Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Inspirasi dari Para Juara BWF World Tour Finals 2018

18 Desember 2018   22:46 Diperbarui: 18 Desember 2018   22:58 1419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan di final, Sindhu menang straight game 21-19, 21-17 atas Nozomi Okuhara. Kemenangan yang seperti mengobati luka atas kekalahan di final Thailand Open dan final Kejuaraan Dunia 2017. Sindhu pun akhirnya menutup tahun 2018 dengan gelar juara. Senyuman manisnya akhirnya keluar.

"Saya sungguh bangga dan terharu, tahun ini berakhir dengan cantik. Banyak orang selalu bertanya kepada saya, mengapa saya selalu kalah di final. Kini, saya pikir pertanyaan itu tidak akan datang lagi," ujar Sindhu seperti dikutip dari media Tiongkok, Xinhua.

Dari Shi Yuqi, Kita Belajar Move on dari Kegagalan

Tidak hanya dari Sindhu, kita juga bisa menangkap pelajaran tentang pentingnya belajar dari kegagalan dan mengubahnya menjadi keberhasilan pada diri tunggal putra Tiongkok, Shi Yuqi. Anak muda berusia 22 tahun ini berhasil mengalahkan ketakutannya. Shi Yuqi menjadi juara setelah menang atas pemain Jepang, Kento Momota. Shi Yuqi akhirnya bisa mengalahkan pemain rangking 1 dunia tersebut.

Shi Yuqi, belajar dari kegagalan/Foto: Getty Images/Fox Sport Asia
Shi Yuqi, belajar dari kegagalan/Foto: Getty Images/Fox Sport Asia
Sebelumnya, Momota (23 tahun) bak monster menakutkan bagi Shi Yuqi. Setiap berhadapan dengan Momota, dia seperti kalah duluan. Salah satunya di final Kejuaraan Dunia 2018 di Nanjing, Tiongkok pada awal Agustus lalu. Shi Yuqi kalah telak 11-21, 13-21 dari Momota.

Namun, Shi Yuqi rupanya belajar dari kegagalan. Kali ini, dia menghadapi Momota dengan bekal 'strategi perang' ala Sun Tzu. Dia tahu apa yang harus dilakukan, dia juga sudah mempelajari permainan Momota. Dan, dia pun menang meyakinkan 21-12, 21-11 atas Momota.

"Saya sebelumnya belum pernah mengalahkan Momota. Karenanya, kemenangan ini sungguh luar biasa, apalagi di turnamen yang spesial. Saya telah mempelajari permainannya. Dan terpenting, saya bisa melaksanakan apa yang saya rencanakan," ujar Shi Yuqi.

Momota pun mengakui Shi Yuqi kali ini lebih baik dari dirinya. Terutama dalam permainan di depan net. "Di kejuaraan dunia lalu, dia tidak bereaksi cepat di depan net. Tapi kali ini berbeda. Mungkin dia telah mempelajari gaya main saya. Dia punya persiapan lebih baik. Smashnya juga tajam dan akurat. Saya kewalahan mengembalikannya," kata Momota.

Seperti Huang/Wang, kita tak perlu merasa inferior

Kita juga bisa mendapati pelajaran untuk percaya diri dan tidak merasa inferior dari orang lain lewat pasangan ganda campuran Tiongkok, Wang Yilyu/Huang Dongping. Wang dan Huang menjadi juara setelah akhirnya mampu mengalahkan rekan senegaranya yang lebih difavoritkan juara, Zheng Siwei/Huang Yaqiong.

Wang (24 tahun) dan Huang (23 tahun) sebenarnya pasangan ganda campuran top. Mereka merupakan juara Kejuaraan Asia 2018, finalis Kejuaraan Dunia 2018 dan peraih medali perunggu Asian Games 2018. Mereka seringkali menjadi tembok tebal yang sulit dikalahkan pemain Indonesia. Namun, ketika bertemu Siwei/Yaqiong, mereka justru bak inferior.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun