"Apakah menulis di Kompasiana bisa dapat duit?"
Entah sudah berapa kali saya mendapatkan pertanyaan itu dari kawan-kawan yang saya coba ajak menulis di Kompasiana. Bisa jadi sudah puluhan kali mendekati ratusan kali.
Sebagai mantan 'karyawan pabrik' yang bergerak di bidang penghasil tulisan, saya memang punya cukup banyak kenalan 'tukang nulis' alias jurnalis. Tidak hanya sekadar kenal, tetapi juga masih cukup sering bertukar pendapat. Berawal dari ngobrol-ngobrol tentang tulis-menulis, tingkah polah para tukang nulis zaman now, hingga beragam sikap perusahaan media yang berujung pada keinginan untuk mencari 'jalan lain' lewat menulis.
Dan memang, dari sekian banyak kawan tersebut, tidak semuanya beruntung bisa bekerja di perusahaan yang bisa memberikan kesejahteraan bagi para karyawannya. Karena memang, berbeda dengan era saya pas SD dulu ketika jumlah media belum banyak, media di era sekarang jumlahnya tidak bisa dihitung dengan jari tangan plus jari kaki. Dan tentunya setiap media punya kekuatan finansial yang berbeda-beda dalam menggaji karyawannya.
Dari curhatan beberapa kawan, bila bisa dibayar sesuai standar Upah Minimum Kota (UMK) yang berlaku saja, itu sudah sangat bagus. Malah ada yang gajinya tidak menentu setiap bulannya. Didasari hal itu, ada beberapa kawan yang bekerja di perusahaan media, lantas punya sambilan dengan membuat media online sendiri. Merancanng web sendiri, nyari berita sendiri, nulis sendiri dan semoga saja tulisannya tidak hanya dibaca sendirian. Â
Nah, ketika obrolan kami sampai pada tema peluang mendapatkan pemasukan tambahan lewat menulis, saya tidak ragu untuk menyebut Kompasiana. Saya bilang, monggo mencoba menulis di Kompasiana. Toh, karena pekerjaan sehari-seharinya menulis, seharusnya tidak sulit untuk menemukan tema tulisan yang bisa ditampilkan di Kompasiana. Dan, dari situlah muncul pertanyaan seperti yang saya tuliskan sebagai judul di atas. Pertanyaan yang menurut saya wajar sebagai wujud keingintahuan. Apalagi, sekarang ini memang banyak bermunculan platform menulis online yang memberikan bayaran kepada penulisnya.
Bagaimana menjawabnya? Saya acapkali membuka jawaban dengan penjelasan bahwa Kompasiana itu seperti "sekolah". Kompasiana itu bukan tempat bekerja. Sebagai sekolah, Kompasiana itu tempat belajar menulis dan juga tempat 'senang-senang'.Â
Di Kompasiana, kita bisa belajar menulis dengan benar dari membaca tulisan-tulisan orang lain. Karena memang, sebagai sekolah, murid-murid Kompasiana sangat beragam. Dari mereka yang masih sekolah, hingga yang sudah bergelar profesor. Dari yang baru belajar menulis, hingga yang sudah bisa menulis 'sambil merem'.Â
Di Kompasiana, kita juga bisa menulis senang-senang dalam artian nulis tema apa saja dari yang paling sederhana hingga analisis luar biasa selama itu tidak melanggar aturan.
Dan namanya sekolah, tentu tidak ada upah tetap harian, mingguan atau bulanan bagi yang menulis. Namun, bila ada murid-muridnya yang berprestasi, pihak sekolah tidak akan ragu untuk memberikan apresiasi semisal memberi 'beasiswa' atau ada hadiah dari perlombaan. Nah, untuk urusan memberikan apresiasi kepada murid-murid berprestasi ini, Kompasiana termasuk sangat loman (bahasa Jawa artinya royal/mudah memberi).
Salah satunya lewat lomba menulis alias blog competition berhadiah duit jutaan. Saya lupa mulai tahun berapa ada blog competition di Kompasiana. Tetapi yang jelas, frekuensi blog competition ini setiap tahunnya semakin banyak. Bahkan, dalam satu bulan, bisa ada tiga hingga empat lomba menulis dengan bermacam-macam tema. Karena memang, ada banyak instansi pemerintah atau perusahaan yang bersinergi dengan Kompasiana dalam menggelar blog competition yang sekaligus menjadi penegas bahwa Kompasiana dipercaya dan dipandang sebagai wahana efektif untuk menyebarluaskan informasi, sosialisasi kebijakan/program hingga mengenalkan produk kepada khalayak.Â
Dan, namanya lomba menulis, tentunya hanya mereka yang tulisannya terbaik dalam penilaian dewan juri yang bisa menang dan mendapat hadiah uang. Namun, setidaknya, dengan ikut menulis, ada harapan untuk menang.
Malah sejak tahun 2017 lalu, Kompasiana memberikan penghargaan bulanan kepada para penulisnya dengan kategori penulis paling populer, paling produktif dan juga penghasil karya terbaik. Termasuk juga ajang Kompasianival yang kini rutin digelar tahunan untuk mengapresiasi 'murid-murid yang berprestasi'.Â
Bahkan, di bulan Ramadan ini, ada program THR yang bisa didapatkan dengan menulis. Pendek kata, meskipun tidak memberlakukan bayaran per tulisan seperti media platform menulis, tetapi Kompasiana memberi kesempatan kepada penulisnya untuk menjemput rezeki dari menulis.
Dan memang, penyebutan Kompasiana sebagai sekolah itu ternyata ada benarnya. Hampir semua fungsi sekolah, bisa didapatkan di sini. Mulai dari fungsi edukasi dan pembelajaran, hingga fungsi interaksi sosial, serta fungsi reward and punishment. Â
Di Kompasiana, selain belajar ilmu menulis dari penulis lainnya, kita juga bisa belajar menjadi lebih cerdas dengan membaca tulisan-tulisan penulis yang memang kompetensinya tidak diragukan dalam bidang tertentu. Ini yang saya maksud dengan fungsi edukasi dan pembelajaran.
Di Kompasiana, kita juga bisa mendapatkan fungsi interaksi sosial. Baik interaksi lewat tulisan melalui saling berbalas komentar di kolom komentar ataupun interaksi langsung melalui berbagai kegiatan yang diadakan semisal Nangkring hingga Kompasianival. Dan, selain memberikan penghargaan bila memang keaktifan dan kualitas karya kita pantas diapresiasi, bila tulisan sampean kita justru berlawanan dengan semangat Kompasiana, sampean bisa mendapatkan 'catatan hitam'.
Jadi, apakah menulis di Kompasiana bisa dapat duit? Monggo menulis. Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H