Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Saya, Tabloid BOLA, dan Kisah "Diusir" Guru Matematika

20 Oktober 2018   07:44 Diperbarui: 20 Oktober 2018   08:06 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Matur nuwun BOLa/Foto: CNN Indonesia

Ketika pertama kali bekerja di "pabrik koran" pada bulan keempat 2005 silam, saya baru menyadari satu hal. Bahwa koran tempat saya bekerja dan juga koran-koran yang biasanya saya lihat terpajang di kios koran, ternyata sudah cukup berumur. Bahkan ada yang sudah termasuk tua.

Saya benar-benar kudet (kurang update) karena memang jarang 'bergaul' dengan mereka. Keterbatasan akses membaca membuat masa kecil saya jarang bersentuhan dengan koran (dalam artian rutin setiap hari). Palingan hanya membaca koran-koran bekas yang dulu dibeli nenek di pasar untuk membungkus 'jagung parutan kelapa' yang lantas dijual di pasar. Dari momen itulah, kesukaan membaca dimulai.

Pun, ketika akses mendapatkan koran itu sudah lebih mudah, saya belum tertarik 'bergaul' dengan mereka. Saya tidak 'bertumbuh' dengan mereka. Kala itu, satu-satunya media cetak yang menarik bagi saya hingga akhirnya menjadi kawan akrab sejak SMA ya Tabloid BOLA. Ketika datang ke kios koran, saya hanya mencari dia, bukan yang lain. Koran yang lain sekadar dilihat saja.

Karenanya, ada cukup banyak kenangan tentang BOLA yang hidup dalam ingatan saya. Tidak hanya kenangan terhadap keseruan membaca sajian BOLA, mengkliping gambar pemain idola, juga perjuangan untuk mendapatkan tabloid ini seperti yang telah saya ceritakan di sini  https://www.kompasiana.com/hadi.santoso/5bc75302bde57530b26e7f93/setelah-34-tahun-tabloid-bola-berpamitan-kenapa.

Dari sekian kenangan dengan BOLA, ada satu yang paling tak terlupakan. Tepatnya ketika saya kelas 3 SMA, pada tahun 1999 silam. Saya pernah diusir keluar kelas oleh guru matematika karena kedapatan memegang Tabloid BOLA di kelas.

Ceritanya, kawan-kawan saya di kelas 3 IPA II memang 'doyan' membaca BOLA. Sajian kabar bola dari BOLA itu biasanya jadi bahan obrolan sebelum bermain bola ketika ada jadwal tanding melawan kelas sebelah.

Suatu ketika, ada kawan yang membawa tabloid BOLA ke sekolah. Tabloid yang biasanya dibeli sepulang sekolah itu, keesokan harinya di bawa ke sekolah, dimasukkan ke dalam tas. Kebetulan, waktu itu pelajaran matematika.

Nah, pas zaman SMA dulu, saya memiliki guru matematika yang cukup galak tetapi 'unik' (semoga beliau senantiasa sehat dan berkah ilmunya). Guru matematika saya ini hobi memberikan soal-soal dadakan yang sangat sulit--terlebih bagi saya yang kurang pandai matematika.

Biasanya soal-soal matematika tersebut ditulis di papan tulis (yang masih berwarna hitam). Uniknya, ketika ada murid yang maju ke depan kelas lantas menjawab salah soal itu, pak guru ini lantas mencoba membenarkan jawabannya.   

Di sinilah masalahnya. Ketika membenarkan jawaban dari soal yang salah tersebut, beliau terkadang harus berpikir keras. Terkadang butuh waktu beberapa lama untuk menjawab soal yang beliau tulis sendiri. Selama itu, beliau menghadap papan tulis. Sesekali saja menoleh ke murid-muridnya sembari membenarkan letak kacamatanya.   

Nah, oleh kawan-kawan, sembari menunggu pak guru selesai menjawab sendiri soal sulit yang ditulisnya di papan tulis, Tabloid BOLA yang tersimpan di tas itu lantas dikeluarkan. Begitu puas membaca, kawan saya 'mengoper' ke kawan lainnya. BOLA itu pun berpindah dari meja satu ke meja lainnya. 

Dan, apesnya, ketika BOLA mampir ke meja saya, baru saja saya memegangnya dan belum sempat membaca, pak guru menoleh ke kami. Beliau akhirnya berhasil menuntaskan soal super sulit itu. Dan, pandangannya langsung tertuju kepada saya yang tengah memegang BOLA.

Sedetik kemudian, sambil membenarkan posisi kacamatanya, dia menyuruh saya keluar kelas. "Waktunya pelajaran kok malah baca koran di dalam kelas, keluar sana," begitu kira-kira perintah pak guru matematika saya.

Bagi saya, seorang murid yang waktu itu tidak neko-neko dan termasuk 'anak manis'--yang jangankan bolos sekolah, keluar kelas pas jam kosong pelajaran saja tidak pernah--pengusiran itu sungguh bak tamparan keras. Dan juga membuat saya bingung.

Ya, saya bingung harus ke mana ketika jam pelajaran malah disuruh keluar kelas (apalagi Tabloid BOLA nya tidak boleh dibawa sehingga tidak ada 'teman' untuk mengisi waktu). Mau ke kantin sekolah yang harus melintasi lapangan sekolah, malah malu karena tidak mau dikira kabur dari pelajaran di kelas. Akhirnya, saya pun "bersembunyi" di kamar mandi.

Hingga, ketika pelajaran Matematika itu selesai, saya lantas menemui pak guru ketika dia baru beranjak meninggalkan kelas. Saya lantas meminta maaf. Permohonan maaf yang lantas dijawab singkat oleh beliau "besok jangan diulangilagi". Saya hanya bisa manggut-manggut sembari mengiyakan.

Dan, ketika kembali ke kelas, kawan-kawan pun bersorak. Lebih tepatnya mengolok-ngolok sembari tertawa. Kabar bagusnya, kawan yang membawa Tabloid BOLA itu lantas berujar "Hadi, BOLA e gawe awakmu aeh, gawe kenang-kenangan (BOLA nya buat kamu saja, untuk kenang-kenangan)," ujarnya sambil terkekeh-kekeh.  

Dulu saya menyimpan BOLA kenangan itu di kamar. Saya menatanya hingga bertumpuk-tumpuk dengan edisi tabloid BOLA lainnya yang saya beli sendiri. Ketika akhir pekan, saya kerapkali membaca ulang beberapa edisi yang saya sukai. Namun, ketika saya sudah berkeluarga dan berpindah rumah, tumpukan BOLA itu bernasib seperti koran bekas lainnya. Meski, masih ada beberapa edisi kenangan yang saya simpan.

Kala itu, ulasan paling digemari adalah Serie A Liga Italia yang tengah seru-serunya seiring kedatangan Andriy Shevchenko ke AC Milan juga perseteruan Inter Milan dengan Ronaldo Luiz Nazario nya dan Juventus dengan Zinedine Zidane dan duet "Del-Pippo" alias Alessandro Del Piero dan Filippo Inzaghi. Baik laporan langsung Bung Rayana Djakasuria, maupun tulisan-tulisannya mas Arief Natakusumah, menarik dibaca.

Sementara untuk ulasan Liga Inggris, saya paling suka membaca reportase langsung mbak Dian Savitri ataupun tulisan preview nya Mas Darojatoen juga Bung Dedi Rinaldi.

Karena BOLA, saya tidak hanya cinta pada olahraga. Saya juga mulai cinta menulis. Seringkali menulis tentang catatan penting di sepak bola di buku yang tidak terpakai. Kecintaan itulah yang akhirnya 'membelokkan' cita-cita saya. Dari yang awalnya berniat menjadi ahli teknik kimia--karena anak IPA--lantas bermimpi menjadi wartawan olahraga.

BOLA telah mewarnai masa remaja saya. Pun ketika sudah bekerja menulis di pabrik koran. Karenanya, ada rasa sedih begitu tahu status wartawan senior Kompas, Budiarto Shambazy dan wartawan senior olahraga Hardimen Koto di akun media sosialnya pada 17 Oktober lalu yang mengabarkan tentang akan "tutup usia" nya Tabloid BOLA. Membacanya serasa haru. Ya, BOLA yang telah melintas generasi selama 34 tahun itu, berpamitan kepada pembacanya.

Tetapi memang, dunia dan apa-apa yang ada di dalamnya, akan terus berubah. Tidak ada yang kekal di dunia ini selain perubahan itu sendiri yang akan terus terjadi. Sudah banyak contoh media cetak yang akhirnya berpamitan dengan pembacanya. Namun, ketika yang berpamitan itu Tabloid BOLA, rasanya kok mengharukan.

Pada akhirnya, saya hanya bisa berucap matur nuwun. Terim kasih BOLA telah pernah menjadi 'kawan akrab' yang menumbuhkan kecintaan saya pada olahraga, juga memperkaya wawasan saya. Serta, memberikan kenangan paling tak terlupakan semasa SMA.

Dan, akhir pekan ini, dalam kunjungan ke rumah ibu, saya menetapkan agenda "mencari BOLA yang tersisa di rumah ibu" sebagai salah satu tujuan. Matur nuwun BOLA. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun