Apakah kemiskinan bisa dihilangkan dalam sekejap?Â
Bila kemiskinan itu ada di panggung Hollywood maupun Bollywwod, tidak akan sulit untuk mengatakan "bisa". Kenyataannya, ada beberapa film yang berkisah tentang mereka yang berhasil lepas dari kemiskinan dengan cara mudah.
Salah satunya film Slumdog Millionaire pada 2008 lalu yang berkisah tentang pemuda yang tinggal di daerah slum India dan lantas menjadi kaya raya setelah memenangi program kuis terkenal di televisi. Terlepas dari intrik dan konflik di film tersebut, kemiskinan dalam film ini digambarkan seolah bisa diatasi dengan cara singkat. Tanpa perlu proses panjang.
Kisah seperti di film tersebut juga terjadi di kehidupan nyata. Tentang mereka yang dari keluarga miskin lantas menjadi kaya setelah mendadak terkenal. Caranya dengan mengikuti perlombaan menyanyi ataupun kontes komedi. Mereka yang awalnya orang biasa, lantas jadi terkenal dan berkecukupan.
Namun, kisah keluar dari kemiskinan seperti itu kebanyakan ternyata tidak bertahan lama. Yang terjadi, ada banyak contoh betapa mereka yang mendadak kaya itu lantas menghilang hanya dalam hitungan bulan. Keluar dari kemiskinan dengan cara cepat itu ternyata hanya bertahan singkat.
Fenomena itu seolah menjadi pembenar dari apa yang pernah disampaikan sang pencetus gerakan Pop Art di Amerika Serikat pada tahun 1950-an, Andy Warholl sebagai "fifteen minutes of fame" alias kesohoran palsu hanya dalam lima belas menit. Bahwa cuma dalam 15 menit, seseorang bisa mencapai kesohoran. Dan, dalam waktu 15 menit pula kesohoran bisa hilang tanpa bekas.
Tentu saja, mengatasi kemiskinan yang sebenarnya bukanlah sebuah kepalsuan seperti itu. Mengatasi kemiskinan umumnya tidak bisa dilakukan dengan cara singkat. Sebab, ketika mengatasi kemiskinan, kita tidak sekadar mencari solusi atas jumlah penghasilan yang kurang. Namun, terpenting adalah bagaimana mengubah pola pikir agar masyarakat miskin mau dan mampu berubah. Untuk itu, perlu ada program yang solutif, inovatif dan bisa berkelanjutan.
Nah, sejak tahun 2007 silam, pemerintah telah menggulirkan Program Keluarga Harapan atau PKH. Apa itu PKH?
Dikutip dari lama resmi Kementerian Sosial, PKH merupakan program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada keluarga penerima manfaat. Program perlindungan sosial ini dimaksudkan sebagai upaya percepatan penanggulangan kemiskinan. Sasaran PKH merupakan keluarga miskin dan rentan yang terdaftar dalam Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin yang memiliki komponen kesehatan dengan kriteria ibu hamil/menyusui, anak berusia nol samapai dengan enam tahun.
Sebagai program bantuan sosial bersyarat, PKH membuka akses keluarga miskin terutama ibu hamil dan anak, untuk memanfaatkan berbagai fasilitas layanan kesehatan (faskes) dan fasilitas layanan pendidikan yang tersedia di sekitar mereka.
Keluarga yang menerima manfaat dari program ini, didorong untuk memiliki akses dan memanfaatkan pelayanan sosial dasar kesehatan, pendidikan, pangan dan gizi, perawatan, dan pendampingan. Pendek kata, PKH diarahkan untuk menjadi 'mesin penggerak utama' dalam penanggulangan kemiskinan yang mensinergikan berbagai program perlindungan dan pemberdayaan sosial nasional.
Melalui PKH, jumlah penduduk miskin menurut BPS terus menurun
Sejak digulirkan, PKH ternyata efektif untuk mengurangi kemiskinan dan menurunkan kesenjangan antar kelompok miskin. Berbagai penelitian menunjukkan, PKH mampu mengangkat penerima manfaat keluar dari kemiskinan, meningkatkan konsumsi keluarga, bahkan pada skala yang lebih luas mampu mendorong para pemangku kepentingan di Pusat dan Daerah untuk melakukan perbaikan infrastruktur kesehatan dan pendidikan.
Faktanya, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), terjadi penurunan jumlah penduduk miskin di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Data menyebutkan, pada Maret 2012, jumlah orang miskin di Indonesia tercatat 29,25 juta atau 11,96%. Kemudian periode Maret 2013 jumlah orang miskin di Indonesia sebanyak 28,17 juta atau 11,36%.
Selanjutnya pada Maret 2014 jumlah penduduk miskin tercatat 28,28 juta atau 11,25%. Lalu, pada Maret 2015 jumlah orang miskin 28,59 juta atau 11,22%. Memasuki Maret 2016, penduduk miskin tercatat 28,01 juta atau 10,86%. Kemudian Maret 2017 penduduk miskin tercatat 27,77 juta atau 10,64%. Dan, pada Maret 2018 jumlah penduduk miskin tercatat 25,95 juta orang atau 9,82%. Bahkan, ada yang menyebut angka kemiskinan tersebut merupakan yang terendah sepanjang sejarah
Dengan adanya PKH, masyarakat miskin bisa lebih tenang bekerja
Pernah sebentar bergabung di lembaga sosial masyarakat yang mendampingi masyarakat kurang mampu dan juga pernah cukup lama bekerja di "pabrik koran" membuat saya sedikit memahami asal muasal kemiskinan.
Kita tahu, masyarakat dikategorikan miskin bila berada di bawah garis kemiskinan. Yakni bila pendapatan per kapitanya per bulan Rp 401.220 (tahun 2018). Garis kemiskinan ini dihitung berdasarkan pendekatan kebutuhan kalori manusia yang disesuaikan dengan harga acuan terkini.
Nah, dalam kenyataannya, yang acapkali membuat masyarakat miskin kekurangan dalam memenuhi kebutuhannya sejatinya bukan melulu soal gaji. Namun, lebih pada belum jelasnya akses untuk mendapatkan pemenuhan fasilitas pendidikan maupun kesehatan. Bila tidak mendapatkan akses tersebut, penghasilan mereka yang pas-pasan acapkali tersedot untuk kebutuhan utama tersebut.
Dengan adanya PKH, keluarga penerima jadi lebih tenang. Penghasilan yang mereka peroleh, bisa difokuskan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Sebab, mereka terdaftar dan hadir pada fasilitas kesehatan dan pendidikan terdekat.
Semisal di bidang kesehatan, mereka mendapatkan akses untuk pemeriksaan kandungan bagi ibu hamil, pemberian asupan gizi dan imunisasi serta timbang badan anak balita dan anak prasekolah. Sedangkan kewajiban di bidang pendidikan, mereka bisa mendaftarkan dan memastikan kehadiran anggota keluarga PKH ke satuan pendidikan sesuai jenjang sekolah dasar dan menengah.
Keluarga penerima PKH yang memiliki komponen kesejahteraan sosial, juga berkewajiban memberikan makanan bergizi dengan memanfaatkan pangan lokal, dan perawatan kesehatan minimal satu kali dalam satu tahun terhadap anggota keluarga lanjut usia mulai dari 70 (tujuh puluh) tahun. Serta, meminta tenaga kesehatan yang ada untuk memeriksa kesehatan, merawat kebersihan, mengupayakan makanan dengan makanan lokal bagi penyandang disabilitas berat.
Komponen pendidikan dengan kriteria anak SD/MI atau sederajat, anak SMA/MTs atau sederjat, anak SMA /MA atau sederajat, dan anak usia enam sampai 21 tahun yang belum menyelesaikan wajib belajar 12 tahun. Sejak tahun 2016 terdapat penambahan komponen kesejahteran sosial dengan kriteria lanjut usia diutamakan mulai dari 60 (enam puluh) tahun, dan penyandang disabilitas diutamakan penyandang disabilitas berat.
Dikutip dari laman Kementerian Sosial, KPM PKH harus terdaftar dan hadir pada fasilitas kesehatan dan pendidikan terdekat. Kewajiban KPM PKH di bidang kesehatan meliputi pemeriksaan kandungan bagi ibu hamil, pemberian asupan gizi dan imunisasi serta timbang badan anak balita dan anak prasekolah. Sedangkan kewajiban di bidang pendidikan adalah mendaftarkan dan memastikan kehadiran anggota keluarga PKH ke satuan pendidikan sesuai jenjang sekolah dasar dan menengah. KPM yang memiliki komponen kesejahteraan social berkewajiban memberikan makanan bergizi dengan memanfaatkan pangan lokal, dan perawatan kesehatan minimal satu kali dalam satu tahun terhadap anggota keluarga lanjut usia mulai dari 70 (tujuh puluh) tahun, dan meminta tenaga kesehatan yang ada untuk memeriksa kesehatan, merawat kebersihan, mengupayakan makanan dengan makanan lokal bagi penyandang disabilitas berat.
Singkat kata, PKH menjadi jawaban dari penanggulangan kemiskinan yang efektif dan berkelanjutan. Karena memang, mengatasi kemiskinan bukanlah setengah-setengah sehingga keberhasilannya tidak bertahan lama seperti halnya jargon "fifteen minutes of fame". Salam.
Referensi :
https://www.kemsos.go.id/program-keluarga-harapan
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H