Menikmati minuman dingin/es di waktu berbuka puasa setelah seharian beraktivitas sembari dihajar terik matahari, memang menjadi favorit bagi banyak orang. Seteguk minuman dingin manis bakal ampuh untuk menyegarkan kerongkongan kering. Jangankan minum, hanya melihat gambar/foto berbagai jenis es segar yang berseliweran di Instagram, rasanya tak sabar untuk segera meminumnya.
Namun, saya malah berbeda dengan kebanyakan orang. Bila banyak orang suka 'membatalkakan' puasanya dengan meminum minuman dingin di kala adzan Maghrib, saya malah sebaliknya. Untuk urusan menikmati minuman di waktu berbuka puasa, saya sedikit anti-mainstream. Saya malah lebih suka menikmati minuman hangat. Kebiasaan itu sudah terjadi sejak beberapa tahun lalu.
Pernah Punya Kenangan Buruk pada Minuman Dingin
Kurang sukanya saya menikmati minuman dingin ketika berbuka puasa bukannya tanpa sebab. Tenggorokan saya sepertinya sensitif dengan minuman dingin. Dulu saya pernah punya kenangan buruk karena berbuka puasa dengan minuman dingin.Â
Mungkin karena terlena dengan segarnya, saya meminumnya tidak hanya seteguk, tetapi berteguk-teguk. Ditambah lagi menikmati gorengan. Ternyata, efeknya langsung terasa.Â
Tenggorokan saya langsung terasa berat. Tidak hanya batuk, keesokan harinya, ketika bangun tidur, suara saya juga jadi serak. Bahkan, suara saya sempat 'menghilang'. Kondisi itu sangat menganggu.
Bahkan, pernah ketika sudah bekerja yang pekerjaannya mengandalkan suara, "penyakit hilang suara" itu muncul lagi. Dan itu sungguh mengganggu. Penyebabnya juga sama, bermula karena 'minum es'. Entah karena kadar gula minumannya terlalu tinggi atau bagaimana sehingga efeknya langsung terasa. Situasi itu memunculkan trauma sehingga saya kurang menyukai es. Sehingga, saya jarang mengawali  berbuka puasa dengan menyantap minuman segar.
Dulu, seringkali ketika berbuka puasa bersama teman-teman kerja, kalaupun ada menu aneka es yang menggoda tersedia di meja berbuka, semisal es campur, es degan, es sirup, hingga es teh, entah saya kok tidak tergoda. That don't impress me much. Dari sekian varian minuman dingin itu, saya malah lebih suka memilih kolak hangat.
Begitupun ketika berbuka puasa di rumah bareng istri dan anak-anak, istri saya sudah paham kebiasaan saya itu. Karenanya, dia lebih suka menyiapkan segelas besar teh hangat.Â
Sebaliknya, istri saya justru penyuka es segar dingin. Katanya belum lengkap bila berbuka puasa tanpa yang segar-segar. Maka, jadilah ada dua menu minuman hangat dan dingin setiap kali kami berbuka puasa di rumah.
"Menyerah" pada Es Blewah
Istri sebenarnya beberapa kali mencoba menawarkan minuman dingin. Karena yang bikin istri, tentunya tidak boleh ditolak. Bagi saya, minuman/masakan buatan istri itu harus menjadi prioritas (dulu ketika bekerja di kantor dan dibawakan istri 'bontotan/bekal makan dari rumah, kalaupun ada pembagian nasi kotak karena kebetulan ada teman yang berulang tahun, saya lebih memilih bekal yang dibawakan istri).Â
Bukan hanya menghargai jerih payahnya, tetapi menyenangkan istri itu salah satu amalan yang dianjurkan. Namun, kalaupun mencoba minuman dingin itu, ya hanya seteguk saja. Itu sudah cukup. Selebihnya lebih memilih teh hangat atau air putih.
Terlepas dari keengganan saya untuk menikmati es ketika berbuka puasa, ada satu jenis minuman dingin yang membuat saya sulit untuk berkata tidak. Adalah es blewah yang membuat saya "kalah" dan menyerah" sehingga akhirnya mau menikmatinya untuk berbuka puasa.Â
Hanya saja, tidak seperti jenis minuman dingin lainnya yang bisa selalu ada di setiap Ramadan, tidak demikian halnya dengan es blewah. Es blewah tidak selalu ada di bulan Ramadan. Ada atau tidaknya es ini bergantung dari musim blewah atau tidak. Bila sedang musim, akan mudah membuatnya. Namun, bila sedang tidak musim, es blewah hanyalah angan-angan.Â
Kabar bagusnya, pada Ramadan tahun ini, buah yang di Sidoarjo lebih kondang dengan nama garbis ketimbang blewah ini, tengah rame-ramenya. Ya, sepekan sebelum Ramadan hingga hari ini, ada banyak penjual buah yang berjualan blewah. Perihal musim blewah ini, saya pernah iseng berpikir, petani blewah pastinya berusaha keras untuk menyesuaikan waktu panen blewah dengan Ramadan agar harga jualnya naik.
Dan menariknya, bila dulu Garbis ini hanya satu jenis, dengan berbagai ukuran, kini ada dua jenis. Ada Garbis yang katanya biasa dan ada yang kretek. Rupanya petani garbis kini sudah lebih kreatif untuk menghasilkan blewah yang segar.Â
Namun yang pasti, untuk bisa menikmati Blewah paling segar, pilihlah yang baunya tercium harum dan kulitnya juga sudah setengah matang.
Harganya pun murah meriah, mulai Rp 3000. Namun, seenak-enaknya beli, lebih mantab bila membuat es blewah sendiri di rumah. Maksudnya dibuatin istri.Â
Selain 'gula' nya lebih aman, juga jerih payah sedari awal membeli blewah, memotong dan mencacahnya, akan membuatnya serasa lebih nikmat. Kenikmatan es blewah itu yang saya rasakan pada buka puasa hari ini. Meski, tetap saja ada teh hangat nya. Salam Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H