Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Seperti Arsenal, Beranilah Keluar dari Zona Nyaman Melenakan

3 November 2018   07:00 Diperbarui: 3 November 2018   12:56 834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa sih salahnya zona nyaman sehingga ia acapkali disalahkan? Sehingga, ada banyak kata sakti memotivasi bahkan lagu yang mengajak orang untuk meninggalkan zona nyaman. Keluar dari zona nyaman.

Saya bukan pembenci zona nyaman. Justru, saya menyukai kenyamanan. Sebab, di manapun, kita sejatinya menginginkan kenyamanan. Sebuah ketenangan batin. Di rumah, kita butuh kenyamanan dalam berkeluarga. Di tempat kerja, kita perlu merasa nyaman dengan apa yang kita kerjakan. Merasa nyaman dengan lingkungan kerja. Bukankah mayoritas orang seperti itu?

Dan memang, sebenarnya tidak ada yang salah dengan zona nyaman. Yang salah adalah bila zona nyaman itu ternyata melenakan. Bila kenyamanan itu "menutup pintu" pada hal-hal baru yang inovatif. Bila yang menjalaninya jadi terlena dengan situasi berulang yang begitu-begitu saja tanpa ada niatan untuk berubah menjadi lebih baik. Zona nyaman jenis ini yang keliru.

Gambaran seperti itu yang pernah dialami klub Inggris, Arsenal. Arsenal pernah merasakan zona nyaman ketika masih dilatih oleh Arsene Wenger.

Sejak pria Prancis ini datang melatih pada awal musim 1996-97, Arsenal langsung merasa nyaman. Klub berlogo meriam ini meraih gelar demi gelar di awal kepemimpinan Wenger. Di satu dekade pertama Wenger bertugas, Arsenal meraih tiga (3) trofi Liga Inggris, empat (4) trofi Piala FA plus empat kali juara FA Community Shield. Wenger bahkan pernah membawa Arsenal tidak terkalahkan dalam satu musim (2003-04).

Bahkan, tepat pada 10 tahun era Wenger, Arsenal untuk kali pertama tampil di final Liga Champions. Sayangnya, Arsenal gagal menjadi tim London pertama yang bisa juara Liga Champions usai kalah 1-2 dari Barcelona.

Di periode dekade kedua, Arsenal mulai kesulitan bersaing dalam perebutan gelar juara Liga Inggris. Meski, Arsenal masih bisa meraih tiga Piala FA dan tiga trofi Community Shield.

Namun, setelah 20 tahun kepemimpinan Wenger, Arsenal mulai "terjebak" dengan kenyamanan yang melenakan. Setiap musim, mereka tidak perlu repot-repot melakukan perubahan. Lha wong pelatihnya tetap. Lha wong pemain-pemain yang datang juga palingan satu dua. Awal musim dilalui tanpa ada friksi. Nyaman saja. Sayangnya, semua itu melenakan Arsenal.

Jangankan menjadi juara, Arsenal "turun kelas" dari tim pemburu gelar menjadi tim pemburu zona Liga Champions. Yang penting lolos ke Liga Champions. Gelar Liga Inggris 2003-2004 silam menjadi yang terakhir.

Malah, di kalangan warganet, Arsenal menjadi klub yang paling sering di-bully. Dibilang "klub lawak" lha (ungkapan warganet merujuk kekalahan yang tidak biasa). Dibilang paling sering "masuk gua" lha (bahasa warganet merujuk tim yang kalah).

Wenger sendiri bukannya tidak pernah "digoyang". Dalam empat tahun terakhir, namanya sering dikabarkan oleh media akan didepak. Namun, baru di akhir musim 2017/18, Wenger benar-benar berpisah dari Arsenal. Dengan "kado pahit", Arsenal gagal lolos ke Liga Champions.  

Maka, Arsenal pun memulai era baru. Mereka keluar dari zona nyaman. Era baru Arsenal dimulai dengan kedatangan pria asal Spanyol bernama Unai Emery. Kepada pria berusia 46 tahun yang musim lalu melatih Paris Saint Germain inilah, Arsenal berharap bisa berubah menjadi lebih baik.

Namun, perubahan memang memiliki dua kemungkinan. Bisa situasinya menjadi lebih baik. Atau malah memburuk. Tapi satu yang pasti, perubahan membutuhkan waktu. Terlebih perubahan di sepak bola. Tidak bisa langsung berubah dengan mantra sakti.

Arsenal pun begitu. Di awal musim, Emery tak mampu meraih start bagus. Arsenal mengalami dua kekalahan beruntun. Dalam debutnya di Liga Inggris, Arsenal yang menjadi tuan rumah, kalah 0-2 dari juara bertahan, Manchester City. Di pekan kedua, Arsenal kembali takluk, 2-3 dari tim tetangga, Chelsea.

Dua kekalahan itu pun membuat orang mulai pesimis pada kualitas Emery. Mereka kembali teringat Wenger. Emery dianggap tidak akan mampu membawa Arsenal keluar dari bayang-bayang Wenger dengan segala kenyamanannya selama 22 tahun di klub London Utara itu.  

Dan memang, perubahan itu butuh waktu. Di pekan ketiga, Arsenal meraih kemenangan pertama dengan mengalahkan sesama tim London,West Ham United 3-1 pada 25 Agustus lalu.

Hebatnya, sejak itu, Arsenal tidak pernah lagi merasakan kekalahan. Sebanyak 13 laga di semua kompetisi (Liga Inggris, Europa League dan Piala Liga) dilalui dengan 12 kemenangan dan sekali hasil imbang.

Emery telah berhasil membawa Arsenal ke "habitat" mereka yang sebenarnya: di papan atas. Hingga pekan ke-10 Liga Inggris, Arsenal berada di peringkat keempat dengan 22 poin.

Emery juga telah mampu menghadirkan kenyamanan dalam artian positif. Bukan kenyamanan yang melenakan. Lihat saja, pemain-pemain Arsenal bisa bermain dengan gembira di lapangan.  

Mesut Ozil telah melupakan masalahnya dengan Timnas Jerman dengan kembali rajin membuat assist (umpan berbuah gol). Alexander Lacazette dan Pierre Emerick Aubameyang kini bergantian merayakan gol. Lucas Torriera, salah satu "anak baru" asal Uruguay yang baru datang di musim ini, juga telah menemukan kenyamanan bermain di lini tengah.

Mesut Ozil dkk, kembai menemukan kegembiraan bermain/Foto: Reuters
Mesut Ozil dkk, kembai menemukan kegembiraan bermain/Foto: Reuters
Pendek kata, Arsenal kini punya passion. Arsenal telah mampu keluar dari zona nyaman yang melenakan seperti musim sebelumnya. Dengan kompetisi masih panjang, mereka berpeluang memburu gelar.

Namun, ada satu hal yang masih harus dibuktikan Emery. Yakni, menghapus stigma "tim yoyo" yang dulu disematkan kepada Arsenal. Seperti yoyo yang naik turun bila dimainkan, capaian Arsenal pun dulu begitu.  

Nah, malam nanti, di pekan ke-11 Liga Inggris, Arsenal akan menemukan "panggung" yang tepat untuk menghapus stigma tim yoyo itu. Arsenal akan menjamu tim yang juga tengah tampil hebat: Liverpool. Andai bisa menang, Emery dan Arsenal memang sedang menjalani musim yang menjanjikan.

Hingga pekan ke-10, Liverpool belum terkalahkan. Meraih 8 kemenangan dan 2 kali hasil imbang. Liverpool kini ada di posisi 2, bersanding dengan Manchester City dengan sama-sama mengumpulkan 26 poin. 

Tak hanya hasil bagus, Liverpool juga datang dengan rekor tidak pernah kalah dari Arsenal dalam enam pertemuan terakhir di Liga Inggris. Fakta yang bisa membuat pemain-pemain Arsenal jeri sekaligus penasaran.

Bagaimana persiapan Emery?

Emery rupanya tetap setia meneruskan kebiasaannya. Kebiasaan menganalisis permainan calon lawan timnya melalui rekaman video. Baginya, untuk menang, tidak cukup hanya dengan berlatih keras. Tetapi juga harus mengetahui kekuatan dan kelemahan calon lawan seperti ajaran Sun Tzu dalam The Art of War yang tersohor itu.

"Dengan cara seperti ini, saya bisa lebih akrab dengan pemain dalam mendiskusikan cara apa yang harus kami lakukan untuk mengalahkan Liverpool," ujar Emery dikutip dari The Football Faithful.

Andai Arsenal benar bisa mengalahkan Liverpool bahkan bisa terus berada di papan atas hingga akhir musim, mudah untuk menyebut Emery telah berhasil di musim pertamanya. Dia telah berhasil menaklukkan Liga Inggris dan media Inggris yang terkadang sangat kejam bagi pendatang sepertinya.

Terlepas dari itu, Arsenal mulai merasakan manisnya keberanian keluar dari nyaman di akhir musim lalu. Kini, mereka tengah menikmati kenyamanan dalam bentuk lain. Kenyamanan yang membuat mereka punya gairah untuk meraih hasil bagus di pekan demi pekan. Bukan kenyamanan palsu yang melenakan. Salam.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun