Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

PR dari Hong Kong yang Perlu Segera Diberesi PBSI

20 November 2018   09:00 Diperbarui: 20 November 2018   11:23 2870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jonatan Christie, bisa mengambil pelajaran dari Hongkong Open 2018/Foto: WartaKota

Ambil contoh Jonatan, dia harus memeras keringat selama 1 jam 4 menit saat melawan Momota. Dan, berada di lapangan selama 1 jam lebih dengan menghadapi pemain seperti Momota yang memiliki pola serangan 'menyebalkan' dan pertahanan mengagumkan, tentu saja akan membuat lawannya frustrasi.  

Dikutip dari badmintonindonesia.org, Jonatan menyebut di  game pertama sebenarnya dirinya bisa menikmati permainan. Sayangnya, saat poin 20-15, Jonatan tak mampu segera menyelesaikan laga. Malah dia dipaksa empat kali melewati setting point sebelum menang 24-22. 

"Memang disayangkan saat poin 20-15 harusnya bisa game dan hemat tenaga. Di game kedua Momota banyak mengarahkan bola yang menyulitkan saya, akurasi penempatannya bagus. Ini membuat tenaga saya cukup terkuras," kata Jonatan usai pertandingan.

"Hal yang sama terjadi di game ketiga, dia lebih fokus dan akurasi bolanya tepat hingga di sudut lapangan. Dari sebelumnya sudah tahu bahwa Momota memang matang pukulannya dan saya dikontrol oleh dia, sehingga fisik saya memang dua kali lipat lebih keluar," sambung dia.

Sementara di tunggal putri, tanpa adanya Gregoria Mariska Tunjung yang cedera dan juga Fitriani, ceritanya bisa ditebak. Dua pemain Indonesia, Ruselli Hartawan dan Dinar Dyah Ayustine yang mengawali turnamen dari babak kualifikasi, hanya mampu bertahan hingga putaran pertama. Ini bak cerita ulangan yang seringkali terjadi di turnamen BWF tahun ini. Kecuali kisah Gregoria Mariska yang beberapa kali mampu menciptakan kejutan dashyat.

Di ganda putri, untuk kesekian kalinya, pasangan Greysia Polii/Apriyani Rahayu lagi-lagi harus terhenti di semifinal. Entah ini sudah yang keberapa kali, mereka terhenti di babak semifinal. Di Kejuaraan Dunia 2018, di Asian Games 2018, di Denmark Open 2018, di China Open 2018, di Japan Open 2018.

Dan sampean (Anda) tahu, dari semua kekalahan di semifinal yang dialami Greysia/Apriyani yang saya sebutkan di atas, semuanya terjadi gara-gara ganda putri Jepang. Di Hongkong Open, Greysia/Apriyani kalah dari ganda putri nomor 1 dunia, Yuki Fukushima/Sayaka Hirota seperti halnya di Japan Open dan Denmark Open 2018. 

Lalu, merek kalah dari ganda putri peraih medali emas Olimpiade 2016, Misaki Matsutomo di semifinal Asian Games dan China Open. Dan di kejuaraan Dunia, Greysia/Polii takluk dari Mayu Matsumoto/Wakana Nagaraha.

Tidak hanya Greysia/Polii, pasangan Rizki Amelia Pradipta/Della Destiara Haris juga takluk dari Hirota/Fukushima di babak perempat final Hongkong Open 2018.

Andai ganda putri Jepang ini sejenak berlibur dan tidak ikut turnamen BWF, Greysia/Polii kemungkinan besar bakal panen gelar di tahun ini. Ah, PBSI memang wajib mencari strategi khusus untuk mengalahkan ganda putri Jepang.

Bagaimana di ganda campuran?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun