Kematian orang yang kita cintai bisa meninggalkan rasa kehilangan yang sulit disembuhkan. Namun, rasa sayang pada mereka yang telah pergi untuk selamanya, menyisakan kenangan yang tidak akan hilang. Karenanya, orang-orang terkasih yang telah meninggal, sejatinya tidak pernah meninggal sepenuhnya. Kita hanya tidak melihatnya lagi. Namun, kenangan akan mereka tetap hidup di alam pikir kita.
Kekuatan cinta pada orang-orang tersayang yang bahkan tidak bisa hilang karena dipisahkan kematian itulah yang agaknya menjadi ide dasar dari Coco, film animasi fantasi rekaan studio animasi Pixar dan diproduksi Walt Disney pada 2017 lalu.
Melalui Coco, Pixar menurut saya lagi-lagi berhasil mengemas sebuah film animasi keluarga dengan cerita yang menyentuh sisi kemanusiaan kita tetapi tanpa melupakan sisi keceriaan seorang bocah. Seperti halnya dulu Pixar punya Finding Nemo ataupun Up. Pantas saja film ini panen pujian dan penghargaan.Â
Pertama kali menonton Coco bersama istri dan anak-anak, saya tidak ragu memasukkannya dalam daftar film Pixar terkeren selain Toy Story 3 (2010) dan Ratatouille (2007). Sejak itu, entah berapa kali kami menonton ulang film ini. Dan, setiap kali selesai menonton Coco, semuanya berakhir sama: keharuan dan berpelukan di akhir film.
"Ayah, kita sudah lama ya ndak nonton Coco, ayo nonton lagi," begitu kata anak sulung saya ketika merengek ingin menonton Coco.
Nah, Februari tahun ini, kami tergoda untuk kembali menonton film yang telah memenangi Academy Winner 2018 untuk kategori Best Animated Feature dan Best Original Song ini.Â
Bagi saya, menonton Coco kali ini berbeda dari sebelum-sebelumnya. Lebih emosional. Saya, istri dan anak-anak bak seperti mendapat wejangan untuk terus mengingat orang yang kami cintai yang telah berpamitan selamanya.
Ingatan tentang semua kebaikannya lantas bermunculan bak lagu lama yang kembali diputar. Meski tidak berkecukupan secara ekonomi, beliau ringan tangan membantu saudara-saudaranya yang perlu dibantu. Anak-anak saya juga selalu senang ketika berkunjung ke rumahnya dan juga warung mungilnya. Mereka selalu girang diberi 'oleh-oleh' mainan maupun makanan ringan yang mereka sukai. "Sudah bawa saja, mereka kan nggak setiap hari ke sini," ujar Mimi, begitu saya menyapanya.Â
Kebaikan-kebaikannya itulah yang akan abadi. Kami akan selalu mengenangnya. Seperti lirik lagu "Remember Me" di film Coco yang mmengajak kita untuk mencintai dan mengingat orang yang kita cintai meski terpisah jauh.
Plot cerita yang dekat dengan kita
Sebenarnya, apa sih yang membuat Coco lebih istimewa dibanding film-film animasi lainnya? Sampean (Anda) yang pernah menonton film ini, pastinya tidak sulit untuk tahu jawabannya.
Bagi saya, Coco luar biasa karena ia menyajikan plot cerita tentang hal paling indah yang bisa dirasakan manusia dalam dunia ini. Plot tentang cinta dan keluarga yang dikemas dalam petualangan seru dan menyentuh di 'negeri orang mati'. Faktor cinta dan keluarga itu bak sebuah proximity (kedekatan) yang membuat penonton merasa menjadi bagian dari cerita.
Tidak mengherankan bila meski di awal rilisnya dulu, Coco bersaing dengan film-film box office macam Thor: Ragnarok, Justice League, Star Wars: The Last Jedi dan film animasi The Star dan Ferdinand, tetapi Coco mendapat respons positif.
Film Coco berlatar tentang kisah seorang ibu rumah tangga, Imelda Rivera yang memiliki suami pemusik. Demi mengejar karier, suaminya meninggalkan dirinya dan putri tunggalnya, Coco. Sejak itu, dia melarang musik ada dalam keluarganya. Sebagai penghidupan keluarga, dia memulai bisnis pembuatan sepatu yang berlangsung turun-temurun.
Cicitnya, Miguel yang berusia 12 tahun, tinggal bersama Coco tua dan keluarga mereka di sebuah desa kecil di Meksiko. Miguel ternyata bermimpi menjadi musisi seperti Ernesto de la Cruz, bintang film dan penyanyi populer generasi Imelda.
Suatu hari, Miguel yang tak sengaja merusak foto Imelda, mendapati foto suaminya (yang wajahnya disobek) memegangi gitar terkenal Ernesto. Miguel lantas beranggapan, Ernesto itu kakek buyutnya. Dia semakin mantap menjadi musisi. Kebetulan, di perayaan Da de Muertos atau Hari Peringatan bagi Orang-orang yang Telah Meninggal, digelar pertunjukan bakat. Dia ingin tampil. Tapi apa daya, neneknya Elena menghancurkan gitarnya.
Nekad, Miguel lalu memasuki makam Ernesto dan mencuri gitarnya untuk dipakai tampil di pertunjukan. Namun, ketika memetiknya, dia menjadi tidak terlihat oleh semua orang di desa. Miguel masuk ke alam kematian. Di sinilah cerita, konflik, jawaban dari masa lalu keluarganya terkuak.
Di awali pertemuan dengan keluarga dan nenek buyutnya, Imelda. Dia juga bertemu pria bernama Hector yang menemaninya berpetualang. Pada akhirnya, dia bisa bertemu Ernesto yang menjadi artis besar di alam kematian. Tetapi, pertemuan yang berujung dibuangnya Miguel dan Hector ke lembah sungai mati itu lantas menguak kisah berbeda dari yang semula disangkanya.
Maka, tugas Miguel adalah kembali ke rumahnya sebelum matahari terbit dan menaruh foto Hector agar tidak dilupakan. Bersama Imelda dan keluarganya, mereka menyusup ke konser Ernesto untuk mengambil foto Hctor dan mengungkap dosa masa lalu Ernesto ke publik. Misi itu berhasil. Namun, foto Hector karam di sungai. Tanpa foto itu, Miguel yang kembali ke desanya, berupaya menggugah ingatan Coco pada ayahnya agar tidak lenyap.
Ketika Miguel yang semalaman dicari telah kembali ke rumahnya dengan membawa gitar--benda yang sangat dilarang, ia pun dimarahi habis-habisan oleh Elena. Di tengah keputusasaan, dia lalu menyanyikan lagu "Remember Me" untuk Coco  sembari menyampaikan betapa besar rasa sayang ayahnya untuknya. Inilah bagian paling menyentuh di film ini.
Lagu-lagu keren yang bikin 'mata berembun'
Layaknya film-film Pixar lainnya, Coco berakhir happy ending. Hector bisa bertemu kembali dengan Coco yang sudah meninggal. Dia juga berdamai dengan Imelda. Mereka hidup bahagia di alam kematian. Begitu juga dengan Miguel yang berdamai dengan Elena yang lantas membolehkannya bermain musik.
Namun, yang membuat Coco berbeda dari kebanyakan film-film Pixar adalah adanya 'pertunjukan musik' layaknya film India. Ada beberapa lagu bergenre latin yang ditampilkan dan menjadi pewarna bagi film ini. Diantaranya "Un Poco Loco" dan "The World Es Mi Familia". Namun, yang paling juara adalah lagu "Recuerdame" alias "Remember Me" itu.
Remember me, Though I have to say goodbye. Remember me, Don't let it make you cry. For even if I'm far away I hold you in my heart. I sing a secret song to you each night we are apart.
Remember me, Though I have to travel far. Remember me, Each time you hear a sad guitar. Know that I'm with you the only way that I can be. Until you're in my arms again. Remember me.
Bagi para orang tua yang sedang atau pernah bekerja jauh dari rumah dan tidak setiap hari ataupun akhir pekan bisa bertemu anak-anaknya, pastinya bisa merasakan betapa lirik lagu ini begitu menyentuh.
Pesan-pesan baik yang bertaburan
Pada akhirnya, film Coco juga bisa menjadi sarana refleksi bagi kita. Menonton film ini, kita bak melihat sebuah cermin besar yang membuat kita bercermin dan melihat gambaran diri dan keluarga kita.
Sebagai orang tua, saya mendapatkan banyak pesan-pesan baik yang bertaburan dan bisa dipungut dari film ini. Salah satunya tentang bagaimana kita seharusnya memperlakukan anak-anak. Bahwa, melarang apa yang menjadi passion dan kesenangan anak-anak dan memaksakan mereka melakukan hal yang kurang mereka sukai, tidak sepenuhnya benar.
Sebaliknya, kita bisa berdamai dengan cara berpikir kita sembari memberinya ruang untuk berkembang. Dari situ, hubungan keluarga antara orang tua dan anak-anak bisa berjalan lebih segar. Rasa cinta diantara keluarga bisa bersemi.
Dan, pesan yang juga penting adalah tentang bagaimana menyayangi orang-orang yang kita sayangi. Bukan hanya mereka yang masih bersama kita. Tetapi juga mereka yang telah tiada. Bahwa kematian bukan lantas membuat mereka hilang dari ingatan kita. Justru, rasa sayang kepada mereka yang telah tiada, bisa terus dilakukan. Caranya dengan mengingat mereka, menceritakan kebaikan kepada anak-anak. Ya, ingatlah mereka seperti Coco mengingat ayahnya. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H