Apa serunya memantau sebuah turnamen olahraga di hari pertama? Merujuk pada sistem turnamen yang berlangsung selama sepekan, hari-hari awal yang biasanya mempertandingkan babak penyisihan, biasanya dipenuhi formalitas belaka. Formalitas dalam wujud tim/pemain top yang menjadi unggulan, melenggang mulus ke babak berikutnya karena belum mendapatkan lawan sepadan.
Namun, teori itu tidak sepenuhnya berlaku di bulutangkis. Di bulutangkis, turnamen (papan atas) yang durasinya memakan waktu seminggu, dari babak 32 besar hingga final, keseruan bisa langsung tersaji di hari pertama.
Sebab, tidak ada jaminan pemain-pemain unggulan bisa menang meski melawan pemain non unggulan. Malah, kejutan sering terjadi sebagai penanda kualitas kemampuan pemain bulutangkis yang tampil di turnamen BWF World Tour era sekarang, tidak berbeda jauh.
Gambaran seperti itulah yang terjadi di hari pertama turnamen Denmark Open 2018 yang berlangsung Selasa (16/10/2018) pagi hingga petang waktu setempat atau siang hingga malam waktu Indonesia.
Dua tunggal putri top dunia langsung terhenti
Ya, hari pertama Denmark Open 2018 yang berlangsung di Odense, bak menjadi "kuburan" bagi beberapa pemain top yang menjadi kandidat juara. Utamanya di sektor. Beberapa pemain berstatus unggulan tunggal putra/putri langsung tumbang di hari pertama turnamen BWF World Tour level Super 750 ini.
Kejutan terbesar datang dari sektor tunggal putri. Rasanya tidak ada yang menduga, pemain tunggal putri asal Spanyol, Carolina Marin, yang penampilannya tengah menanjak, langsung out di round 1.
Marin yang merupakan juara eropa 2018 dan juga juara dunia 2018, dikalahkan pemain tuan rumah non unggulan, Mia Blichfeldt lewat rubber game ketat, 19-21, 21-14 dan 19-21 dalam waktu 1 jam 6 menit seperti dikutip dari  bwfworldtour.bwfbadminton.com.
Hasil ini mengejutkan karena penampilan Marin (25 tahun) memang tengah melejit di tahun 2018 ini. Selain meraih gelar juara dunia dan Eropa 2018, pada akhir September lalu dia menjuarai Japan Open 2018 dan China Open 2018. Marin seperti merebut "panggung" dari tunggal putri rangking 1 dunia asal Taiwan, Tai Tzu-Ying yang selepas meraih medali emas Asian Games 2018, penampilannya menurun.
Tidak hanya Carolina Marin, nasib apes juga dialami tunggal putri terbaik India, Pusarla Venkata Sindhu. Sindhu yang menjadi unggulan 3, langsung out setelah kalah dari pemain Amerika Serikat, Zhang Beiwen lewat rubber game 17-21, 21-16 dan 18-21 dalam waktu 55 menit.Â
Hasil ini menjadi ulangan final di India Open 2018 pada awal Februari lalu. Kala itu, Sindhu yang berharap meraih gelar pertamanya di tahun ini, secara mengejutkan justru kalah dari Zhang (28 tahun). Zhang Beiwien merupakan pemain kelahiran Tiongkok yang lantas pindah ke Singapura di usia 13 tahun lantas sejak tahun 2012 lalu bermain untuk Amerika Serikat
Bagi Sindhu, kegagalan melaju ke babak 16 besar Denmark Open membuat pemain 23 tahun ini kembali gagal dalam upaya meraih gelar pertamanya di BWF World Tour tahun 2018 ini. Peraih medali perak Olimpiade 2016 ini malah lebih akrab menjadi finalis dibanding juara. Seperti di Kejuaraan Dunia 2018, Asian Games 2018, Thailand Open, Commonwealth Games dan India Open 2018.
Dua tunggal putra andalan Tiongkok langsung outÂ
Kejutan juga terjadi di sektor tunggal putra. Dua pemain top asal Tiongkok, Shi Yuqi dan Chen Long, langsung terhenti di putaran pertama. Shi Yuqi, unggulan 3 dan kini menjadi tunggal putra Tiongkok dengan rangking tertinggi BWF, takluk straight game 17-21, 18-21 dari pemain India, Sameer Verma dalam waktu 44 menit.
Shi Yuqi yang merupakan runner-up Kejuaraan Dunia 2018, rupanya masih tampil labil. Anak muda 22 tahun ini mampu mengulangi penampilan ketika menjadi juara All England 2018 pada Maret lalu.
Hasil buruk yang diraih Shi Yuqi rupanya 'menular' kepada seniornya, Chen Long. Tunggal putra peraih medali emas Olimpiade 2016 ini juga langsung terhenti di round 1. Chen Long dikalahkan pemain Hongkong, NG Ka Long Angus, 20-22, 15-21 dalam waktu 45 menit.Â
Tersingkirnya dua pemain andalan Tiongkok di babak pertama ini menjadi sinyal bahwa Tiongkok mulai redup di sektor tunggal putra. Ketika regenerasi tunggal putri mulai memperlihatkan tren positif dengan munculnya Chen Yufei, He Bingjioa dan Ghao Fangjie yang berusia 19-20-21 tahun, regenerasi tunggal putra justru belum memperlihatkan pengganti Lin Dan.
Kejutan berlanjut di hari kedua
Tren kejutan pemain unggulan langsung rontok di putaran pertama, rupanya berlanjut di hari kedua, Rabu (17/10/2018) hari ini. Salah satunya, ganda putri Jepang, Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara yang langsung terhenti.
Di luar dugaan, Matsumoto/Nagahara yang merupakan ganda putri juara dunia 2018, dikalahkan ganda putri Belanda, Selena Piek/Cheryl Seinen dengan skor 19-21, 18-21. Hasil ini merupakan kejutan besar bila merujuk dominasi Jepang di sektor ganda putri dalam beberapa tahun terakhir.
Meski memang, performa Matsumoto/Nagahara masih labil. Mereka masih belum stabil seperti dua seniornya, Yuki Fukushima/Sayaka Hirota dan Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi.
Berkah bagi pemain Indonesia?
Lalu, apa kaitan kejutan rontoknya pemain-pemain unggulan di putaran pertama? Sangat berkaitan. Sebab, menurut "skenario" drawing, beberapa pemain unggulan yang tumbang tersebut sejatinya akan menjadi lawan pemain Indonesia.
Salah satunya di tunggal putri. Di babak 16 besar yang dimainkan Kamis (18/10/2018) besok, Mia Blichfeldt sang penakluk Marin, akan bertemu tunggal putri Indonesia, Gregoria Mariska Tunjung. Gregoria lolos ke babak 16 besar setelah menang straight game 21-9, 24-22 atas pemain Tiongkok Chen Xiaoxin.
Boleh jadi, tersingkirnya Marin menjadi pertanda bagus bagi Gregoria yang diharapkan bisa menembus semifinal. Sebab, di atas kertas, Gregoria jelas lebih punya peluang bila bertemu Mia ketimbang menghadapi Carolina Marin. Sebab, tidak ada jaminan Mia bisa kembali tampil hebat kala menghadapi Gregoria besok.
Pun, di tunggal putra, tersingkirnya Shi Yuqi merupakan "kabar bagus" bagi tunggal putra Indonesia, Jonatan Christie. Jojo lolos ke babak 16 besar setelah menang rubber game atas pemain Hongkong, Wong Wi Ki Vincent.
Nah, seharusnya, Shi Yuqi yang menjadi lawan Jojo. Yang terjadi, Jojo akan menghadapi pemain India, Sameer Verma. Memang, tidak ada jaminan Jojo bisa mengalahkan Verma. Sebab, di pertemuan terakhir di round 1 Japan Open 2018 pada September lalu, Jojo kalah. Tapi, setidaknya Jojo punya motivasi lebih untuk melakukan revans ketimbang menghadapi Shi Yuqi yang mood nya sulit ditebak.
Ganda putri juara dunia langsung rontok, Â keuntungan bagi ganda putri Indonesia
Dan, di ganda putri, tumbangnya Matsumoto/Nagahara yang merupakan unggulan 6, benar-benar menjadi berkah bagi pemain Indonesia. Sebab, ganda putri juara dunia 2018 ini merupakan calon lawan bagi ganda putri Indonesia, Ni Ketut Mahadewi/Rizki Amelia Pradipta.
Ganda putri racikan baru tim pelatih PBSI ini mengawali turnamen pertama mereka dengan meyakinkan, menang dua game atas ganda putri Malaysia, Chow Mei Kuan/Lee Men Yean, 21013, 21-11 hanya dalam waktu 29 menit. Nah, dengan rontoknya ganda Jepang tersebut, Ni Ketut/Rizki akan bertemu ganda Belanda, Selena Piek/Cheryl Seinen di babak 16 besar.
Tentu saja, tanpa bermaksud meremehkan, menghadapi ganda Belanda masih lebih bagus bila harus bertemu ganda putri Jepang. Sebab, faktanya, beberapa ganda putri Indonesia masih belum bisa menemukan "jurus ampuh" untuk mengalahkan ganda putri Jepang.
Pada akhirnya, seperti ujaran Paulo Coelho dalam karyanya, The Alchemist, mungkinkan seluruh alam semesta tengah bersatu membantu pemain-pemain Indonesia untuk meraih hasil terbaik seiring rontoknya pemain-pemain unggulan di babak awal Denmark Open 2018. Semoga. Salam bulutangkis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H