Allaahu akbar
Allaahu akbarÂ
Allaahu akbar
Laa illaa haillallahuwaallaahuakbarÂ
Allaahu akbar walillaahil hamd
Gema takbir menyambut Hari Raya Idul Fitri 1440 H, menggema bersahut-sahutan dari pengeras suara di musholla dan masjid di desamu. Anak-anak, remaja hingga bapak-bapak, kompak mengumandangkan takbir sembari menabuh bedug. Mereka antusias merasakan hari kemenangan.
Sementara di jalanan, ada banyak orang tua bersama anaknya, hilir mudik "mengukur jalan". Entah ke mana, tetapi wajah anak-anak itu tampak riang di atas motor. Beberapa anak terlihat senang memamerkan petasan kembang api yang baru saja dibelikan bapaknya.
Dalam semua potret riang perayaan lebaran itu, kamu tampak termangu. Ajakan mama dan kakakmu untuk jalan-jalan, hanya kau respons biasa saja. Â
Pandanganmu lepas ke jalanan, tertuju pada sesosok bocah yang sedang mengobrol dengan ayahnya di atas motor. Ah, kau rupanya kangen bapakmu.
Airin, ini adalah lebaran ketigamu, kau tidak bersama ayah yang kau cintai. Sejak 2017 lalu, kamu tak pernah lagi bertemu ayahmu yang telah pergi untuk selama-lamanya karena sakit. Ayahmu pergi ketika lebaran hanya tinggal beberapa hari. Kala itu, usiamu belum genap dua tahun. Kini, usiamu hampir empat tahun.
Sejak itu, kamu tak pernah lagi memanggil ayah. Palingan kau hanya memanggil mbah. Ataupun pakde ketika kau memanggilku. Namun, kau tak pernah kehilangan keceriaan.
Airin, sebenarnya kau tidak pernah kurang perhatian. Ada mama, kakak, mbah, pakde dan kerabat yang menyayangimu. Apalagi di bulan Ramadan. Ada lebih banyak orang yang memberikan perhatian. Sebagai anak yatim, kamu mendapatkan banyak santunan dan undangan buka bersama.
Tetapi, kerinduan pada ayahmu memang urusan yang tidak tergantikan. Dua pekan lalu misalnya, ketika kami mengadakan buka bersama di rumah saudara. Airin ikut. Seperti biasa, tawanya lepas.
Namun, ketika keponakan-keponakan lainnya bersenda gurau dengan ayah mereka, kamu seperti merasakan ada yang kurang. Pada momen seperti itulah, kesedihan menghampirimu.
"Ayo senyum Airin, ini difoto Dhe Hadi lho," ujarku mencoba mengalihkan perhatiannya.
Trik pengalih perhatian itu ternyata  berhasil. Kamu lantas bergaya. Meski tampak kaku. Kemudian kau menghampiriku sembari berujar. "Dhe Hadi, coba lihat hasil fotonya," ujarnya.
Teruntuk Airin yang periang, aku paham bagaimana rasanya menjadi dirimu seperti halnya masa kecilku dulu berstatus yatim piatu. Ada momen ketika kita merindukan kehangatan orang tua. Namun, jangan pernah bersusah hati. Jangan bersedih.
Di dunia ini, kau tidak akan pernah sendirian. Sebab, ada banyak orang yang perhatian dan menyayangimu. Karena itu, jangan pernah memendam senyuman dan ceriamu
Airin, semoga kau bertumbuh sehat, cerdas dan shalihah. Jadilah anak gadis yang tangguh, mandiri demi mengejar cita-citamu. Â Aku yakin, kelak kau bisa membuat ayahmu bangga di alam sana.
Ayo terus ceria. Jangan bersedih Airin. Kau tidak sendirian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H