Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Lagu "Father and Son" dan Garuda Muda yang Tak Boleh Meratap dalam Penyesalan

23 Oktober 2018   13:55 Diperbarui: 24 Oktober 2018   07:26 2101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Egy Maulana Vikri dan Rachmat Irianto, harus bangkit saat melawan Uni Emirat Arab/Foto: Medis NYSNmedia.com

Perasaan campur aduk membuncah kala menyaksikan pertandingan Timnas Indonesia U-19 menghadapi Timnas Qatar U-19 pada pertandingan kedua Grup A Piala Asia U-19 2018, di Stadion Gelora Bung Karno, Minggu (21/10/2018) lalu.

Menyaksikan pertandingan itu, saya yakin ada jutaan suporter Indonesia yang awalnya lesu bahkan mungkin patah semangat kala melihat Garuda Muda tertinggal 1-6. Lantas, keputusasaan itu berubah menjadi kebanggaaan luar biasa demi melihat perjuangan mereka mengejar ketertinggalan hingga menjadi 5-6.  

Namun, saya juga yakin ada jutaan suporter Indonesia yang mungkin menyesal mengapa gawang Timnas begitu mudah kebobolan di babak pertama. Kita mungkin beranda-andai, andaikan pertahanan timnas di babak pertama tidak seperti "rumah laba-laba" yang begitu rapuh dan mudah ditembus, kita mungkin akan bisa memenangi pertandingan dan mungkin sudah lolos ke babak berikutnya.

Namun, penyesalan tentunya tinggal penyesalan. Sebab, hasil akhir pertandingan melawan Qatar itu tidak akan bisa diubah oleh penyesalan. Meski, penyesalan itu masih memiliki makna. Ya, terpenting sekarang, bagaimana mereka bisa memaknai penyesalan itu untuk diubah menjadi energi positif saat melawan Uni Emirat Arab (UEA) di pertandingan terakhir, Rabu (24/10/2018).

Toh, peluang Indonesia untuk lolos ke perempat final masih terbuka. Saat ini, UEA memimpin klasemen Grup A dengan 6 poin, disusul Qatar dan Indonesia yang mengoleksi 3 poin.

Menurut aturan kejuaraan ini, untuk menentukan kelolosan (bila poin dua atau tiga tim sama), yang utama adalah head to head. Baru kemudian selisih gol.

Merujuk pada aturan itu, bila Indonesia menang dengan skor berapapun atas UEA, akan lolos ke perempat final. Sebab, bila di waktu bersamaan, andai Qatar juga menang atas Taiwan, maka ketiga tim teratas di Grup A punya poin sama 6 poin. Head to head nya pun berimbang. Indonesia mengalahkan UEA, UEA mengalahkan Qatar dan Qatar mengalahkan Indonesia.

Nah, bila seperti itu, baru selisih gol yang akan dipakai. Lho, bukankah selisih gol UEA paling bagus (memasukkan 10 gol dan kemasukan 2 gol, 10-2) dibanding Qatar (7-7) dan Indonesia 8-7)?

Benar. Namun, dari beberapa referensi yang saya baca, bila sudah seperti ini (bila ketiganya punya nilai sama dan head to head berimbang), maka gol kemenangan atas tim peringkat 4 yakni Taiwan, tidak lagi menentukan. Yang dihitung hanyalah gol head to head atas tiga tim teratas. Jadi hitungannya, selisih gol Indonesia akan jadi 6-6 (bila menang 1-0 atas UEA), lalu Qatar 7-7 dan UEA 2-2. Dengan begitu, Qatar dan Indonesia yang akan lolos.

Ini bunyi aturan yang dipakai untuk meloloskan dua tim ke perempat final. 

Teams are ranked according to points (3 points for a win, 1 point for a draw, 0 points for a loss), and if tied on points, the following tie-breaking criteria are applied, in the order given, to determine the rankings:

 
1. Points in head-to-head matches among tied teams;
2. Goal difference in head-to-head matches among tied teams;
3. Goals scored in head-to-head matches among tied teams;

Rumit? Memang.

Namun, sejatinya tidak akan serumit itu. Terpenting adalah bagaimana Timnas U-19 bisa meraih kemenangan atas UEA di pertandingan besok. Itu dulu. Kalaupun Qatar ternyata dikejutkan oleh Taiwan, semisal Taiwan menang, maka Indonesia hanya butuh hasil imbang. Dan kalaupun Qatar bermain draw dengan Taiwan sehingga Indonesia akan menjadi juara grup (bila menang atas UEA), anggap saja itu bonus.

Masukan untuk Garuda Muda

Nah, ada yang lebih penting dari sekadar mengutak-atik peluang lolos Indonesia. Yakni, dengan cara bagaimana Indonesia akan bisa mengalahkan UEA?

Sebab, dalam dua kali pertandingan yang sudah dijalani, UEA jelas meraih hasil lebih bagus dari Indonesia. UEA mengalahkan Qatar 2-1 dan menang 8-1 atas Taiwan alais Chinese Taipei. Sementara Indonesia menang 3-1 atas Taiwan dan kalah 5-6 dari Qatar.  

Perihal pertanyaan ini, saya ingin mengutip beberapa masukan warganet yang berseliweran di media sosial. Meski memang ada banyak komentar mereka yang asal dan bahkan mem-bully--sehingga pelatih Timnas U-16 Fahry Husaini menyebut tak perlu mendengarkan masukan netizen yang tidak bisa main bola--tetapi ada juga masukan mereka juga keren.

Diantaranya harapan agar Indra Sjafri tidak memainkan permainan ball possession yang terlalu ke dalam. Lebih jelasnya, jangan terlalu sering memainkan operan kepada kawan sendiri di area pertahanan sendiri.

Dan memang, ketika melawan Qatar, beberapa kali pola deep ball possesioon itu membuat kita terlambat menyerang dan terkadang gagap ketika bola bisa dicuri lawan. Malah, ada momen ketika bola lemparan kiper Muhammad Riyandi ke pemain belakang, bisa rebut lawan yang tentunya sangat membahayakan.

Harapan lainnya adalah agar si bocah ajaib asal Papua, Todd Rivaldo Alberth Ferre bisa dimainkan sebagai starter bersama Eggy Maulana Vikri dan Saddil Ramdani sebagai trisula di lini depan dalam pola false 9 alias "penyerang palsu".

Ini juga ada benarnya. Bukan hanya karena Rivaldo mencetak tiga gol dashyat kala melawan Qatar meski baru masuk di babak kedua. Lebih dari itu, penempatan Muhamamad Rafly Nursalim sebagai "prima punta" alias penyerang utama di lini depan, sejauh ini belum memperlihatkan hasil sesuai harapan.     

 Masukan lainnya, lini tengah Timnas U-19 belum memiliki "pemain garang" seperti duet Zulfiandi dan Hargianto di Timnas U-19 dulu. Sehingga, lini pertahanan rentan langsung berhadapan dengan serangan musuh karena tidak adanya "penyaring" di lini tengah.

Luthfi Kamal dan Syahrian Abimanyu selama ini bagus, tetapi keduanya seorang pengumpan handal, bukan breaker alias pemutus serangan. Sebenarnya ada Asnawi Mangkualam yang dulu main di posisi itu dan punya tackling bagus. Namun, dia kini diposisikan  sebagai bek kanan dan ternyata bermain bagus.

Dan, sorotan paling tajam warganet, ada pada bek tengah yang juga kapten Timnas U-19, Nurhidayat Haji Harris. Ada banyak netizen yang menyebut bek tengah bernomor punggung 5 ini beberapa kali melakukan blunder yang berbuah gol Qatar. Karenanya, beberapa netizen menyarankan agar Nurhidayat "diparkir" saat melawan UEA.

Tentu, keputusan memainkan Nurhidayat atau tidak di laga melawan UEA, ada pada Indra Sjafri. Saya pun sependapat bila Nurhidayat memang tidak tampil lugas dan garang saat melawan Qatar---soal lugas dan garang ini, dia perlu mencontoh pendahulunya, Hansamu Yanma.

Meski, saya pribadi menganggap keputusan "menghukum" Nurhidayat dengan tidak memainkannya kok terlalu kejam. Anggap saja ketika melawan Qatar itu hari buruknya Nurhidayat.

Memaknai "Father and Son"

Saya yakin, dia juga menyesal telah bermain tidak sesuai harapannya ketika melawan Qatar. Saya yakin, dia pastinya gregetan ketika melihat siaran ulang gol-gol Qatar. Pun, pemain-pemain Timnas U-19 nya juga menyesal mengapa terlambat panas di babak kedua ketika lawan sudah mencetak setengah lusin gol. Penyesalan itu terlihat dari wajah-wajah mereka seusai laga ketiak disorot kamera TV.

Dan, bagi anak muda seperti Nurhidayat dan kawan-kawannya, menyesal itu merupakan tanda bagus dalam proses belajar menjadi pemain matang.

Dengan menyesali kesalahan, mereka akan belajar banyak hal. Pada akhirnya, mereka akan bertekad untuk tampil lebih baik dan tidak lagi mengulangi kesalahan mendasar seperti sebelumnya. Begitulah harapan di laga melawan UEA besok.

Bicara tentang anak muda yang yang masih berproses tumbuh sehingga tidak luput melakukan kesalahan lantas menyesalinya, saya teringat dengan lagu "Father and Son". Sebuah lagu lama yang liriknya begitu menyentuh.

Dulu, sebelum era Youtube, saya tahunya lagu ini dinyanyikan Ronan Keating pada tahun 2004 silam (ternyata Boyzone bahkan sudah menyanyikanya di tahun 1995). Lalu Rod Stewart ikut menyanyikannya pada 2006 di album Still the Same...Great Rock Classics of our Time". Bahkan, band heavy metal Indonesia, Power Slaves pernah meng-cover lagu ini di tahun 2001 silam.

Namun, lagu ini baru benar-benar meledak dashyat setelah menjadi salah satu pengisi soundtrack film Guardians Galaxy Vol2. Ketika Peter Quill memutar lagu ini melalui walkman nya yang memang berisi lagu-lagu keren itu saat pemakaman Yondu. Nuansanya sungguh dapat.

Dan sejak itu, banyak orang mencari lagunya di Youtube. Beberapa komentar di kolom komentar mengaku baru tahu lagu ini "gara-gara cintanya pada Yondu dan menganggap Guardians Galaxy Vol2" film superhero dengan ending paling menyentuh. Dan, banyak orang yang akhirnya baru tahu bahwa "Father Son" sudah ada sejak tahun 1975 saat pertama kali dibawakan oleh Cat Stevens.

Bicara Father and Son, saya tidak ingin menonjolkan perpisahannya. Saya tidak ingin Timnas U-19 berucap selamat tinggal pada Piala AFC U-19. Namun, saya ingin mengutip liriknya yang memotivasi anak-anak muda untuk belajar dari penyesalan.

Anak-anak muda yang tidak luput dari salah, tetapi masih mereka punya waktu (untuk memperbaikinya).

Bunyi petikan liriknya begini:  

It's not time to make a change,

Just relax, take it easy

You're still young, that's your fault,

There's so much you have to know

Look at me, I am old, but I'm happy

I was once like you are now, and I know that it's not easy,

To be calm when you've found something going on

But take your time, think a lot,

Why, think of everything you've got

For you will still be here tomorrow, but your dreams may not

It's not time to make a change,

Just sit down, take it slowly

You're still young, that's your fault,

There's so much you have to go through

Ya, semoga tim Garuda Muda bisa memaknai penyesalan mereka setelah kekalahan dari Qatar. Memaknai penyesalan sehingga membuat mereka tampil lebih tenang dan lebih baik saat melawan UEA besok.

Seperti ucapan Indra Sjafri yang dikutip akun instagram @pssi_fai, "Sepak bola itu memberikan inspirasi. Saya saja terinspirasi mereka. Teman-teman dan masyarakat kemarin ada yang pesimis, tetapi mereka (para pemain) bangkit. Ini yang harus kami tonjolkan dan harus kita bangkitkan.

Semua harus optimistis. Kita bangsa Indonesia harus selalu menjadi bangsa yang optimistis. Jangan bangsa yang kalah sebelum bertanding. Itu yang harus ditanamkan kepada semua orang, tak hanya pemain Timnas U-19".

Selamat berjuang Garuda Muda. Bukan saatnya membesarkan penyesalan dan meratapi kekalahan kemarin. Waktunya bangkit dan "meledak" di pertandingan penentuan. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun