Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Mengagumi Semangat Jerman, Semangat Menentukan Nasib Sendiri

24 Juni 2018   09:16 Diperbarui: 24 Juni 2018   09:32 986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toni Kroos merayakan gol kemenangan Jerman/Foto: The Irish Sun

"Dengan situasi sekarang, kami punya dua pertandingan (seperti) final. Kami harus mengeluarkan apa yang membuat kami begitu kuat (di Piala Dunia lalu). Kami yakin bisa melakukannya. Kami akan memperlihatkannya saat melawan Swedia nanti".

Begitu pernyataan kiper Jerman, Manuel Neuer kepada awak media usai timnya dipecundangi Meksiko di laga pertama mereka di Piala Dunia 2018 pada 17 Juni lalu. Pernyataan yang menurut saya aneh. Aneh karena belum apa-apa, kiper terbaik di Piala Dunia 2014 ini sudah merasa akan melakoni laga final. Ah, Piala Dunia di Rusia ini memang aneh.

Betapa tidak, Jerman, sang juara dunia 2014 yang baru saja merasakan empuknya lapangan di Rusia, sudah harus melakoni laga "rasa final" yang wajib dimenangi. Yang sudah-sudah di Piala Dunia, Jerman meski tampil nggak bagus-bagus amat, tetapi masih bisa menang dan lolos ke babak 16 besar tanpa dibayangi keresahan mengemas koper untuk pulang lebih cepat.

Namun, dalam empat edisi terakhir, Piala Dunia (PD) memang tak ramah bagi juara bertahan--untuk tidak menyebut 'kutukan'. Prancis, Italia dan Spanyol yang datang sebagai juara bertahan, langsung pulang di putaran pertama PD 2002, 2010 dan 2014. Hanya Brasil yang bisa lolos dari fase grup meski hanya sampai di perempat final di Piala Dunia 2006.

Dan, dengan kekalahan dari Meksiko, Jerman bisa saja merasakan kutukan itu. Kalau kata penulis Djenar Maesa Ayu, "kita (pendukung Jerman) bisa memesan bir, namun tidak bisa memesan takdir.

Dan memang, Jerman tidak bisa memesan takdir. Namun, mereka rupanya tidak mau begitu saja bernasib seperti para juara pendahulunya. Karenanya, melawan Swedia tadi malam, pemain-pemain Jerman benar-benar memperlihatkan apa yang membuat tim mereka begitu kuat. Apa? Kebersamaan, karakter kuat dan daya juang.

Mental pemenang bawa Jerman keluar dari situasi sulit 

Ya, dalam laga melawan Swedia dini hari tadi sejatinya ada banyak hal yang "tidak berpihak" pada Jerman. Sebelum laga dimulai, pelatih Jerman, Joachim Loew harus mengikhlaskan bek andalannya, Matt Hummels tak bisa main karena cedera. Loew juga harus melanggar 'aturan tak tertulis' di sepak bola, "dont change the winning team". Dia mencadangkan Mesut Oezil dan Sami Khedira yang selama ini jadi langganan starter. Dia 'berjudi' memainkan Marco Reus sebagai "pemain nomor 10" yang bermain di belakang striker.

Sialnya, baru setengah jam pertandingan, Sebastian Rudy yang diplot mengisi posisi Khedira, cedera. Dan, semenit setelah digantinya Rudy, gawang Neuer jebol. Penyerang Swedia, Ola Toivonen berhasil memperdaya bek pengganti Hummels, Antonio Rudiger. Swedia pun unggul 1-0. Skor itu bertahan hingga akhir babak pertama.

Di babak kedua, Loew menarik keluar winger Julian Draxler dan memasukkan penyerang berbadan gempal, Mario Gomez. Baru tiga menit, striker 32 tahun ini punya andil ketika Reus berhasil menjebol gawang Swedia. Skor pun jadi 1-1. Mencetak gol cepat itu menjadi cara terbaik Jerman untuk mengawali babak kedua.

Hanya saja, gol kedua yang ditunggu-tunggu tidak juga datang meski serangan demi serangan mengalir deras ke gawang Swedia. Malah di menit ke-82, Jerman harus bermain dengan 10 pemain. Bek Jerman paling berpengalaman, Jerome Boateng mendapat kartu kuning kedua usai melanggar striker Swedia, Marcus Berg.

Jerome Boateng dikartu merah di menit ke-81/Foto: GoalBall/Reuters
Jerome Boateng dikartu merah di menit ke-81/Foto: GoalBall/Reuters
Sampai di sini, skor 1-1 itu rasanya akan menjadi hasil akhir pertandingan. Dengan 10 pemain, Jerman sepertinya susah menambah gol. Bila begitu, Jerman berarti memang harus benar-benar bersiap pulang cepat.

Sebab, bila laga berakhir 1-1, Jerman hanya akan mengemas 1 poin dan Swedia 4 poin. Sementara Meksiko sudah lolos dengan kemenangan 2-1 atas Korsel pada laga dua jam sebelumnya. Artinya, kalaupun Jerman bisa pesta gol ke gawang Korsel di laga terakhir, itu akan percuma bila Swedia "main mata" dengan Meksiko dengan hanya meraih hasil imbang.

Namun, Jerman rupanya tidak mau berjumpa dengan 'skenario' itu. Di masa added time, berawal dari tendangan bebas di samping kanan kotak penalti Swedia, sepakan keras Toni Kroos melengkung seperti pisang dan menghujam ke pojok kiri atas gawang Swedia.

Demi mendapati gol itu, buncahlah kegembiraan pemain-pemain Jerman. Semua pemain berbeut ingin memeluk Kroos. Loew yang biasanya cool, kali ini ikut berteriak-teriak kegirangan. Pun, fans Jerman di tribun yang awalnya pasrah, sontak melonjak dari tempat duduknya.

"Saya merasa ada banyak orang yang akan senang bila Jerman tersingkir. Namun, mereka tidak akan mudah mengirim kami pulang," ujar Kroos dikutip dari Marca.com

Kroos yang jadi bintang lapangan di laga tadi, seolah mengingatkan kembali mereka yang lupa tentang karakter Jerman sebagai tim yang punya DNA pantang pasrah. Karakter pejuang di lapangan yang membuat Jerman telah meraih empat kali juara dunia dan selalu lolos ke semifinal di empat edisi terakhir Piala Dunia.

 Kroos yang sepanjang laga menguasai bola 144 kali dengan akurasi umpan mencapai 93 persen, seperti ingin menunjukkan kembali tentang makna slogan "class is permanent". Bahwa setiap tim bisa saja kalah, tetapi pembeda antara tim bermental juara dan penggembira adalah seberapa cepat mereka move on dan merespons kekalahan.

Ya, hanya tim dengan kualitas bukan musiman yang bisa keluar dari situasi sulit sepanjang pertandingan untuk kemudian menjadi pemenang. Sama sekali tidak mudah bermain dengan tekanan besar harus menang di turnamen sekelas Piala Dunia, tanpa bek andalan, tertinggal gol lebih dulu dan bermain dengan 10 orang di 10 menit terakhir. Namun, Jerman bisa melakukannya dengan cara hebat.

Melawan Korsel di laga terakhir, Jerman bisa tentukan nasibnya sendiri

Memang, kemenangan atas Swedia belum membuat Jerman aman. Setidaknya, di pertandingan terakhir Jerman bisa menentukan nasibnya sendiri untuk lolos ke babak 16 besar tanpa harus menggantungkan nasib pada tim lain. Di laga terakhir Grup F pada 27 Juni nanti, Jerman wajib menang atas Korsel. Di saat bersamaan, Swedia akan menghadapi Meksiko.

Jerman akan menghadapi Korea Selatan di pertandingan terakhir Grup F/Foto: The Guardian
Jerman akan menghadapi Korea Selatan di pertandingan terakhir Grup F/Foto: The Guardian
Kini, Jerman dan Swedia sama-sama punya 3 poin dengan selisih gol sama, 2-2. Di laga terakhir, Swedia bisa saja mengalahkan Meksiko. Apapun masih bisa terjadi. Dan,  bila ingin lolos ke babak 16 besar, Jerman wajib menang dengan gol lebih banyak dari Swedia (andai Swedia juga menang).

Aturan untuk menentukan kelolosan tim dari fase grup, ketika dua tim punya poin sama, maka selisih gol-lah yang menjadi acuan nomor satu, kemudian jumlah gol yang dicetak (bukan head to head kedua tim). 

Ah, menarik ditunggu bagaimana akhir cerita nasib Jerman di penyisihan grup pada 27 Juni nanti. Apakah bisa menjaga tradisi lolos ke fase knock out. Atau malah pulang cepat seperti para 'mantan' juara sebelumnya.

Yang pasti, lolos atau tidak, Jerman kini bisa menentukan nasibnya sendiri lewat pertandingan melawan Korsel. Silahkan menjadi saksi bagaimana perjuangan Jerman. Dan ingat, jangan nonton bola tanpa Kacang Garuda. Salam.

    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun