Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Memotivasi Kota Malang "Move On" dari Badai Korupsi

9 Oktober 2018   07:29 Diperbarui: 9 Oktober 2018   12:50 2801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang anak membaca buku di perpustakaan yang dibangun di Taman Cerdas Trunojoyo, Kota Malang, Minggu (29/3) | Foto: KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Pernah kurang lebih setengah dekade tinggal di Kota Malang membuat saya cukup punya keterikatan emosional dengan kota ini. Ada cukup banyak episode hidup saya yang bermula di Malang. Dari mengenal "orang tua" baru, kawan-kawan dekat, termasuk juga "menemukan" istri di tempat kuliah.

Karenanya, ketika mendengar kabar Kota Malang dihantam 'badai' korupsi, muncul perasaan miris sekaligus keingintahuan untuk tahu 'jalan ceritanya'. 

Betapa tidak miris, sebanyak 41 wakil rakyat dari total 45 anggota DPRD Kota Malang, kompak menjadi pesakitan setelah terjerat kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka terjerat dugaan kasus suap pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Angggaran 2015 seperti dikutip dari Kompas.com.

Ditambah lagi, (mantan) Wali Kota Malang, M Anton dan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (DPUPPB) Kota Malang Jarot Edy Sulistyono. Mereka disangka terlibat dugaan suap pembahasan APBD-P 2015 senilai total Rp 700 juta seperti dikutip dari artikel ini. 

Dulu ketika masih bekerja di "pabrik koran" dan ditugaskan di Kota Malang, beberapa dari mereka sempat menjadi narasumber saya. Meski, saya tidak kenal dekat karena tidak setiap hari saya 'nge-pos' di DPRD Kota Malang karena harus bisa berkeliling ke tempat-tempat lain demi menemui narasumber lainnya.

Pun, saya masih ingat betul, ketika HM Anton yang kala itu berpasangan dengan Sutiaji dan diusung PKB dan Gerindra mendaftarkan diri ke KPUD Kota Malang untuk Pilwali 2013, saya yang waktu itu nyanggong di KPUD, sempat melontarkan pertanyaan kepada pasangan ini.

"Pak, apa pertimbangannya sehingga memakai baju kotak-kotak putih biru (pada saat pendaftaran), apakah terinspirasi dengan kemenangan Jokowi-Basuki TP di Pilkada DKI,"? ujar saya kala itu merujuk baju kotak-kotak yang mereka pakai dan kala itu memang sedang jadi tren.  

Saya keburu "pensiun dini" dari "pabrik koran" ketika pasangan ini akhirnya memenangi Pilwali Kota Malang 2013 atas tiga pasangan lainnya. Singkat cerita, HM Anton yang berniat kembali maju di Pilwali 2018, gagal ikut bertarung setelah terbelit kasus.

Kasus korupsi yang menghantam pemerintah daerah atau siapapun, tentu saja membuat prihatin. Di era ketika birokrasi sudah mendapat label reformasi, kok ya masih ada yang 'berani' melakukan tindak pidana rasuah ini. Padahal sudah tahu ada lembaga yang mengawasi, juga sudah tahu ancaman hukumannya. Dan, apa juga tidak memikirkan bagaimana nama baik keluarganya bila dia menjadi terpidana korupsi.

Memotivasi Kota Malang

Namun, terpenting adalah blessing in disguise alias berkah terselubung yang bisa diambil dari kasus ini dan apa yang harus dilakukan setelah badai korupsi itu terjadi. Kota Malang tentu saja ingin bangkit dari aib (yang mungkin) paling memalukan sepanjang sejarah kota mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun