Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Menikahlah, Agar Tak Lagi Boros di Bulan Ramadan

28 Mei 2018   23:10 Diperbarui: 28 Mei 2018   23:14 851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Esensi puasa Ramadan seharusnya menjadi periode untuk mengendalikan diri. Kita dilatih untuk mengendalikan emosi, mengendalikan keinginan makan minum agar tidak berlebihan, termasuk mengendalikan pengeluaran.  

Seharusnya, Ramadan membuat kita bisa lebih berhemat. Acuannya, bila di luar bulan puasa, kita bisa makan sehari dua atau tiga kali, belum nyemil atau merokok (bagi yang merokok). Sementara di bulan Ramadan, aktivitas makan, nyemil dan merokok itu hanya dibatasi setelah waktu berbuka sampai habis masa sahur.

Namun, yang terjadi, aneh tapi nyata, beberapa orang justru mengeluarkan lebih banyak uang alias lebih boros selama Ramadan.

Saya pernah mengalami kejadian aneh tapi nyata itu ketika masa-masa masih bujangan. Tepatnya ketika menjalani puasa sembari bekerja. Tanpa saya sadari, ada beberapa kebiasaan yang saya lakoni, justru menjadi penyebab boros di bulan Ramadan.

Umumnya, ketika waktu berbuka puasa, di kantor sudah tersedia takjil. Sekadar minuman segar dan juga makanan ringan seperti gorengan. Itu ibarat 'pemanasan' buka puasa. Setelah itu tentunya masuk pada acara inti, yakni berbuka puasa di warung terdekat. Dalam urusan berbuka ini, saya dulu cukup memperhatikan asupan yang saya konsumsi. Minimal ada sayur dan lauk yang bergizi. Tidak apa-apa harganya sedikit mahal. Daripada makan murah tapi 'asal-asalan'. Apakah ini penyebab boros?

Bukan. Bagi saya, menikmati berbuka puasa dengan menu terbaik demi "mengisi batere energi" agar kerja tetap prima, bukanlah perilaku boros. Justru itu sudah seharusnya. Malah yang tidak bagus itu pelit terhadap diri sendiri dengan hanya membeli makanan seadanya berharga murah yang malah bisa mengakibatkan sakit.

Sering "lapar mata" ketika pulang kerja

Nah, bagian yang bikin boros adalah setelah berbuka. Setelah seharian berpuasa, muncul godaan untuk nyemil. Jadilah aktivitas nyemil itu seolah menjadi rutintas yang dilakukan sembari bekerja. Tentu saja, untuk bisa menikmati camilan, ada harga yang harus dibayar.

Lalu, ketika pulang dari kantor, dalam perjalanan menuju rumah ataupun tempat kos ketika pernah ditugaskan di Jakarta, ini juga menjadi bagian "godaan boros" yang paling sulit dilawan. Saya dulu acapkali "lapar mata" setiap melintas di tempat tukang bakso, tahu telur ataupun mie goreng. Walau tidak setiap hari, tetapi cukup sering menuruti lapar mata itu dengan dalih untuk "makan malam".

Dan, ketika bangun sahur, yang namanya anak kos tentunya harus nyari makanan sahur di warung. Lagi-lagi ada uang yang harus dikeluarkan. Jadi dalam semalam, bisa tiga atau empat kali mengeluarkan uang untuk sekadar makan/nyemil. Sementara di luar Ramadan, godaan lapar mata ini malah tidak sedashyat seperti di bulan Ramadan.

Belum lagi bila frekuensi ajakan teman-teman untuk berbuka puasa bersama, cukup sering. Karena berbuka puasanya bersamanya memakai sistem BDD alias bayar dhewe-dhewe (membayar sendiri-sendiri), tentunya menambah pengeluaran. Walaupun, atas nama pertemanan, uang tidak terlalu menjadi perhitungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun