Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Jangan Asal Menjawab Pertanyaan Anak

6 September 2018   22:21 Diperbarui: 7 September 2018   15:02 1669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dengan menjawab pertanyaan anak, kita bisa menjalin keakraban dengan anak/Foto: psikologan.blogspot.com

Apakah Anda pernah atau bahkan sering mendapatkan pertanyaan-pertanyaan ajaib yang tidak terduga dari anak-anak?

Merujuk pada obrolan dengan beberapa kawan yang menjadi 'orang tua baru' dalam beberapa tahun terakhir, hampir semuanya pernah mengalaminya. Maksudnya, pernah mendadak dihujani pertanyaan dadakan dari sang anak yang penasaran karena ingin tahu. Malah, level pertanyaan sang anak itu terkadang mungkin lebih sulit dari wawancara ketika penerimaan masuk kerja.

Saya malah hampir setiap hari mengalaminya. Tidak hanya satu anak, tetapi dua anak sekaligus. Seperti tadi, selepas sholat Maghrib di masjid, si kakak lantas menarik tangan saya ke teras masjid. Dia lantas menunjuk ke pojokan atas di mana ada seekor kelelawar tengah 'tertidur' menggantung. Dia lantas berujar: "Ayah, kok itu ada kelelawar. Bukannya di Upin Ipin, kelelawar itu takut sama cahaya. Ini kan lampunya terang," ujar bocah kelas 2 SD ini.

Lain waktu, ketika berangkat sekolah, dia pernah bertanya tentang apa itu UFO dan juga penampakan UFO yang katanya pernah dia baca di akun Instagram (astaga, sampai tahu hal begini dia). Dan kemarin, dia mendadak bertanya tentang apa maknanya mengacungkan jari tengah karena dia melihat ada kakak kelasnya yang melakukan hal begitu ke temannya.

Tak mau kalah dengan kakaknya, si adik yang masih anak TK B, juga sering mengajukan pertanyaan. Bedanya, dia lebih sering bertanya tentang hewan. Tentang kucing kesayangannya mengapa tidak suka makan rumput seperti halnya kambing, tentang tokek kenapa lebih sering bersuara ketika malam hari dan juga apakah di sungai (yang dia temui ketika perjalanan) ada buayanya?

Mendapati pertanyaan-pertanyaan seperti itu, bila memang tahu jawabannya dan pertanyaannya memang sesuai dengan pola pikirnya sebagai anak-anak, saya langsung menjawab dengan jawaban yang sebenarnya. Kalaupun masih ragu dengan kebenaran jawaban yang saya tahu, saya janjikan ke dia untuk menjawab lagi ketika dia pulang sekolah atau lain waktu sembari mencari tahu "kunci jawabannya".  Kalaupun pertanyaannya tidak sesuai dengan kapasitasnya sebagai anak, sejatinya kita cukup memberikan pengertian.   

Dengan menjawab pertanyaan anak, kita bisa menjalin keakraban dengan anak/Foto: psikologan.blogspot.com
Dengan menjawab pertanyaan anak, kita bisa menjalin keakraban dengan anak/Foto: psikologan.blogspot.com
Saya tidak mau asal jawab demi memuaskan penasarannya. Sebab, bila jawaban yang kita sampaikan asal serta ngawur, kita berarti telah menanamkan pemahaman salah dan juga memberikan informasi yang keliru kepadanya. Padahal, sangat mungkin jawaban itu akan terus diingatnya. Atau bahkan dia ceritakan kepada teman-teman di sekolah maupun sepermainannya.  

Karenanya, saya dan istri membiasakan untuk menjawab pertanyaan anak-anak dengan jawaban yang tidak hanya menunjukkan yang sebenarnya, tetapi juga mengajak mereka berpikir sebelum mengiyakan.

Semisal pertanyaan kenapa malam-malam tidak boleh main kejar-kejaran di luar rumah, kami tidak pernah menjawab semisal, "Karena nanti ada hantu". Jawaban itu kami hindari bukan karena akan menakuti mereka. Justru, mereka seperti menunggu jawaban itu untuk kemudian menanyakan pertanyaan berikutnya. Kami cukup menjawab "kalau main kejar-kejaran pas malam-malam, nanti kakak dan adik bisa jatuh kesandung batu kerikil karena gelap". Dengan jawaban itu, mereka lantas mengiyakan karena memang sesuai dengan logika mereka.

Dulu, jelang ikut berpuasa di bulan puasa Ramadan, si kakak juga sempat bertanya "Ayah, untuk apa sih kita puasa?". Saya yakin bocah yang bulan ini akan genao berusia 7 tahun ini tidak terinspirasi dari lagu nya Bimbo sehingga bisa bertanya begitu. Saya pun tidak mau menjawab dengan 'jawaban standar' meskipun itu benar.

Saya memilih untuk menjawab yang mengajak mereka berpikir. Bahwa "berpuasa itu agar kakak belajar caranya bersyukur. Kakak jadi tahu, lapar/haus itu berat. Tapi, sore nya kakak bisa langsung makan/minum. Kakak pernah lihat pengemis di jalanan kan? Pengemis itu harus jalan keliling untuk minta duit buat makan. Makanya, kakak kudu senang dengan apa yang dimiliki. Harus sering bersyukur. Jangan sering mengeluh".

Saya yakin, anak-anak itu cerdas. Mereka akan lebih bisa belajar paham dengan jawaban yang benar ketimbang jawaban asal yang jauh dari kenyataan sebenarnya. Justru, bila terus diberikan jawaban sekenanya, mereka selamanya tidak tahu apa-apa. Malah, tanpa sadar kita telah membodohi mereka dengan jawaban-jawaban asal yang mereka yakini sebagai kebenaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun