Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Akhirnya, Ada Senyuman di Wajah Fans Arsenal

3 Desember 2018   15:20 Diperbarui: 3 Desember 2018   15:58 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi fans klub sepak bola sejati itu ternyata tidak mudah. Sebab, bukan sekadar urusan mendukung tim ketika tampil di stadion, rela begadang sampai Subuh demi menonton tim pujaan bermain di pagi buta, ataupun rela "perang" di media sosial demi 'menjaga kehormatan' tim yang dibela dari rundungan para haters.

Bukan hanya itu. Hal paling susah menjadi fans sejati adalah ketika tim yang didukung tengah tidak berada dalam penampilan yang diharapkan. Ketika tim yang didukung tidak lagi seperti dulu. 

Ya, mendukung tim pujaan ketika sedang jaya-jayanya itu gampang banget. Namun, tetap setia ketika tim sedang terpuruk itu tidak mudah ferguso !

Butuh kesabaran, butuh ketenangan, tidak baperan untuk tetap menjadi fans sejati sembari beraharap tim yang didukungnya kembali ke masa-masa menyenangkan seperti dulu. Situasi seperti itu yang dialami pendukung Arsenal.

Dulu, di era saya masih SMA dan di awal-awal kuliah pada pertengahan era 90-an hingga awal era 2000-an, Arsenal adalah tim keren. 

Era ketika Arsene Wenger kali pertama datang, Arsenal langsung menjadi penantang utama Manchester United. Nama-nama seperti Ian Wright, Dennis Bergkamp, Tony Adams, Paul Merson dan kiper berambut gondrong, David Seaman, membuat Arsenal meraih gealr dobel di musim 1997/98.

Pun, ketika era Thierry Henry datang yang diikuti Robert Pires dan semakin melekatkan tim ini pada pemain-pemain Prancis, setelah sebelumnya punya Nicholas Anelka dan Emmanuel Petit, menjadi "pondasi" kuat tim Arsenal yang tidak terkalahkan dalam satu musim pada 2003/04. Pendek kata, Arsenal kala itu keren. 

Sayangnya, gelar di musim 2003/04 ternyata menjadi yang terakhir bagi Arsenal. Setidaknya, hingga kini, The Gunners belum mampu lagi jadi juara Liga Inggris. 

Malah, dalam beberapa tahun terakhir, Arsenal dan Wenger justru menjadi tim dan pelatih yang paling sering di-bully warganet di Indonesia. Arsenal dibilang "klub lawak".

Duh, betapa menyakitkan sebutan itu. Sungguh sebutan yang ahistoris. Tetapi memang, prestasi Arsenal mentok begitu-begitu saja. 

Malah, musim lalu, mereka gagal lolos ke Liga Champions setelah mengakhiri Liga Inggris di luar posisi empat besar. Arsenal pun berpisah dengan Wenger. Era baru pun dimulai. Era Unai Emery.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun