Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Inspirasi dari Para Juara BWF World Tour Finals 2018

18 Desember 2018   22:46 Diperbarui: 18 Desember 2018   22:58 1419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pusarla Sindhu, akhirnya juara di tahun 2018/Foto: India Today

Lapangan olahraga itu bukan sekadar sepetak ruang dengan ukuran yang telah disepakati secara internasional. Dalam sudut pandang berbeda, lapangan olaraga itu bisa menjelma bak sebuah panggung yang memanggungkan kisah manusia. 

Kisah tentang berjuang yang keberhasilannya tak melulu dilihat dari raihan piala juara. Kisah tentang kegagalan,  jatuh bangun, dan pada akhirnya merasakan manisnya keberhasilan. 

Gambaran seperti itulah yang tersaji di lapangan bulutangkis turnamen BWF World Tour Finals 2018 yang digelar di Guangzhou, Tiongkok dan berakhir pada Minggu (16/12/2018) kemarin. Lima juara dari lima nomor yang dipertandingkan (tunggal putra/putri, ganda putra/putri dan ganda campuran) menjadi cerminan betapa lapangan itu penuh dengan cerita inspiratif.

Memang, tidak ada pemain Indonesia yang naik podium. Sebab, enam pemain Indonesia yang tampil di BWF World Tour Finals 2018, semuanya gagal lolos ke semifinal. Toh, inspirasi dari lapangan olahraga bisa datang dari mana saja tanpa dibatasi sekat teritorial.

Di tunggal putri, kita diajari perihal pentingnya tetap berpikir positif menghadapi kegagalan oleh pemain India, Pusarla Venkatta Sindhu. Setelah beberapa kali merasakan pahitnya kalah di final, Sindhu akhirnya bisa merasakan manisnya juara di akhir tahun.

Ya, sebelumnya, Sindhu seperti dijauhi keberuntungan di tahun 2018. Hingga bulan November, pebulutangkis berusia 23 tahun ini belum mampu meraih gelar. Padahal, Sindhu beberapa kali tampil di final BWF World Tour.

Di India Open pada awal Februari lalu, Sindhu yang diunggulkan juara di rumahnya sendiri, justru kalah dari pemain Amerika Serikat, Zhang Beiwen di final. Lalu di final Thailand Open 2018 Super 300 pada pertengahan Juli, Sindhu takluk dari pemain Jepang, Nozomi Okuhara.

Bahkan, tidak hanya gagal meraih gelar BWF World Tour, Sindhu juga kalah di final dua kejuaraan paling bergengsi. Dia kalah di final World Championship alias Kejuaraan Dunia dan juga Asian Games 2018 plus Commonwealth Games. Duh,  kekalahan-kekalahan seperti itu tentunya merusak kepercayaan diri.

Namun, Sindhu rupanya tetap berpikir positif meski terus-terusan kalah di final. Pemain jangkung berbadan atletis yang berada di rangking 3 dunia ini rupanya masih percaya, selalu ada kesempatan keenam setelah lima kekalahan di final sebelumnya.

Sindhu bukan lagi spesialis runner-up/Foto: India Today
Sindhu bukan lagi spesialis runner-up/Foto: India Today
Dan, turnamen BWF World Tour Finals 2018 yang digelar dengan sistem round robbin (pemain terbagi dalam dua grup dan satu grup diisi empat pemain) rupanya menjadi kesempatan bagi Sindhu untuk memulihkan pikirannya dari  kegagalan-kegalannya di masa lalu.

Di pertandingan pertama, dia mengalahkan pemain Jepang, Akane Yamaguchi yang mengalahkannya di final BWF Super Series Finals 2017. Lalu, di pertandingan kedua dia menang atas pemain rangking 1 dunia, Tai Tzu-ying yang seperti membalas kekalahan di final Asian Games 2018 di Jakarta pada Agustus lalu.

Dan di final, Sindhu menang straight game 21-19, 21-17 atas Nozomi Okuhara. Kemenangan yang seperti mengobati luka atas kekalahan di final Thailand Open dan final Kejuaraan Dunia 2017. Sindhu pun akhirnya menutup tahun 2018 dengan gelar juara. Senyuman manisnya akhirnya keluar.

"Saya sungguh bangga dan terharu, tahun ini berakhir dengan cantik. Banyak orang selalu bertanya kepada saya, mengapa saya selalu kalah di final. Kini, saya pikir pertanyaan itu tidak akan datang lagi," ujar Sindhu seperti dikutip dari media Tiongkok, Xinhua.

Dari Shi Yuqi, Kita Belajar Move on dari Kegagalan

Tidak hanya dari Sindhu, kita juga bisa menangkap pelajaran tentang pentingnya belajar dari kegagalan dan mengubahnya menjadi keberhasilan pada diri tunggal putra Tiongkok, Shi Yuqi. Anak muda berusia 22 tahun ini berhasil mengalahkan ketakutannya. Shi Yuqi menjadi juara setelah menang atas pemain Jepang, Kento Momota. Shi Yuqi akhirnya bisa mengalahkan pemain rangking 1 dunia tersebut.

Shi Yuqi, belajar dari kegagalan/Foto: Getty Images/Fox Sport Asia
Shi Yuqi, belajar dari kegagalan/Foto: Getty Images/Fox Sport Asia
Sebelumnya, Momota (23 tahun) bak monster menakutkan bagi Shi Yuqi. Setiap berhadapan dengan Momota, dia seperti kalah duluan. Salah satunya di final Kejuaraan Dunia 2018 di Nanjing, Tiongkok pada awal Agustus lalu. Shi Yuqi kalah telak 11-21, 13-21 dari Momota.

Namun, Shi Yuqi rupanya belajar dari kegagalan. Kali ini, dia menghadapi Momota dengan bekal 'strategi perang' ala Sun Tzu. Dia tahu apa yang harus dilakukan, dia juga sudah mempelajari permainan Momota. Dan, dia pun menang meyakinkan 21-12, 21-11 atas Momota.

"Saya sebelumnya belum pernah mengalahkan Momota. Karenanya, kemenangan ini sungguh luar biasa, apalagi di turnamen yang spesial. Saya telah mempelajari permainannya. Dan terpenting, saya bisa melaksanakan apa yang saya rencanakan," ujar Shi Yuqi.

Momota pun mengakui Shi Yuqi kali ini lebih baik dari dirinya. Terutama dalam permainan di depan net. "Di kejuaraan dunia lalu, dia tidak bereaksi cepat di depan net. Tapi kali ini berbeda. Mungkin dia telah mempelajari gaya main saya. Dia punya persiapan lebih baik. Smashnya juga tajam dan akurat. Saya kewalahan mengembalikannya," kata Momota.

Seperti Huang/Wang, kita tak perlu merasa inferior

Kita juga bisa mendapati pelajaran untuk percaya diri dan tidak merasa inferior dari orang lain lewat pasangan ganda campuran Tiongkok, Wang Yilyu/Huang Dongping. Wang dan Huang menjadi juara setelah akhirnya mampu mengalahkan rekan senegaranya yang lebih difavoritkan juara, Zheng Siwei/Huang Yaqiong.

Wang (24 tahun) dan Huang (23 tahun) sebenarnya pasangan ganda campuran top. Mereka merupakan juara Kejuaraan Asia 2018, finalis Kejuaraan Dunia 2018 dan peraih medali perunggu Asian Games 2018. Mereka seringkali menjadi tembok tebal yang sulit dikalahkan pemain Indonesia. Namun, ketika bertemu Siwei/Yaqiong, mereka justru bak inferior.

Faktanya, dari empat kali bertemu di final di turnamen BWf World Tour tahun ini, mereka selalu kalah. Yakni di Malaysia Open, Japan Open dan Fuzhou China Open. Kekalahan paling menyesakkan terjadi di final Kejuaraan Dunia. Toh, pada akhirnya, mereka mendapatkan kesempatan untuk juara di tahun ini setelah mengalahkan Siwei/Yaqiong di final BWf World Tour Finals 2018. Mereka menang rubber game 23-21, 16-21, 21-18

Pada akhirnya, kita bisa menarik benang merah kesamaan dari gelar yang diraih Sindhu, Shi Yuqi dan juga Huang/Wang. Bahwa lapangan bulutangkis itu menyukai mereka yang tidak mudah berputus asa, juga mereka yang tetap berpikir positif ketika gagal sembari belajar dari kegagalan. Orang-orang seperti inilah yang akhirnya dihampiri kesuksesan. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun