Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Jangan Hanya Berbagi "Jurus" Menulis, Berbagilah Semangat

11 Januari 2019   22:57 Diperbarui: 12 Januari 2019   06:01 1184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menulis bukan hanya tentang teori, tetapi bagaimana memulai menulis/Foto: student.cnnindonesia.com

Berkumpul dengan kawan yang memiliki ketertarikan di bidang yang sama itu menyenangkan. Karena sama-sama cinta dengan bidang tersebut, obrolan terasa sedap. Tidak hambar. Kita bisa mengobrol banyak hal sembari berbagi pengalaman.

Pengalaman sedap seperti itulah yang saya alami ketika berkumpul dengan beberapa kawan yang suka menulis. Lebih tepatnya sekelompok kawan kerja yang bekerja di dunia penulisan. Saking sedapnya, rapat yang oleh banyak orang terlanjur dikonotasikan serius, justru menjadi momen menyenangkan.

Sebab, kami tidak hanya berbicara serius tentang pekerjaan. Bukan hanya berbincang tentang tenggat waktu alias deadline, tentang bertemu dan mewawancara narasumber. Tetapi juga saling bertanya, saling berbagi wawasan dan saling memotivasi. Apalagi ada beberapa kawan baru yang bergabung.

Oleh kawan baru tersebut, saya mendapat pertanyaan begini: "Mas, bagaimana sih caranya mengajari cara menulis yang benar kepada mereka yang ingin bisa menulis?". 

Pertanyaan itu mudah, tetapi rumit. Mudah karena jawabanya ya tinggal diajari saja cara menulis yang benar. Tetapi menjadi rumit bila jawaban pertama itu disambungkan dengan kalimat "apakah pengajaran cara menulis itu bisa membuat orang mau menulis". 

Sebab, buat apa kita mengajari orang tentang segala macam teknik dan teori menulis, sementara orang yang diajari sejatinya tidak tergerak untuk mengawali menulis. Malah mungkin khawatir untuk menulis karena kekhawatiran yang dibuat-dibuat sendiri.

Ya, buat apa kita berbagi ilmu menulis sementara orang yang menerima ilmu tersebut sekadar diterima, tanpa ada tindak lanjut. Bukankah ilmu itu bukan hanya untuk disimpan?

Tentu saja, ilmu dan cara menulis yang benar itu penting untuk dikuasai oleh mereka yang ingin belajar menulis. Sebab, sudah seharusnya, seorang penulis "patuh pada aturan menulis".

Setelah menulis dengan benar, lantas mencoba belajar ilmu menulis dengan baik agar pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca, bisa lebih mudah diterima. Bahkan, tulisannya mungkin bisa menginspirasi, menginformasi atau menjadi hiburan bagi yang membaca. Namun, bila hanya menguasai teorinya tanpa pernah mau mencoba menggunakan teori tersebut, apalah artinya.  

Saya jadi teringat pengalaman ketika diundang kawan yang menjadi dosen di sebuah perguruan tinggi negeri di Surabaya beberapa waktu lalu, untuk menjadi narasumber dalam pelatihan menulis di kampusnya.

Oleh kawan saya tersebut, saya dipesani untuk berbicara tentang bagaimana membuat tulisan yang benar, baik dan menarik. Sebab, di akhir pelatihan, para pesertanya diwajibkan untuk menghasilkan tulisan yang dimuat di media.

Saya mendapat kesempatan berbicara kurang lebih dua jam. Dengan waktu selama itu dan berbicara sendirian, tentunya harus cerdik mengatur topik yang disampaikan, juga kapan berinteraksi dengan mereka.

Seingat saya, ada beberapa hal terkait menulis yang coba saya bagikan kepada adik-adik mahasiswa yang masih semester V tersebut. Namun, yang paling saya coba tekankan adalah menyemangati mereka untuk menulis. Memotivasi mereka untuk mulai menulis. Bahwa menulis tidak boleh dibikin sulit.

Ya, hal terpenting dalam mengenalkan dunia penulisan kepada 'orang luar' adalah dengan mengajak mereka untuk mulai menulis. Menulis apa saja. Mungkin awalnya masih berantakan. Namun, itu lebih baik daripada menguasai teori tapi enggan menulis.

Sebab, setelah tulisannya jadi, mereka pastinya akan membaca tulisannya sendiri, bisa merasakan kekurangannya apa saja dan lantas tergerak untuk memperbaiki dengan belajar dan bertanya kepada yang lebih paham.

Mengajak orang yang tidak biasa menulis agar mau 'berkenalan' dengan menuis tentunya tidak mudah. Cara paling sederhana untuk meyakinkan mereka adalah dengan mengajak mereka mengenali dirinya tentang tema apa yang paling disukai dan bidang apa yang paling mereka kuasai.

Setiap kita pastinya punya passion dalam bidang tertentu. Mungkin politik, olahraga, sastra, film, ataupun sosial media. Ketika seseorang memiliki ketertarikan pada bidang tertentu, mereka pastinya rajin mengikuti up date bidang tersebut. Itu sebenarnya merupakan modal bagi siapapun untuk menulis. Untuk menulis akan jadi lebih mudah. Sebab, kita sudah punya 'banyak bahan' menulis. Tinggal menuangkan wawasan kita ke dalam sebentuk tulisan.

Akan berbeda cerita bila kita menulis bidang yang sejatinya kita tidak paham. Menulis akan jadi pekerjaan yang sulit. Bisa-bisa jari jemari sudah berada di keyboard laptop tetapi belum bergerak merangkai kata.

Selain memulai menulis dari hal yang paling kita kenal, cara lain yang bisa dilakukan untuk mengajak orang agar mau menulis adalah dengan memotivasi mereka. Penting untuk disampaikan tentang apa saja yang bisa didapatkan melalui menulis. Semisal menulis untuk menambah teman, memperluas jaringan, personal branding, menambah wawasan, nyari jodoh, hingga mendapatkan keuntungan materi.  

Perihal keuntungan materi ini, saya selalu senang bercerita tentang seorang kawan yang masih kuliah dan mendapat hadiah mobil melalui menulis di blog. Lebih tepatnya menang lomba menulis. Saya senang berkisah perihal kawan jurnalis dan blogger yang rajin menang lomba menulis sehingga bisa menabung untuk membeli rumah. Saya juga senang bercerita tentang anak-anak milenial yang bisa mendapatkan penghasilan jutaan per bulannya dari menulis sehingga bisa membiayai sendiri kuliahnya.  

Pendek kata, mereka yang bisa menulis dengan benar dan bagus, tidak perlu menunggu lulus kuliah untuk bisa mendapatkan penghasilan sendiri. Sejak di bangku kuliah, mereka bisa mem-branding diri melalui tulisan.

Tapi, bukankah sulit untuk menulis di media alias tulisannya ditayangkan di media? Bila medianya media cetak ternama ataupun media online berbayar, tentu saja sulit. Sebab, tulisannya akan diseleksi dan dimoderasi editornya terlebih dulu. Namun, ada banyak pilihan untuk bisa menayangkan tulisan kita agar bisa dibaca banyak orang.

Bisa di media cetak yang menyediakan kolom untuk "jurnalis masyarakat" yang meski tidak diupah tetapi tentunya membanggakan bisa dibaca banyak orang. Bisa juga di blog pribadi. Tetapi yang paling nikmat adalah menulis di 'rumah besar' seperti Kompasiana. Sebab, tulisan yang kita tulis bisa langsung tayang selama tidak melanggar aturan.

Ah ya, bicara tentang menjadi narasumber tentang teori dan teknik penulisan, saya ikut senang mengetahui ada beberapa kawan yang "bekerja di pabrik koran", diundang menjadi pemateri. Saya tahunya dari postingan di Instagram mereka.

Selain memberi tanda like, saya juga menyisipkan pesan agar mereka tidak hanya membagikan teori menulis yang baik dan benar, tetapi juga berbagi semangat menulis. Agar ada lebih banyak kawan yang mau menulis dan mengabarkan kabar baik. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun