Sebab, bila kita doyan membagikan berita yang tidak benar, tanpa sadar kita mungkin telah melakukan "dosa jariyah". Maksudnya, dosa yang terus mengalir karena berita kebohongan yang merugikan orang lain tersebut, terus tersebar luas.Â
Bila berita yang kita baca dan kita bagikan tersebut ternyata bohong dan fitnah, lantas orang lain membacanya kemudian meyakininya sebagai kebenaran, lalu dibagikan dan dibagikan lagi, maka sampean berarti telah ikut dalam perputaran berita fitnah itu.
Jangan semua ibadahmu di bulan Ramadan, dipamerin di media sosial
Dan yang tidak kalah penting, menjaga hati di media sosial selama Ramadan, tidak hanya menahan diri untuk tidak menulis cuitan ataupun berkomentar yang buruk-buruk di dunia maya. Kita juga perlu menjaga hati untuk urusan membagikan kabar yang baik-baik.
Maksudnya, ibadah yang sampean lakukan di bulan Ramadan, sejatinya tidak perlu diberitakan di media sosial baik lewat tulisan status maupun tampilan swafoto. Apa iya setiap selesai sholat tarawih dan tadarus Alquran lantas kita menulis status "baru selesai tarawih dan membaca Alquran nih". Apa iya setiap qiyamul lail dan itikaf di masjid, lalu diabadikan dengan swafoto plus tulisan "malam ini gue bisa itikaf".
Memang kita tidak boleh berburuk sangka. Mungkin saja niatnya memang untuk memotivasi orang lain. Namun, apa iya ibadah harus dipamerkan ke orang lain. Apalagi, kebanyakan karakter warganet yang membagikan tulisan maupun swafoto, tentunya ingin direspons orang lain. Bila seperti itu, di mana letak keikhlasannya bila kemudian kita mengharap 'like' dan komentar bagus dari orang lain.
Seharusnya, esensi dari ibadah puasa mampu mengajari kita. Ketika kita berpuasa, sejatinya itu hanya urusan kita dengan Tuhan. Kita diajari untuk ikhlas tanpa perlu memberi "pengumuman" ke orang lain bahwa kita sedang berpuasa. Toh, tidak ada orang yang tahu apakah sampean berpuasa atau hanya berpura-pura puasa. Seharusnya, ibadah yang lain pun seperti itu.
Ah, semoga selama Ramadan ini, kita memang bisa menjaga hati di media sosial. Kita bisa menahan jemari tangan untuk tidak ringan menulis hal-hal yang tidak berguna. Sehingga, puasa kita tidak hanya sekadar menahan lapar dan haus. Mari menyayangi puasa kita agar tidak menjadi percuma dengan menjaga hati, lisan, dan pikiran.
Sebab, dengan menjaga lisan, hati dan pikiran untuk tidak melakukan hal-hal yang bisa merusak puasa, akan membawa kita sampai pada pemahaman. Bahwa puasa Ramadan mengajak kita untuk memiliki waktu yang produktif dengan melakukan ibadah dan aktivitas berguna. Sehingga, kita jadi terbiasa tidak melakukan hal-hal yang tak perlu. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H