Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Tunggal Putra Indonesia yang Masih Labil, Sebuah Evaluasi (1)

26 Desember 2018   17:00 Diperbarui: 26 Desember 2018   17:35 1001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua tunggal putra andalan Indonesia, Jonatan Christie dan Anthony Sinisuka Ginting, diharapkan tampil stabil di tahun 2019 demi menuju Olimpiade 2020/Foto: wow.tribunnews.com

Tidak sulit untuk menyebut nama-nama pebulutangkis tunggal putra top dunia saat ini. Dari generasi kelahiran 90-an seperti Kento Momota, Shi Yuqi, Chou Tien-chen, Viktor Axelsen, Srikanth Kidambi dan Kenta Nishimoto. Hingga pemain lawas kelahiran 80-an yang masih tampil oke seperti Son Wan-ho, Lee Chong Wei maupun Chen Long dan Lin Dan.

Banyaknya nama-nama top tunggal putra tersebut memiliki dua makna. Pertama, itu menjadi bukti betapa persaingan di sektor tunggal putra bulutangkis dunia era kekinian, berlangsung sangat ketat. Sebab, kini ada sekitar 10 pemain di setiap turnamen BWF World Tour yang bersaing berebut gelar.

Makna kedua, meski ketat, sebenarnya persaingan sektor tunggal putra dari turnamen ke turnamen, tidak berbeda jauh. Pemain yang dihadapi dan saling berhadapan di babak-babak penting turnamen, palingan ya hanya itu-itu saja. Artinya, pemain yang paling siap secara fisik dan mental-lah yang akan sering tampil sebagai juara. 

Lalu, bagaimana posisi pemain Indonesia di tengah persaingan tunggal putra yang sedemikian ketat?

Raihan empat tunggal putra Indonesia di turnamen BWf World Tour selama tahun 2018, menjadi cerminan daya saing pemain Indonesia. Empat pemain tersebut, tiga pemain dari Pelatnas yakni Anthony Sinisuka Gintinng, Jonatan Christie dan Ihsan Maulana Mustofa serta Tommy Sugiarto dari luar Pelatnas.   

Di tahun 2018 ini, Ginting (22 tahun) meraih dua gelar turnamen BWF World Tour. Yakni Indonesia Masters 2018 Super 500 dan China Open Super 1000  plus medali perunggu nomor perorangan Asian Games 2018. Sementara Jojo (21 tahun) menjadi finalis New Zealand Open 2018 Super 300 dan medali emas Asian Games 2018. Sedangkan Ihsan ( 23 tahun) meraih gelar Bangka Belitung Indonesia Masters Super 100 dan runner-up Akita Masters Super 100.

Bagaimana Tommy? Di usia 30 tahun, Tommy masih cukup oke. Putra legenda bulutangkis Indoensia, Icuk Sugiarto ini meraih gelar juara di Thailand Masters Super 300 dan menjadi runner-up di Thailand Open Super 500 juga Korea Open Super 500.

Sebenarnya, secara pencapaian prestasi, kiprah tunggal putra Indonesia di tahun 2018 ini terbilang cukup oke. Bahkan ada peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2017 lalu.

Ambil contoh Anthony Ginting yang di tahun 2017 lalu 'hanya' meraih satu gelar BWf Super Series (Korea Open), tahun ini bisa meraih dua gelar. Bahkan, dia mampu juara di China Open 2018 yang merupakan satu dari tiga turnamen BWF level tertinggi (level 1000) selain All England dan Indonesia Open.

Begitu juga dengan Jojo--panggilan Jonatan Christie. Meski belum mampu juara di turnamen BWF World Tour, raihan medali emas di Asian Games 2018 jelas sebuah prestasi membanggakan.

Raihan gelar tersebut menjadi bukti bahwa pemain-pemain Indonesia sebenarnya bisa bersaing bahkan menang atas pemain-pemain top dunia. Pemain-pemain Indonesia sejatinya punya bekal untuk bersaing di level atas.

Namun, jejak rekam penampilan tunggal putra Indonesia selama tahun 2018 juga memunculkan fakta yang bikin nelangsa. Bahwa tunggal putra kita masih tampil labil. Seolah sulit sekali untuk memenangi gelar atau minimal tampil di babak final secara back to back turnamen. Yang terjadi malah, mereka tampil luar biasa oke di turnamen A, tetapi di turnamen B berikutnya, mereka seperti menjadi pemain berbeda.

Kisah seperti itu yang dialami Jonatan Christie. Usai jadi juara di Asian Games 2018 pada akhir Agustus lalu, Jojo yang tampil di Japan Open Super 750 pada pertengahan September, diharapkan bisa melangkah jauh. Lha wong pemain-pemain yang dihadapi itu-itu saja. Yang terjadi, dia malah langsung tereliminasi di putaran pertama dari pemain 'kurang terkenal' asal India, HS Prannoy.

Ginting pun masih belum mampu tampil stabil. Rentang waktu gelar di Indonesia Masters yang diraih pada bulan Januari kemudian meraih gelar di China Open pada pertengahan September 2018, menjadi bukti betapa pemain kelahiran Cimahi ini belum mampu awet tampil di babak penting di setiap turnamen.

Bahkan, setelah menjadi juara di China Open dengan mengalahkan semua pemain top dari Lin Dan, Axelsen, Chen Long, Chou Tien-chen, dan Momota di final, dia langsung takluk di putaran pertama Denmark Open (kalah dari Momota).

Memang, namanya pertandingan, akan selalu ada kalah dan menang. Pemain yang kalah, tentunya akan melakukan evaluasi agar tidak kembali kalah ketika bertemu lawan yang sama di pertandingan lainnya. Namun, pemain yang sebelumnya menang, seharusnya juga menyiapkan "jurus baru" bila jurus lama tidak ampuh ketika menghadapi pemain yang sama.

Nah, gambaran labilnya performa tunggal putra Indonesia tersebut tentunya menjadi pekerjaan rumah yang perlu diberesi. PBSI sebagai induk olahraga bulutangkis, bukannya diam saja. Mereka pastinya juga telah melakukan berbagai cara untuk mengatasi "penyakit inkonsistensi" yang diderita tunggal putra Indonesia.

Butuh Masukan dari Mereka yang Kompeten

Mumpung di akhir tahun 2018, tentunya penting untuk melihat kembali apa yang kurang dari tunggal putra Indonesia. Dengan pelatih dan pemain bertemu dan berdialog, plus masukan dari PBSI juga pemain-pemain legenda, kekurangan tersebut diharapkan bisa teratasi.

Masukan dari mereka yang memang berkompeten tersebut tentunya penting. Sebab, dalam sebuah wawancara dengan media, Ginting pernah berujar bahwa tunggal putra Indonesia memang tidak punya panutan langsung karena ketiadaan pemai senior di pelatnas. Untuk pemain di pelatnas, usia mereka rata-rata sama, 21-23 tahun sehingga secara pengalaman pun sama.

Bandingkan dengan tunggal putra Tiongkok yang selisih usia Shi Yuqi (21 tahun) dengan Chen Long (29 tahun) terpaut delapan tahun. Keberadaan Chen Long yang sarat pengalaman, diantaranya meraih medali emas Olimpiade 2016, tentunya memungkinkan terjadi sharing experience.

Meski, pada akhirnya, pemain-lah yang menentukan pencapaiannya sendiri melalui kerja kerasnya selama latihan, ketangguhan mental dan perjuangan di lapangan.

Pada akhirnya, saya ingin mengandaikan sukses tunggal putra Indonesia meraih gelar di tahun 2018 ini bak mendaki sebuah gunung tertinggi. Mereka sebenarnya punya kemampuan untuk sampai di puncak. Kalaupun di lain hari mereka ternyata gagal dan berhenti di lereng, mungkin mereka lupa jalan menuju puncak atau kondisi mereka memang tidak siap.

Semoga di tahun 2019 nanti, penampilan tunggal putra Indonesia tidak lagi labil. Apalagi, tahun 2019 akan menjadi periode penting untuk "perebutan tiket" lolos ke Olimpiade 2020.

Mungkin sulit untuk menjadi juara di setiap turnamen yang diikuti merujuk ketatnya persaingan di tunggal putra. Tetapi, ketika mampu juara, seharusnya juga mampu rutin tampil di babak-babak penting.

(* ah ya, tulisan ini diniatkan bersambung, berikutnya bergiliran untuk sektor tunggal putri, ganda putra, ganda putri dan ganda campuran. Semoga niatnya terwujud.  Salam bulutngkis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun