Dia pun mencoba menawarkannya melalui media sosial dan short message service. Ternyata ada cukup banyak kenalan dan narasumber yang berminat. Kepribadian Wahyu yang mudah bergaul dengan siapa saja, memang membuatnya memiliki banyak kenalan.
"Sejak saat itu, ketika berangkat liputan, di motor saya ada keranjang berisi ketan pesanan narasumber. Ada yang pesan 10 bungkus hingga 25 bungkus. Hampir dua tahun saya melakoni liputan sambil jualan ketan. Dari delivery ketan itu, Alhamdulillah bisa membiayai ongkos persalinan istri," jelas Wahyu.
Setelah anak kedua lahir, Wahyu berkeinginan memiliki tempat jualan agar penikmat ketan bisa ngobrol santai sambil minum. Dia lalu menemukan tempat strategi. Atas bantuan salah seorang narasumbernya, Wahyu pun bisa berjualan di lokasi tepat di seberang Taman Bungkul Surabaya.
Di hari Minggu, 1 Desember 2013 bertepatan dengan acara car free day, dia mulai berjualan ketan yang ia beri nama Ketan Punel di warung tersebut bersama istri, mertua dan dua anaknya. "Waktu itu bawa ketan 2 kilogram, satu jam sudah habis. Rasanya senang luar biasa," kenangnya.
"Setelah diskusi mempertimbangkan banyak hal dan setelah kami hitung, ketan ini yang bisa menghidupi kami sehingga kami memilih jalan yang bisa menghidupi ini," ujarnya.
Lewat ketan, menghidupi keluarga dan menyebarkan energi baik untuk orang lain
Pilihannya itu tidak salah. Dalam waktu tidak lama, Wahyu berhasil 'menyulap' warungnya jadi tempat nongkrong favorit di Surabaya. Dari anak-anak muda, hingga orang-orang kantoran, dari mereka yang naik motor hingga yang naik mobil super mahal, menjadi pelanggan tetap. Bahkan, kini pelanggan ada yang booking tempat untuk menggelar arisan ataupun reuni. Wirausaha yang dia rintis dari 20 bungkus ketan itu kini sukses besar.
Hebatnya, warung ketan itu tidak hanya menghidupi keluarganya. Wahyu juga menyebarkan energi baik dari warungnya untuk menghidupi orang lain. Dia mengajak beberapa orang untuk menjadi karyawan di warungnya. Wahyu kini memiliki sembilan karyawan. Pria kelahian Madiun yang dulunya bergaji pas-pasan ini kini bahkan bisa menggaji bulanan sembilan karyawan dengan besaran gaji hampir setara dengan yang ia terima dulu.Â
"Semangat awalnya hanya untuk membiayai anak. Alhamdulillah sekarang bisa menghidupi orang lain. Ketan ini sudah kami anggap anak ketiga," sambung Rini, istri Wahyu.