Kita tak terlibat Piala Dunia demi keamanan antar bangsa
Lagipula, Piala Dunia itu cua urusan negara-negara kecil
Karena China, India, Rusia dan kita tak turut serta
Sehingga cukuplah Indonesia jadi penonton lewat satelit saja
Sebenarnya, jejak Indonesia pernah tampil di Piala Dunia, pernah ada di Piala Dunia 1938 yang digelar di Prancis. Meski, Indonesia waktu itu bernama Dutch East Indies (Hindia Belanda) dan langsung kalah 0-6 dar Hungaria di pertandingan penyisihan yang dimainkan di Kota Reims.
Toh, peta negara Indonesia sudah ditandai oleh induk organisasi sepak bola dunia (FIFA) sebagai negara yang pernah tampil di Piala Dunia. Tak percaya? Silahkan mampir ke Wikipedia dan baca keterangan tentang Piala Dunia 1938.
 Namun, apalah arti mengenang kejayaan masa lalu. Keasyikan mengenang hanya akan membuat kita hidup dalam mimpi dan mungkin akan menolak dibangunkan dari mimpi indah itu. Jika sudah begitu, kita lupa ternyata mimpi itu sudah jauh tertinggal di belakang.
Sebenarnya, jika Tuhan tengah memeluk mimpi rakyat negeri ini seperti kata Andrea Hirata, lalu mengapa Tuhan seolah lama sekali "membolehkan" Tim Garuda bisa tampil di Piala Dunia? Ah, mungkin kita masih belum dianggap layak oleh "Sang Pemeluk Mimpi" untuk merasakan mimpi itu jadi kenyataan.
Mungkin karena Tuhan ingin kita berkaca. Bahwa kita masih seringkali mengumbar ketidaksabaran di sepak bola. Kita belum bisa bersikap kalem. Itu terlihat dari kegemaran kita berganti-ganti pelatih. Orientasi keberhasilan sepak bola kita seringkali masih hasil jangka pendek yang dinilai per turnamen. Karenanya, jika gagal meraih target, kita merasa gagal. Padahal, masih ada target yang lebih besar. Maka, pergantian pelatih pun dianggap sebagai solusi.
Padahal, ketika ada pelatih baru, cenderung akan terjadi pergantian beberapa pemain yang membela timnas, sesuai strategi pelatih. Pun, juga muncul perubahan pola permainan sesuai yang diterapkan pelatih baru. Pendek kata, kita seolah kembali memulai dari nol.
Selain itu, sejak dulu kita juga masih sering kegenitan mencampur adukkan sepak bola dengan kehidupan di luar bola. Di sini, beberapa orang pernah latah mengklaim sukses timnas karena jasanya. Mereka maunya mengeksploitasi keberhasilan timnas untuk kepentingan diri dan kelompok tertentu. Sepak bola sudah seperti tambang emas yang tak pernah habis untuk dieksploitasi. Sepak bola terkadang direkayasa sedemikian rupa untuk 'kendaraan' politik.