Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Senja Kala Liliyana Natsir dan Penggantinya yang Masih Samar

10 September 2018   07:56 Diperbarui: 10 September 2018   20:56 2103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada pebulutangkis putri Indonesia yang memiliki prestasi segemerlap Liliyana Natsir. Merujuk pada pencapaiannya di lapangan bulutangkis, dia adalah legenda hidup. Seorang legenda yang dihormati kawan dan disegani lawan.

Simak deretan gelar Liliyana berikut ini: peraih medali emas Olimpiade 2016, peraih medali perak Olimpiade 2008, Juara Dunia (world championship) 2005, 2007, 2013, 2017, medali perak Asian Games 2014 dan perunggu 2018, juara Asia 2006 dan 2015, medali emas SEA Games lima kali sejak 2005 -2011, serta puluhan gelar turnamen BWF (23 gelar Super Series dan 10 gelar grand prix/gold).

Masih kurang? Satu lagi, medali emas ganda campuran (bersama Markis Kido) Kejuaraan Asia Junior 2002 di usia 17 tahun.

Namun, dalam olahraga, ada "lawan" yang tidak bisa dilawan oleh atlet manapun. "Lawan" bernama usia yang terus bertambah. Mungkin ada beberapa atlet yang bisa "berdamai dengan usia" dengan terus bermain di usia senja. Tetapi sampai kapan? Pada akhirnya, dia juga akan memutuskan berhenti.

Liliyana pun begitu. Sebagai pebulutangkis, karier Liliyana Natsir kini tengah memasuki "masa senja". Minggu, 9 September kemarin, Liliyana genap berusia 33 tahun. Bila dihitung sejak dia menjadi juara Asia junior pada tahun 2002 silam, Ci Butet--panggilannya, sudah makan asam garam bulutangkis selama 16 tahun.

Satu demi satu pesaing terberatnya di lapangan bulutangkis, sudah pensiun lebih dulu. Mulai dari Zhao Yunlei (32 tahun) dari Tiongkok yang berpasangan dengan Zhang Nan dan pernah menjadi musuh bebuyutannya bersama Tontowi Ahmad. Juga Ma Jin (30 tahun), lawan yang dikalahkannya di final Kejuaraan Dunia 2013. Toh, Liliyana yang lebih senior, tetap saja mengayun raket. Semangatnya masih menyala.

Liliyana/Tontowi saat menjadi juara dunia 017 di Skotlandia/Foto: Sportku.com
Liliyana/Tontowi saat menjadi juara dunia 017 di Skotlandia/Foto: Sportku.com
Tahun ini, di usia 32 tahun, Liliyana bersama Tontowi masih bisa meraih gelar bergengsi: Indonesia Open 2018 yang digelar di Jakarta pada awal Juli lalu. Mereka mengalahkan ganda Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying di final yang juga lawan mereka di final Olimpiade 2016.

Namun, usia memang sulit diakali. Seberapun Liliyana masih punya semangat tanding, zaman mulai berubah. Bukan hanya Zhang Nan yang kini sudah berganti pasangan dengan gadis muda, Li Yinhui (21 tahun). Beberapa pemain yang dulunya masih "hijau" di era keemasan Liliyana, kini sudah tumbuh menjadi pemain hebat yang sulit dikalahkannya seperti Huang Dongping (23 tahun). Liliyana/Tontowi kalah dari Dongping/Wang Yilu di final Kejuaraan Asia 2018.

Tiongkok juga bolak-balik membuat "jurus baru" untuk menghadang dominasi Liliyana bersama Tontowi. Salah satunya keputusan 'menceraikan' Zheng Siwei/Chen Qingchen jelang penghujung akhir tahun lalu. Padahal, Siwei/Qingchen kala itu masih berstatus ganda campuran rangking 1 dunia. Namun, di tahun itu, mereka nyaris selalu kalah ketika bertemu Tontowi/Liliyana. Salah satunya di final Kejuaraan Dunia 2017 di Glasgow.

Siwei kemudian dipasangkan dengan Huang Yaqiong (yang sebelumnya berpartner dengan Lu Kai--pernah juara All England 2016 tapi kala itu cedera). Mereka berhasil menjadi juara dunia 2018 dan kini rangking 1 dunia.

Dan Siwei/Yaqiong juga menjadi musuh paling sulit bagi Liliyana/Tontowi. Terbaru, Liliyana/Tontowi kalah dari mereka di semifinal Asian Games 2018. Sebelumnya, Liliyana/Tontowi juga kalah di final Indonesia Masters 2018 pada Januari lalu. Meski, mereka sempat mengalahkan Siwei-Yaqiong di semifinal Kejuaraan Asia 2018.

Zheng Siwei (kanan) dan Huang Yaqiong, jadi lawan berat Liliyana/Tontowi di era sekarang/Foto: DjarumBadminton
Zheng Siwei (kanan) dan Huang Yaqiong, jadi lawan berat Liliyana/Tontowi di era sekarang/Foto: DjarumBadminton
Kekalahan di semifinal Asian Games 2018 itu pahit. Bukan hanya karena terjadi di rumah sendiri. Namun, harapan Liliyana untuk meraih medali emas di Asian Games terakhirnya, gagal terwujud.

Di sisi lain, kekalahan itu menjadi gambaran betapa Liliyana memang sudah tidak muda lagi. Apalagi dia sempat mengalami cedera. Seusai laga, Liliyana mengakui bahwa secara kecepatan dan power, mereka sulit mengimbangi Siwei/Yaqiong yang usianya jauh lebih muda. 

Siwei masih 23 tahun dan Yaqiong (24 tahun) yang disebut-sebut salah satu 'pemain depan' terbaik merujuk pada kecepatan dan kemampuan membaca permainan.

"Kami sudah berusaha maksimal, tetapi pasangan Tiongkok memang bermain cukup baik. Kalau saya rasa, dari power dan speed nya kami kalah jauh. Kalau sudah bermain defense sudah pasti mati," ujar Liliyana dikutip dari Badminton Indonesia.

"Lawan kami bukan pasangan yang mudah, habis juara dunia, rangking satu dunia. Dari awal kami persiapkan tidak akan mudah. Kami sudah menerapkan apa yang diinstruksikan pelatih, tapi memang sulit keluar dari tekanan mereka," sambung pebulutangkis kelahiran Manado ini.

Liliyana bersama Tontowi Ahmad, meraih medali perunggu Asian Games 2018/Foto Twitter BadmintonIna
Liliyana bersama Tontowi Ahmad, meraih medali perunggu Asian Games 2018/Foto Twitter BadmintonIna
Kini, Liliyana tinggal menghitung bulan sebelum benar-benar pensiun dari bulutangkis. Dalam kesempatan pemberian bonus atlet-atlet PB Djarum yang sukses meraih medali pada Asian Games 2018 di Kudus, Kamis (6/9/2018), Liliyana mengonfirmasi keputusannya untuk gantung raket. 

Dia menyatakan akan mengakhiri perjalanan karier emasnya sebagai pebulutangkis pada Februari atau Maret 2019.

"Perjalanan karier saya sudah cukup. Cepat atau lambat seorang atlet pasti akan memutuskan untuk berhenti," ucap Liliyana seperti dikutip dari BolaSport.com.

"Saya pikir sudah saatnya untuk berhenti. Agar Owi (Tontowi Ahmad) juga bisa mengangkat pemain junior ganda campuran," sambung pemain yang juga pernah berpasangan dengan Nova Widianto serta Vita Marissa di ganda putri.

Penggantinya masih samar-samar

Ya, semua atlet pada akhirnya akan menghadapi masa senjakala karena usia. Itu siklus alam yang harus dihormati, bukan dilawan. Terpenting, bagaimana menghasilkan generasi baru yang mampu meneruskan prestasi hebat Liliyana.

Masalahnya, hingga semester kedua tahun 2018 ini, rasanya belum ada ganda campuran Indonesia yang benar-benar bisa diandalkan menjadi pengganti Liliyana/Tontowi. Harus diakui, dalam hal regenerasi di nomor ganda campuran, kita tertinggal dari Tiongkok yang begitu cepat meremajakan sektor ini.

Memang ada ganda campuran muda yang berpotensi seperti Hafiz Faizal/Gloria Emmanuele Widjaja. Pasangan 23 tahun dan 24 tahun ini sudah menjuarai Thailand Open Super 500 di tahun ini. Juga ada Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti dan Ricky Karanda/Debby Susanto. Mereka masih berjuang untuk masuk dalam grup ganda campuran elit dunia.

Hanya saja, mereka masih harus "belajar" pada Liliyana bagaimana cara menjaga konsistensi permainan di level tertingggi. Sebab, pemain hebat bukan hanya yang juara di satu turnamen, tetapi konsisten dan sering juara di beberapa turnamen. Konsistensi itu yang membuat Liliyana bisa bertahan lama di level teratas.

PBSI juga membuat keputusan menarik dengan akan memasangkan Tontowi Ahmad (31 tahun) dengan pemain Pelatnas Pratama, Winny Octavina Kandow di turnamen Chinese Taipei Open pada Oktober mendatang. 

Ini menarik. Usia Winny kini baru 19 tahun. Namun, dari sisi prestasi, dia cukup luar biasa. Dia pernah dua kali juara Kejurnas. Terbaru, kemarin (9/9/2018), dia bersama Akbar Bintang Cahyono juara Hyderabad Open 2018 di India dengan mengalahkan ganda campuran terbaik India.

Pelatih ganda campuran PBSI, Richard Mainaky menyebut Winny di pratama memiliki kelebihan-kelebihan. Perihal keputusan menduetkan dengan Tontowi, dia menyebut sudah berdiskusi dengan Nova Widianto--mantan tandem Liliyana yang kini menjabat asisten pelatih ganda campuran PBSI.

"Dia (Winny) punya kelebihan Seperti power nya bagus, antisipasi bola bagus, pintar dan masih muda. Dari obrolan ini kami sepakat bahwa setelah Asian Games akan kami coba memasangkan mereka," ujar Richard dikutip dari Badmintonindonesia.org.

Ya, seorang atlet bulutangkis, sehebat apapun dia, pada akhirnya dia akan gantung raket. Begitu pun Liliyana. Dia seorang legend. Dan, pekerjaan rumah bagi PBSI sekarang adalah mencetak penerus-penerus yang bisa melanjutkan pencapaian hebat Liliyana.

Salam bulutangkis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun