Menyelenggarakan hajatan pernikahan seharusnya menjadi momen membahagiakan. Kebahagiaan yang seharusnya tidak hanya milik si penyelenggara hajatan, tetapi juga orang lain yang sekadar 'nyawang' alias melihat aura kebahagiaan acara pernikahan tersebut.
Dulu di kampung, ketika ada tetangga yang menggelar hajatan pernikahan ataupun sunatan, sebagai tetangga beda RT pun rasanya sudah ikut bahagia.
Suasananya terasa meriah. Apalagi bila ada hiburannya semisal layar tancap, ludruk ataupun sekadar 'hiburan' sound sistem. Apalagi bila mendadak ada pasar malam. Sebagai bocah senangnya luar biasa.
Namun, lain dulu lain sekarang. Gelaran hajatan di kampung kini semakin tidak asyik. Betapa tidak, hampir setiap gelaran hajatan kini selalu diiikuti dengan penutupan jalan umum yang sehari-hari digunakan masyarakat. Bahkan, terkadang tidak hanya satu, tetapi dua atau tiga hajatan berlangsung bersamaan dalam satu lingkup desa meski di RT berbeda. Dan, semuanya menutup akses jalan.
Dan, bila mendadak 'terjebak' menjadi korban penutupan jalan karena hajatan tersebut, tentunya tidak ada yang bisa dilakukan selain sekadar pasrah. Pasrah mengikuti jalur alternatif yang tentu saja padat merayap.
Jangankan membawa mobil, naik motor pun macet nggak karuan. Mungkin juga sembari berkeluh kesah. Sampean (Anda) mungkin juga pernah merasakan situasi seperti itu.
Situasi seperti itu yang saya alami di akhir pekan lalu. Dalam perjalanan menjemput si bungsu berangkat dan pulang sekolah, saya menghitung sekira ada enam atau tujuh "janur kuning melengkung" alias hajatan pernikahan yang digelar bersamaan yang saya lintasi. Dan, empat diantaranya menutup jalan. Satu hal yang paling saya herankan, kenapa sih kok hajatan mesti berbarengan, apakah tidak ada hari lain sehingga semuanya harus digelar bersamaan. Ah, namanya juga lagi musim.
Kenapa hajatan harus menutup jalan?
Dulu, ketika ada orang di kampung saya menggelar hajatan pernikahan ataupun sunatan, sangat jarang sekali menutup jalan. Sebab, setiap orang masih memiliki halaman rumah yang cukup luas. Sehingga, tenda hajatan bahkan mungkin panggung untuk acara hiburan, bisa ditaruh di halaman rumah tanpa perlu menutup jalan.
Kini, ceritanya sudah jauh berubah. Halaman luas yang dulu bisa dipakai untuk permainan gobak sodor ataupun benteng-bentengan itu sudah berubah. Ada yang dibangun rumah, kost-kostan ataupun toko berukuran mini yang disewakan.Â
Memang, daripada sekadar membiarkan halaman kosong, bila dirupakan toko dengan nilai sewa mencapai 8 hingga 12 juta per tahun, tentunya lumayan. Namun, imbasnya, banyak orang tidak lagi memiliki halaman. Dampaknya, ketika ada hajatan, pilihannya adalah menutup jalan.
Tidak melulu karena alasan ketiadaan halaman. Saya melihat penutupan ruas jalan saat hajatan juga karena memaksakan. Sebab, ada yang sebenarnya masih memiliki halaman untuk menampung tenda hajatan. Toh, tetap saja memilih memasang tenda di jalan. Bahkan, ada yang hanya panggung hiburannya saja yang ditaruh di jalan. Bila seperti itu, mengapa harus memaksakan menggelar acara hiburan?
Perihal urusan ini, saya sempat berbincang dengan seorang tetangga baru di perumahan yang berasal dari Jakarta.
Menurut tetangga baru itu, di tempatnya dulu juga seringkali terjadi penutupan ruas jalan ketika ada hajatan. Sebab, kebanyakan warga memang tidak memiliki halaman. Lantas, warga kemudian disedikan ruang khusus di balai kelurahan yang bisa dipakai warga untuk menggelar hajatan. Sejak itu, tidak pernah lagi ada hajatan yang berimbas penutupan jalan. Itu solusi bagus.
Masalahnya, solusi bagus seperti itu terkadang tidak bisa diterapkan di semua wilayah. Tergantung kemauan warganya. Tidak jauh dari perumahan saya sebenarnya ada lapangan bola. Bila mau, lapangan bola tersebut sebenarnya bisa difungsikan untuk tempat hajatan. Toh, kenyataannya tidak seperti itu. Malah, selama ini, kebanyakan warga yang punya hajatan dan menutup jalan, tempat tinggalnya tidak jauh dari lapangan bola. Bahkan, pernah ada warga yang rumahnya di seberang lapangan bola, ketika punya hajatan, masih menutup jalan. Entahlah, mungkin tren nya sudah seperti itu. Tren bahwa bila menggelar hajatan, tak lengkap tanpa menutup jalan.
Sebenarnya, terkait hajatan yang menutup jalan ini, tidak bisa asal-asalan. Sebab, ada aturannya. Meski, pada prinsipnya, aturan hukum yang berlaku di Indonesia, membolehkan jalanan yang merupakan fasilitas umum digunakan untuk kepentingan pribadi seperti pesta perkawinan maupun acara duka kematian, selama memenuhi beberapa syarat yang sudah ditentukan.
Dari beberapa referensi yang saya baca, diantaranya di hukumonline.com, aturan penggunaan jalan untuk hajatan dan kepentingan pribadi lainnya ini merujuk pada Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta Peraturan Kapolri No. 10 Tahun 2012. Berdasarkan aturan-aturan tersebut, ada beberapa kondisi dimana jalan boleh ditutup untuk kepentingan pribadi.
Diantaranya, penggunaan jalan untuk kepentingan pribadi yang mengakibatkan penutupan jalan, diperbolehkan asalkan ada jalan alternatif yang bisa diakses warga. Dan, pengalihan arus lalu lintas ke jalan alternatif harus dinyatakan dengan rambu lalu lintas sementara.Â
Lalu, jalan yang boleh ditutup untuk acara hajatan pribadi tersebut merupakan kategori jalan kabupaten/kota dan jalan desa. Sementara untuk jalan kategori jalan nasional atau jalan provinsi, hanya boleh ditutup untuk kegiatan berskala kepentingan nasional.
Selain itu, pihak yang memiliki hajatan dan menutup jalan harus mengajukan izin ke kepolisian (kapolres/kapolresta setempat untuk penggunaan jalan kabupaten/kota dan kapolsek/kapolsekta setempat untuk penggunaan jalan desa). Permohonan izin ini harus diajukan paling lambat tujuh hari kerja sebelum pelaksanaan hajatan. Khusus untuk acara peristiwa kematian, permohonan izin bisa diajukan secara lisan.
Terakhir, pihak penyelenggara juga harus menyiapkan berbagai dokumen sebagai syarat untuk melengkapi permohonan izin ke pihak kepolisian. Antara lain foto kopi KTP penyelenggara/penanggung jawab kegiatan, waktu penyelenggaraan, jenis kegiatan, perkiraan jumlah peserta, peta lokasi kegiatan serta Jalan alternatif yang akan digunakan.
Nah, bila persyaratan itu tidak dipenuhi, si penyelenggara hajatan yang menutup jalan, bisa dikenakan sanksi yang bersifat administratif maupun pidana. Sanksi administratif bisa berupa peringatan tertulis, penghentian sementara pelayanan umum, penghentian sementara kegiatan serta denda administratif berupa pembatalan atau pencabutan izin.Â
Bahkan, sanksi yang lebih berat bisa dijatuhkan bila seseorang merintangi jalan umum yang bisa berimplikasi membahayakan keselamatan lalu lintas. Pasal 192 ayat (1) KUHP mengancam pidana maksimal sembilan tahun penjara kepada orang yang melakukan perbuatan tersebut.
Dan memang, gelaran hajatan yang menutup jalan ini acapkali memicu pro kontra. Mereka yang kontra jelaslah yang merasa dirugikan dengan tutup jalan ini karena harus repot untuk melintasi jalur alternatif yang kondisinya (di kampung) terkadang tidak bisa disebut jalan atau bahkan harus memutar balik dengan jarak tempuh cukup jauh. Sementara yang setuju beralasan, toh hajatan menutup jalannya nggak setiap hari. Jadi, pengguna jalan seharusnya bisa memahami.
Kalau saya, ya memang sih nggak setiap hari (maksudnya yang menggelar hajatan memang nggak setiap hari, bahkan mungkin sekali seumur hidup). Tapi, bagaimana bila ada 10 orang juga punya alasan sama. Artinya, pengguna jalan berarti akan 10 kali mengalami imbas hajatan itu.
Terpenting menurut saya, bila memang harus menutup jalan karena memang tidak punya halaman untuk menggelar tenda hajatan, tidak seharusnya menutup jalan secara penuh. Bila jalannya memang cukup lebar, sisakan setengah badan jalan agar pengguna jalan masih bisa melintas. Sehingga, si penyelenggara hajatan bisa tetap menyelenggarakan acaranya dan pengguna jalan juga tidak terlalu terganggu.
Pendek kata, bila ingin dimengerti oleh orang lain, kita juga harus mau memahami orang lain. Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H