga menuliskan beberapa momen spesialnya bersama Chelsea. Termasuk ungkapan terima kasih untuk Chelsea yang dianggapnya telah berperan besar membuatnya bertumbuh jadi pemain matang. Dia menulis begini: "I was only 21 when I joines, so I have grown up as a man and a player with all of a you, you have helped me become captain of the Belgium National Team after all".

Dia menutup suratnya dengan kalimat menyentuh. 

"Chelsea and especially Chelsea fans will always be special to me and next season I will look for your result first. I hope that we are drawn againts each other in the Champions League next season and every season so we can meet again. I wish each and every one of you the very best my friend".

Surat pamitan Hazard itu mendapat respons spesial dari Chelsea dan pendukung Chelsea. Di akun official Instagramnya, Chelsea membalas pamitannya Hazard dengan cara manis menggunakan tanda pagar #ThankYouEden. Chelsea juga memposting beberapa memori Hazard, termasuk beberapa gol terbaiknya selama berkostum The Blues.  

Belajar dari Tata Krama Hazard di Sepak Bola

Tentu saja, Chelsea tahu betul, mereka telah kehilangan pemain hebat. Pemain yang tak hanya jago menulis surat, tetapi juga berjasa membawa Chelsea meraih dua gelar Liga Inggris, Piala FA, Piala Liga dan dua trofi Europa League. Bahkan, di laga terakhirnya, Hazard tampil sebagai bintang saat membawa Chelsea jadi juara Europa League 2019 lewat kemenangan 4-1 atas Arsenal di final 30 Mei lalu.

Chelsea pastinya paham, akan sulit menemukan pemain pengganti sekelas Hazard. Namun, dengan perilaku baik Hazard selama tujuh tahun di sana, dengan adab baiknya berpamitan sebelum meninggalkan klub dan juga kecintaannya pada klub dan suporter, Chelsea legowo melepasnya sekaligus memberinya peluang untuk menjadi pemain yang lebih besar.

Dari Eden Hazard kita bisa belajar tentang pentingnya nilai tata krama dalam sepak bola. Hazarad seolah paham, lapangan hijau tidak ubahnya kantor yang sakral bagi pesepak bola. Kata sakral menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti disucikan. Sementara kata suci diartikan sebagai tempat yang tidak bernoda, bebas dari dosa, dan cela.

Bahwa lapangan hijau, bukanlah sekadar tempat untuk 'bekerja' saja. Lapangan bukan hanya tempat pertemuan antara 11 pemain melawan 11 pemain dari dua klub dalam pertandingan bertajuk sepak bola. 

Lebih dari itu, lapangan hijau adalah 'tempat kerja' yang tidak menerima perilaku negatif atau dalam bahasa sepak bola disebut tidak fair play. Karenanya, sikap pemain di lapangan dan di klub, memegang peranan penting dalam kelanjutan karier pesepak bola.

Hazard telah memberi contoh, bahwa keputusan untuk meninggalkan 'tempat pekerjaan lama' menuju tempat kerja yang baru, tidak selalu diiringi kabar buruk. Tentu saja, dalam kepindahan itu ada uang yang besar, ada unsur egoisme, pun ada rasa kehilangan. Tentu saja, dalam setiap keputusan, tidak mungkin bisa menyenangkan semua orang.

Namun, semua itu tertutupi oleh tata krama dari si pemain untuk berpamitan dan keinginan untuk tetap menjaga hubungan baik. Malah, mereka yang ditinggalkan, ikut senang dan ikut mendoakan agar dia lebih sukses di tempat yang baru. Bukankah itu indah daripada kita pergi meninggalkan jejak permusuhan?

Bukankah bila kita berbuat baik kepada orang lain, sejatinya kita telah berbuat baik bagi diri sendiri? Seperti salah satu petikan ayat suci Alquran: "In Ahsantum Ahsantum li Anfusikum". salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun