Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Belgia Mengajari Kita tentang Pentingnya "Plan B"

3 Juli 2018   08:47 Diperbarui: 3 Juli 2018   09:13 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Eiji Yoshikawa pandai membuat banyak orang terkesima dengan caranya berkisah tentang Miyamoto Musashi di novel fiksinya, "Musashi". Lewat Musashi, pendekar berpedang kayu yang di separo akhir hidupnya mendalami seni, Eiji Yoshikawa menyelipkan pesan bahwa semangat sekuat karang, bisa mengalahkan lawan dengan senjata lebih baik.

Begitulah inti kisah Miyamoto Musashi. Kisah keberanian Musashi itu digambarkan dalam duel nya melawan Sasaki Kojiro di pulau Funa. Kala itu, Kojiro telah mendapatkan reputasi sebagai pemain pedang tak terkalahkan. Kojiro menggunakan pedang panjangnya yang terkenal, sedang Musashi membawa pedang kayu yang diukirnya dari sebatang dayung, sebagaimana dia gunakan dalam duel-duelnya.

Sasaki Kojiro, sang samurai berkelas, sudah sangat yakin akan memenangi duel. Tetapi, duel paling kesohor di seantero Jepang itu dimenangkan Musashi. Kojiro dengan pedang terbaik dan punya guru hebat, kalah oleh Musashi, si samurai dekil yang tak punya guru dan hanya memakai pedang kayu. Bila Kojiro menyandarkan kepada kekuatan dan ketrampilan, Musashi bertumpu pada semangat dan keyakinan, bahwa : kayu bisa mengalahkan pedang !

Hadapi Belgia, Jepang tampil dengan semangat ala Musashi

Saya mendadak teringat kisah Musashi tersebut usai menyaksikan perjuangan hebat pemain-pemain Jepang saat menghadapi tim sarat bintang, Belgia di Kota Rostov, Rusia pada babak 16 besar Piala Dunia 2018, Selasa (3/7) dini hari tadi.

Ya, membandingkan Jepang dan Belgia memang bak seperti pendekar bersamurai dan pendekar berpedang kayu. Belgia yang memiliki pemain-pemain bintang di hampir semua posisi sehingga pantaslah bila tim mereka disebut generasi emas, adalah representasi pendekar samurai. Kehebatan mereka juga teruji di penyisihan grup dengan meraih tiga kemenangan beruntun. Di hadapan Belgia, Jepang yang selama ini dijuluki "Tim Samurai Biru", kali ini bak "berpedang kayu".

Kalaupun semesta seolah menginginkan munculnya kejutan-kejutan di Piala Dunia 2018 dengan tersingkirnya beberapa tim-tim unggulan, tetapi membayangkan Jepang bisa memulangkan Belgia, masih sulit untuk dinalar.

Toh, di lapangan, Jepang dengan pemain-pemain nya yang laksana 'pedang kayu' itu, mampu membuat Belgia bak kehilangan akal di babak pertama. Strategi Belgia yang mengalirkan bola dengan cepat melalui Kevin De Bruyne, Yannick Caarrasco, Dries Mertens dan Eden Hazard bisa dibaca Jepang. Pun, Romeru Lukaku, penyerang berbadan tinggi besar yang sudah mengemas 4 gol, kali ini tidak banyak mendapat peluang. Jepang membuat Belgia frustrasi karena semua 'senjata utama' mereka seperti tak berfungsi. Nyatanya, babak pertama berakhir 0-0.

Di babak kedua, Jepang bahkan mampu membikin Belgia gentar. Lewat permainan sabar menunggu kesempatan menyerang, Jepang bisa mencetak dua gol dalam waktu empat menit lewat Genki Haraguchi di menit ke-48 dan Takashi Inui di menit ke-52. Hingga satu jam pertandingan, Jepang sepertinya akan keluar sebagai pemenang dan lolos ke perempat final Piala Dunia untuk kali pertama. Betapa tidak, mereka unggul 2-0 dan pemain-pemain bintang Belgia tetap kesulitan menciptakan peluang.

Starting XI terbaik gagal, Belgia mainkan "rencana B" lewat serangan udara

Sampai di menit ke-65, Pelatih Belgia, Roberto Martinez tersadar bahwa rencana A untuk memenangi pertandingan dengan 11 pemain (starting XI) pilihannya, tidak membuahkan hasil. Martinez pun lantas memainkan rencana B dengan mengganti Carrasco dan Mertens. Dua pemain sayap lincah ini diganti dua gelandang dengan postur tinggi besar, Nacer Chadli dan Marouane Fellaini.  

Masuknya Fellaini dan Chadli membuat strategi Belgia berubah. Mereka tidak lagi melakukan 'serangan darat' dengan mencoba membuka ruang pertahanan Jepang melalui kecepatan lari Carrasco dan Mertens. Kali ini, Belgia mencoba mencari gol lewat 'serangan udara' dengan memaksimalkan postur jangkung Fellaini yang setinggi 194 cm dan Chadli (187 cm). Jadilah Belgia lebih sering mengirimkan umpan-umpan crossing ke muka gawang Jepang.

Dan yang terjadi, tidak sampai 10 menit setelah perubahan itu, Belgia bisa menyamakan skor 2-2 lewat dua gol dari sundulan melalui Jan Vertonghen menit ke-69 dan Fellaini di menit ke-74 meneruskan umpan crossing Eden Hazard. Lantas, di menit keempat di masa injury time, lewat serangan balik cepat setelah Jepang mendapatkan sepak pojok, Chadli membuat Belgia berbalik unggul 3-2.

"Kami tertinggal 2-0, jadi kami perlu untuk lebih melakukan pressure dan lebih sering melakukan crossing ke depan gawang mereka. Dan kami berhasil melakukannya," ujar Fellaini dikutip dari ESPN.

"Anda lihat bagaimana reaksi pemain dari bangku cadangan. Kami menunjukkan mental pemenang. Ini bukan tentang kesempurnaan tetapi kemenangan," sambung Roberto Martinez yang juga memuji permainan Jepang.

Yang menarik, kemenangan Belgia itu mendapat respons khusus dari media Spanyol, Marca. Media yang berbasis di Kota Madrid ini menulis judul yang menyentil penampilan Timnas Spanyol. Bunyi judulnya: "Belgium show Spain how to execute a Plan B".

Ya, Belgia menunjukkan Spanyol bagaimana mengeksekusi rencana cadangan. Plan B itulah yang tidak dijalankan atau mungkin tidak dimiliki Spanyol ketika menghadapi tuan rumah Rusia di babak 16 besar, Minggu (1/7). Ketika cara main tiki-taka yang mengandalkan penguasaan bola sekadar enak dilihat dan tak mampu menembus pertahanan Rusia, Spanyol tetap saja bermain seperti itu hingga berakhirnya masa perpanjangan waktu. Mereka pun kalah di babak adu penalti.

Belgia hadapi Brasil di perempat final

Tidak hanya Spanyol, Belgia juga mengajari kita tentang pentingnya memiliki rencana cadangan dalam menghadapi tantangan hidup. Ketika rencana utama yang dianggap terbaik ternyata tidak berjalan sesuai yang diharapkan, disitulah dibutuhkan plan B. Rencana cadangan yang memiliki pendekatan berbeda dengan plan A tetapi diharapkan mampu mendatangkan hasil maksimal.

Di perempat final, Belgia sudah ditunggu Brasil yang empat jam sebelumnya lebih dulu lolos ke perempat final usai mengalahkan tim spesialis babak 16 besar, Meksiko. Perjumpaan Belgia melawan Brasil akan digelar di Kota Kazan pada 6 Juli nanti. 

Akan sangat menarik menyaksikan duel dua tim Amerika Latin dan Eropa yang sarat pemain bintang dan memiliki tujuan berbeda. Bila Brasil memburu gelar keenam juara dunia, Belgia berharap menjadi juara untuk kali pertama. Dan yang pasti, jangan nonton bola tanpa Kacang Garuda. Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun