Rasa bangga bercampur haru mendadak menyeruak di hati ketika menyaksikan potret selebrasi atlet taekwondo Indonesia, Defia Rosmaniar usai meraih medali emas yang merupakan medali emas pertama bagi kontingen Indonesia di Asian Games 2018, Minggu (19/8/2018) kemarin.
Sukses Defia didapat lewat kemenangan atas wakil Iran, Marjan Salahshouri di nomor Women Individual, Poomsae. Di final yang digelar di Plennary Hall JCC Senayan, poomsa pertama dilewati Defia dengan keunggulan 8,620-8,580. Kemudan pada poomsae kedua, dia kembali menang 8.760-8,360. Total perhitungan poin Defia adalah 8,690.
Tentu saja saya ikut bangga karena atlet Indonesia langsung bisa meraih medali emas di hari pertama setelah pesta olahraga se-Asia yang upacara pembukaannya berlangsung mengagumkan, Sabtu (18/8/2018) lalu.Â
Kita tak perlu menunggu lama untuk mendengar lagu Indonesia Raya berkumandang di arena Asian Games 2018 sekaligus menyaksikan bendera merah putih dikerek naik berada di posisi tertinggi dalam sesi penyerahan medali seusai pertandingan.
Saya juga ikut merasa haru demi melihat beberapa foto dramatis selebrasi juara Defia Rosmaniar yang berhasil diabadikan jepretan kamera puluhan fotografer yang meliput momen tersebut. Salah satunya foto karya fotografer Bola.com, Peksi Cahyo yang menampilkan atlet kelahiran 25 Januari 1995 ini berlari sembari membentangkan bendera merah putih dengan wajah suka cita.Â
Foto yang bikin merinding tersebut bahkan dipajang di akun Instagramnya Presiden Joko Widodo yang kemarin ikut menyaksikan langsung ketika Defia mengungguli atlet Iran, Marjan Salahshouri di final.
Mengapa sih atlet kebanyakan menangis haru ketika berada di podium tertinggi juara?
Tangis haru itu menurut saya bukan hanya karena berhasil meraih medali emas. Namun, karena kebahagiaan demi mengetahui perjuangan hebat berlatih keras dengan mengorbankan banyak hal, akhirnya berakhir bahagia. Tetapi memang, momen seperti itu sangat menguras mata.
Jangankan menjadi atlet yang juara, menjadi suporter yang berada di dalam stadion dan mendengar Indonesia Raya dinyanyikan serentak, itu saja bisa bikin merinding haru.
Menurut pengakuan manajer tim taekwondo Indonesia di Asian Games 2018, Rahmi Kurnia yang dikutip dari Liputan6.com. Defia memiliki tekad kuat untuk tampil maksimal di Asian Games 2018. Defia tetap tegar meski sempat tertimpa musibah kehilangan ayahnya yang wafat pada 19 April 2018 lalu. Kala itu, Rahmi sudah meyakini bahwa Defia bakal meraih kesuksesan besar di Asian Games 2018.
Menurut Rahmi, Defia sempat pulang karena ayahnya meninggal. Kala itu, mahasiswi Jurusan Pendidikan Kepelatihan di Universitas Negeri Jakarta ini tengah fokus berlatih di Korea. "Tanggal 20 April (Jumat) kami pulang. Sebetulnya hari Jumat itu sudah dikuburkan. Kami tahu kabarnya itu Kamis malam," ujar Rahmi (baca di sini).
"Kami mencari tiket dari Korea tidak bisa dadakan. Jadi kami pulang dan sampai di Indonesia Jumat tengah malam. Sabtunya, Defia pergi ke makam ayahnya. Hebatnya, hari Minggu-nya ia sudah kembali dengan semangat yang tinggi," Rahmi menambahkan.
Saya teringat ucapan seorang kawan yang menyebut bahwa mengunjungi sebuah lapangan menjadi cara sederhana untuk mengenal hidup. Dengan datang ke lapangan dan menikmati sebuah pertandingan olahraga, sekeluarnya dari gerbang lapangan, kita akan tahu seperti apa hidup itu.
Bahwa lapangan ibarat sebuah cermin. Kita bisa belajar tentang nilai-nilai hidup begitu banyak. Tentang betapa hidup harus dijalani dengan berkompetisi yang mengedepankan sportivitas. Juga tentang cara menjalani hidup dengan hati, dengan semangat ketulusan dan optimisme.
Seperti itulah pesan yang pernah disampaikan oleh Paula Jane Radcliffe, atlet pemegang rekor dunia untuk kategori lari marathon (42.195 kilometer) dengan catatan waktu 02:15:25 jam. Juara London Marathon pada tahun 2002, 2003, dan 2005, juga Marathn New York do tahun 2004, 2007, dan 2008 yang sejatinya pengidap asma ini menganjurkan kita untuk mengajak anak-anak datang ke lapangan. "Sebab di lapangan, anak-anak dapat tahu bahwa jika mereka bekerja dan berlatih keras, mereka akan melihat cerminan sejati tentang usaha mereka," ujarnya.
Saya bisa belajar tentang makna kerja keras yang terbayar lunas dengan keberhasilan, tentang menghargai sesama bahwa menjadi lawan hanya ketika bertanding tetapi sesudahnya adalah kawan, juga tentang kita yang tidak selalu langsung bisa menang di kesempatan pertama tetapi selalu ada kesempatan kedua, ketiga dan seterusnya untuk bangkit menjadi yang terbaik.
Pada akhirnya, saya ikut bangga dan haru dengan prestasi hebat Defia. Semoga prestasi ini bisa menjadi pelecut bagi atlet-atlet Indonesia untuk "meledak" di Asian Games 2018. Semoga hari ini ada kabar hebat dari perjuangan atlet-atlet Indonesia. Karena memang, atlet-atlet Indonesia bisa bersaing dengan atlet-atlet se-Asia.
Seperti ucapan kemenangan Defia yang diposting di akun Instagram Menteri Pemuda Olahraga, Imama Nahrawi. "Perasaan saya mendapatkan medali emas sangat bangga dan senang, terima kasih untuk seluruh warga Indonesia yang telah mendukung saya. Indonesia bisa!
Ya, Indonesia bisa. Indonesia juara. Salam olahraga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H