Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Ketika Gemerlap Liga Italia Dikoyak Aksi Rasisme

28 Desember 2018   08:30 Diperbarui: 28 Desember 2018   09:03 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fanatisme yang keterlaluan itu tidak bagus. Termasuk di sepak bola. Atas nama fanatisme pada kota maupun klub yang didukungnya, seorang suporter seolah merasa bisa berbuat semaunya. 

Mereka seolah merasa boleh menghina pemain lawan dengan sebutan 'penghuni kebun binatang' ataupun melontarkan ejekan dan nyanyian berupa rasisme yang menghinakan warna kulit, keluarga atau bahkan asal usul pemain lawan.

Dulu, dulu sekali, ketika masih rajin "nyetadion", saya pernah mendapati aksi buruk seperti itu. Ada penonton yang dalam mendukung timnya, seolah mudah saja mengintimidasi pemain lawan lewat nyanyian, ejekan maupun teriakan yang menirukan suara monyet. Entah mereka sengaja atau tidak tahu bahwa itu perilaku buruk yang bisa 'membunuh' sepak bola.

Tapi, itu dulu, dulu sekali. Dalam sedekade terakhir, saya sudah jarang nyetadion. Palingan bisa dihitung dengan jari. Semoga saja, aktivitas nyetadion kini sudah lebih menyenangkan dan bebas dari perilaku buruk yang mencederai keluhuran sepak bola.

Namun, fanatisme buta yang bermuara pada perilaku rasisme itu memang sulit dihilangkan. Ia bisa terjadi di mana saja. Bahkan di negara yang kompetisi sepak bolanya terbilang sudah maju.

Ya, tengah pekan ini, Liga Serie A Italia kembali diguncang kasus rasisme. Ketika Serie A mulai melakukan re-branding liganya seiring kedatangan Cristiano Ronaldo yang merupakan global icon di sepak bola, negara romansa calcio ini ternyata masih harus meghadapi salah satu penyakit akut di lapangan sepak bola.  

Padahal, Serie A di musim 2018/19 ini memasuki babak baru dengan memperkenalkan laga boxing day selayaknya Liga Inggris. Harapannya, laga yang digelar sehari setelah perayaan natal tersebut bisa menjadi momentum manis untuk menjadikan sepak bola sebagai tempat yang baik untuk berkumpul dan bersenang-senang bagi masyarakat Italia bersama keluarganya.

Yang terjadi, pertandingan besar alias grande partita di San Siro yang mempertemukan Inter Milan menghadapi Napoli, diwarnai insiden rasis. Bek Napoli keturunan Senegal, Kalidou Koulibaly jadi korban perilaku rasis oknum tifosi Inter Milan.

Beberapa media Italia melaporkan, selama pertandingan, terdengar sayup-sayup suara mirip monyet yang ditujukan kepada Koulibaly. Wasit bahkan sempat menghentikan pertandingan di pekan ke-18 tersebut. Bila tujuannya untuk mengacaukan konsentrasi Koulibaly, provokasi tidak manusiawi yang dilakukan dari tribun itu memang berhasil.

Koulibaly yang biasanya bermain bak tembok kokoh, permainannya jadi kacau. Bek berbadan tinggi besar berusia 27 tahun ini bahkan diusir dari lapangan di menit ke-80 karena mendapat kartu kuning kedua. Napoli pun akhirnya kalah 0-1 dengan menyisakan sembilan (9) pemain di lapangan karena pemain bintangnya, Lorenzo Insigne, juga dikartu merah di ujung laga.

Seusai laga, Koulibaly lantas curhat. Melalui lewat akun Twitternya @kkoulibaly26, pemain kelahiran Prancis yang membela Timnas Senegal ini menyampaikan isi pikirannya atas perlakukan rasis yang diterimanya.

"Saya sedih dengan kekalahan ini, terutama harus meninggalkan saudara-saudara saya di lapangan. Tapi, saya bangga dengan warna kulit saya dan asal usul saya sebagai orang Prancis, Senegal dan Neapolitan," ujar Koulibaly.

Koulibaly, membalas rasis dengan cara keren/Foto twitter@kkoulibaly26
Koulibaly, membalas rasis dengan cara keren/Foto twitter@kkoulibaly26
Tindakan rasisme tersebut dikecam banyak pihak. Sedari kemarin, media-media Italia mem-blow up kasus ini dengan menampilkan beberapa komentar pemain, pelatih dan mereka yang berkecimpung di sepak bola.

Pelatih Napoli, Carlo Ancelotti menyebut apa yang terjadi di San Siro tersebut sama sekali tidak bagus bagi masa depan sepak bola Italia. Dia juga menyoroti pertandingan yang terus berlanjut meski terdengar chant rasis sementara pihaknya sudah tiga kali meminta laga dihentikan.

Karena memang, merujuk pada aturan liga, ketika ada teriakan rasis, pihak panpel pertandingan langsung memberikan pengumuman via pengeras suara di stadion untuk mengabarkan bahwa pertandingan akan dihentikan jika ujaran rasis itu masih berlanjut.

"Dia (Koulibaly) pemain kalem dan profesional tetapi dia menjadi target teriakan monyet di sepanjang pertandingan. Kami sudah tiga kali meminta diambil tindakan, tetapi pertandingan masih berlanjut. Lain kali, kami akan menangani perlakuan seperti ini dengan cara kami," ujar Ancelotti.

Beberapa pemain top seperti kapten tim Inter, Mauro Icardi, pemain Napoli, Dries Mertens dan superstar Juventus, Cristiano Ronaldo juga ikut buka suara. Secara khusus, Ronaldo memberikan dukungan untuk Koulibaly dan menyebut rasisme seharusnya sudah dibuang dari sepak bola. 

Di akun Instagramnya, Ronaldo  memasang fotonya kala bertanding melawan Koulibaly kala Juventus menghadapi Napoli sembari menulis kalimat keren. "In the world and football, we always vorreberro education and respect. No to racism and any offense and discrimination!!!.

Ya, sepak bola itu diisi oleh orang-orang berpendidikan dan memiliki rasa hormat. Karenanya, tidak seharusnya ada rasisme dan segala macam bentuk pelanggaran diskriminasi".

Kubu Inter juga tidak tinggal diam menyikapi kasus ini. Melalui akun twitter resmi klub @Inter_en, kubu Nerrazzuri mengutuk aksi rasis tersebut. Pihak klub menyampaikan kalimat begini:

"Since 1908, Inter has represented integration, innovation and progressiveness. The history of Milan is a welcoming one and together we are fighting to build a future without discrimination. Those who do not understand this history do not stand with us. #BrothersOfTheWorld #FCIM

Pelatih Inter, Luciano Spalletti juga kecewa berat dengan nyanyian rasis suporter. Dalam wawancara dengan Four Four Two, Spalletti menyebut nyanyian rasisme tidak seharusnya terdengar. "Jika 65 ribu orang datang dan menonton pertandingan pada periode Natal, mereka ingin melihat sesuatu yang spesial. Sepakbola seperti itu yang diinginkan orang-orang Italia dan seluruh dunia," ujarnya.

Imbas dari perilaku rasis tifosi tersebut, Inter Milan harus menanggung akibatnya. Dikutip dari Football Italia, Inter mendapatkan larangan dari Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) dua kali memainkan laga kandang tanpa dukungan tifosi mereka plus tambahan hukuman untuk tribun Curva Nord dikosongkan dari suporter.

Hukuman tersebut mendapatkan dukungan dari Wali Kota Milan, Giuseppe Sala yang notabene pihak pemilik stadion---karena stadion San Siro masih dimiliki pemerintah setempat. "Saya setuju dengan hukuman tersebut tetapi saya tidak merasa kita perlu menghentikan liga," ujarnya.

Liga Italia memang harus segera berbenah. Bila dulu di awal kedatangan Ronaldo ke Juventus, banyak pihak menyebut Liga Italia akan mendapatkan lebih banyak atensi global karena faktor hadirnya CR7, tetapi kini situasinya bisa menjadi berbeda. FIGC harus lebih bekerja keras memerangi aksi rasisme di stadion dan juga menegakkan aturannya.

Bila tidak, Serie A bisa dalam bahaya. Seperti ujaran super agen pemain, Mino Raiola, bila Serie A ingin lebih mengglobal, Liga Italia harus menghilangkan salah satu kanker di sepak bola, yakni rasisme. Bila tidak, Serie A tidak akan punya masa depan. Salam sepak bola.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun