Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Mengapa Pemain-pemain Indonesia "Babak Belur" di Chinese Taipei Open 2018?

6 Oktober 2018   06:52 Diperbarui: 6 Oktober 2018   12:05 3800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tunggal putra Indonesia, Ihsan Maulana Mustofa, 'babak belur' di Chinese Taipei Open 2018/Foto: Wartakota Tribunnews

Tapi, bukankah turnamen bulutangkis sekarang memang jadwalnya padat. Dalam satu bulan bisa ada tiga, empat bahkan lima turnamen berbeda level. Seharusnya, kondisi fisik pemain tidak lagi kaget dengan jadwal padat itu. Toh, bukankah mereka dimainkan sesuai level turnamennya.

Sejatinya, kalah menang itu memang biasa dalam pertandingan. Namun, terbiasa kalah di first round ataupun babak-babak awal tentunya menjadi hal yang tidak bagus. Terlebih bila kalahnya dari pemain non-unggulan.

Dalam hal ini, Ihsan wajib mencontoh kawan dekatnya, Anthony Ginting yang menurut saya kini menjadi tunggal putra Indonesia paling konsisten. Ginting kini tidak lagi menjadi spesialis kalah di awal. Bahkan, pekan lalu, usai tampil habis-habisan di China Open dan jadi juara usia mengalahkan pemain-pemain top dunia, "baterai" nya tidak langsung drop ketika tampil di Korea Open yang hanya berjarak dua hari dari final China Open. Dia masih bisa melaju ke perempat final sebelum dihentikan CTC.

Tunggal putri juga belum mampu bersaing di turnamen level 300

Hasil tidak menggembirakan juga terjadi di tunggal putri. Tiga tunggal putri yang tampil di Chinese Taipei Open 2018, Dinar Dyah Ayustine dan Fitriani, "babak belur". Padahal, kecuali Tai Tzu-ying yang tampil karena berstatus tuan rumah, tidak ada nama-nama pemain top yang tampil seperti Akane Yamaguchi, Pusarla Sindu, Carolina Marin ataupun Chen Yufei. Tiongkok bahkan tidak mengirimkan pemainnya.

Namun, meski sama-sama menghadapi pemain pelapis dari negara lain, mereka tak berkutik. Dinar langsung out di putaran pertama. Ruselli terhenti di putaran kedua. Keduanya kalah dari pemain yang sama, Pai Yu-po (Taiwan). Hanya Fitriani yang lumayan bisa menembus perempat final.

Meski, dengan kualitas lawan yang dihadapi, seharusnya Fitriani bisa melangkah lebih jauh. Buktinya, tunggal Malaysia se-angkatannya, Soniia Cheah bisa lolos ke semifinal. Fitriani seharusnya bisa memperlihatkan kemajuan seperti yang diperlihatkan Gregoria Mariska Tunjung yang kini sering mengalahkan pemain top dunia.

Mengapa tunggal putri kita sangat kesulitan meraih prestasi bagus meski di turnamen level 100 ataupun 300? 

Entahlah. Untuk saat ini, memang masih seperti begini kualitas tunggal putri kita. Butuh perubahan luar biasa dari segi variasi permainan, kebugaran pemain maupun mental tanding bila ingin mengerja ketertinggalan dengan negara-negara lain. Pun, kalaupun diberlakukan degradasi (dan memang harus), belum terlihat pemain yang benar-benar mencolok untuk masuk ke Pelatnas.  

Bagaimana di nomor ganda?

Di nomor ganda putra, keputusan PBSI tidak mengirimkan pemain-pemain utama, membuat nomor ini menjadi "tidak menarik" diikuti. Lha bagaimana tidak menarik, lha wong dua ganda putra, Akbar Bintang Cahyono/M Reza Pahlevi Isfahani juga pasangan baru Frengky Wijaya/Rian Agung Saputro sudah langsung out di putaran pertama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun