"Never Write Us Off !"
Begitu tulisan singkat di akun Instagram Liverpool @liverpoolfc sebagai penegas kalimat "pengumuman": "We're going to Madrid".
Tulisan itu merupakan luapan ekspresi kegembiraan setelah Liverpool menorehkan salah satu come back paling epik dalam sejarah Liga Champions. The Reds--julukan Liverpool menjadi salah satu dari tiga tim sepanjang sejarah Liga Champions yang mampu come back setelah kalah tiga gol pada laga pertama di semifinal.
Pekan lalu, Liverpool kalah 3-0 dari Barcelona di Camp Nou--markas Barca--pada leg I semifinal Liga Champions. Hasil itu membuat jutaan penggemar sepak bola sudah yakin, Barcelona-lah yang akan lolos ke final.
Ada banyak fans sepak bola-mungkin termasuk sampean (Anda) yang sangat yakin, Liverpool tidak akan mampu membalik situasi. Bagaimana mungkin Liverpool bisa membalik defisit tiga gol sementara lawannya Barcelona.
Apalagi, megabintang Barca, Lionel Messi tengah dalam penampilan terbaiknya. Messi mencetak gol "tak masuk akal" di leg I lalu. Taruhlah Liverpool bisa mengalahkan Barca di Anfield, tetapi tidak ada jaminan Liverpool bisa mencegah Messi dkk bisa mencetak gol away.
Apalagi, beberapa hari jelang laga di Anfield tersebut, Liverpool mendapatkan kabar buruk. Dua penyerang utama, Mohamed Salah dan Roberto Firmino dipastikan tidak akan bisa tampil karena cedera.
Bayangkan, seandainya Salah dan Firmino yang merupakan "sumber gol" bisa tampil , Liverpool belum tentu bisa menang besar. Apalagi, bila keduanya hanya menjadi penonton.
Namun, semua itu hanyalah hitung-hitungan di atas kertas. Di lapangan, semuanya bisa berbeda. Pesan tulisan "never give up" di kaos yang dikenakan Mo Salah yang menyaksikan laga dari tribun, rupanya menjadi pertanda. Dan memang, seperti itulah yang terjadi di Anfield dini hari tadi.
Keputusan pelatih Liverpool, Jurgen Klopp melakukan beberapa perubahan pemain dalam starting XI dibandingkan laga leg I lalu, terbukti tepat. Tiga pemain yang absen di Camp Nou, masuk starter. Trent Alex-Arnold, Xherdan Shaqiri dan Divock Origi.
Ketiganya punya peran luar biasa. Arnold yang baru berusia 19 tahun, memberi pembeda lewat umpan crossing dan eksekusi bola mati yang menjadi assist berbuah gol.
Shaqiri mampu mengisi peran Mo Salah. Origi? Anak muda asal Belgia ini mengawali gol Liverpool di menit ketujuh. Itu gol pertamanya di Liga Champions. Skor 0-1 itu menjadi akhir babak pertama.
Di babak kedua, Klopp memasukkan Gini Wijnaldum, menggantikan Andy Robertson. Hasilnya instan. Pemain tengah asal Belanda ini mencetak dua gol hanya dalam dua menit. Menit ke-54, dia menghujamkan bola ketika bek-bek Barca seperti mematung dan sundulan sadis di menit ke-56 meneruskan umpan Shaqiri.
Gol kedua Wijnaldum itu memmbuat Anfield bergemuruh. Defisit tiga gol di leg I, ternyata bisa dikejar tidak sampai satu jam. Dan, di menit ke-79, Origi meneruskan sepak pojok Alexander-Arnold yang sempat membuat bengong bek-bek Barcelona.
Sampai di sini, perjuangan Liverpool belum selesai. Sebab, andai Barcelona mencetak satu gol, Liverpool akan tersingkir karena faktor gol away. Namun, kolaborasi Virgil van Dijk dan Joel Matip, rupanya menjadi "benteng" yang sulit ditembus oleh Messi dan kawan-kawan. Skor 4-0 bertahan hingga akhir.
Liverpool pun kembali tampil di final Liga Champions yang akan digelar di Kota Madrid pada 1 Juni mendatang. Ini final kesembilan Liverpool di Liga Champions. Bila tahun lalu mereka dikalahkan Real Madrid di final, Liverpool pastinya ingin menebus kegagalan di Kota Madrid.
"Ini malam yang spesial, sangat spesial. Mengalahkan Barcelona tentu saja hal tersulit, terlebih bila Anda sudah tertinggal 3-0," ujar
ujar Juergen Klopp seperti dikutip dari liverpoolfc.com
"Sebelum pertandingan, saya berkata kepada mereka (pemain): 'segalanya hanya akan mungkin selama kalian berpikir kita masih punya peluang. Kami menang karena mereka memiliki mental luar biasa," sambung Klopp.
Liverpool membalik prediksi di atas kertas
Liverpool menjadi tim ketiga dalam sejarah Liga Champions yang mampu memenangi laga semifinal setelah kalah tiga gol di leg pertama. Sebelumnya ada Panathinaikos di tahun 1971 dan Barcelona tahun 1986.
Khusus bagi kiper Liverpool, Alisson Becker, dia mencatat "rekor pribadi" sebagai pemain yang dua kali mampu meng-come back Barcelona. Musim lalu, Alisson yang bermain di AS Roma, juga menyingkirkan Barcelona di perempat final lewat kemenangan come back 3-0 di leg II di Roma setelah kalah 1-4 di leg pertama.
Kemenangan Liverpool atas Barcelona di semifinal Liga Champions ini bermakna besar bagi sepak bola. Utamanya di era ketika sepak bola semakin canggih dan bahkan acapkali diposisikan seperti hitung-hitungan "matematika". Seolah sepak bola selesai dalam hitung-hitungan di atas kertas.
Hasil di Anfield dini hari tadi menegaskan bahwa sepak bola ternyata belum kehilangan sisi paling menariknya. Apa itu? Misteri. Ya, misteri atau dalam terminologi yang lebih akrab dengan sepak bola disebut kejutan, ternyata masih belum hilang.
Hasil tak terduga alias kejutan ketika hampir semua orang mengatakan tidak mungkin seperti yang terjadi di Anfield inilah yang menjadi pesona sepak bola. Hasil seperti inilah yang menyelamatkan sepak bola dari kecenderungan terkini yang pernah dikeluhkan mendiang legenda Brasil, Socrates sebagai kian "mekanik". Bahwa seolah semua perkara di sepak bola selesai dengan "mantra statistik".
Kalau sampai sepak bola kehilangan itu, alangkah membosankannya. Sepak bola mungkin hanya mengenal mereka yang menangan, hanya dijejali Goliath dan tidak mengenal David. Padahal, sepak bola seharusnya bisa mengirimkan cahaya ke hati yang dipenuhi kegelapan karena semua tim punya harapan sama.
Beruntunglah kita sebagai penikmat, Liga Champions tahun ini menyuguhkan berbagai kejutan dan tidak sekadar mengedepankan statistik.
Selain Liverpool, hadirnya Ajax Amsterdam dan Tottenham Hotspur di semifinal padahal di awal kompetisi sama sekali tidak diperhitungkan, menjadi bagian dari kejutan.
Kini, pemain-pemain Liverpool tinggal merayakan kemenangan heroik ini. Rabu (8/5) malam nanti atau dini hari waktu Indonesia, mereka bisa duduk manis menyaksikan laga di Amsterdam Arena antara Ajax menjamu Totttenham di leg II semifinal.
Mungkinkah Tottenham yang tertinggal 0-1 di leg I, mampu come back dan mewujudkan final sesama tim Inggris. Ataukah Ajax yang bablas ke final dan meneruskan kejutan mereka setelah sebelumnya menyingkirkan Real Madrid dan Juventus.
Ah, apapun hasil laga dini hari nanti, mari mengapresiasi dan memberi ucapan selamat untuk Liverpool. Selamat karena mereka telah berhasil merawat salah satu "aset penting" di sepak bola.
Aset bernama kejutan---yang bahkan mungkin di luar nalar---yang membuat pecinta olahraga ini rela berdebar-debar dan berharap-harap cemas di tribun ataupun di depan layar kaca. Sebab, sepak bola selalu menawarkan harapan meski akal mengatakan tidak mungkin. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H