Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Mengenal Thomas Tuchel, Pelatih Baru Paris Saint Germain

17 Mei 2018   23:41 Diperbarui: 18 Mei 2018   09:53 2761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa sih yang tidak bisa dilakukan klub kaya raya seperti Paris Saint-Germain (PSG). Jangankan mendatangkan pemain-pemain berharga biasa, membeli satu pemain berharga triliunan seperti Neymar pun bisa dilakukan. Apalagi bila sekadar memecat pelatih. Pendek kata, klub kaya mah bebas ngapain aja

Dan, untuk memecat pelatih, PSG bisa melakukannya tanpa perlu menunggu si pelatih gagal total. Tengok saja nasib Unai Emery. Pelatih berkebangsaan asal Spanyol berusia 46 tahun ini dipecat meski PSG sukses meraih gelar dobel di musim 2017/18 ini. Mereka juara Ligue 1 Prancis, juga juara Coupe de France.

Namun, bagi PSG yang sudah kaya raya, gelar lokal dianggap belum cukup. Target mereka adalah memenangi Liga Champions. Dan untuk kompetisi yang memperebutkan trofi bertelinga lebar ini, Emery memang gagal. Singkat cerita, dia dipecat. Dan, awal pekan ini, PSG mengumumkan mantan pelatih Borussia Dortmund, Thomas Tuchel, sebagai pelatih baru mereka dengan kontrak berdurasi dua tahun.

Siapa Thomas Tuchel?

Membaca rekam jejak karier pria kelahiran 29 Agustus 1973 ini, kita bisa berkesimpulan bahwa tak semua pelatih hebat dulunya punya catatat karier hebat sebagai pesepak bola.

Lahir di kota kecil, Krumbach, Tuchel kecil mengawali perkenalan dengan sepak bola di klub lokal, TSV Krumbach junior sebelum pindah ke akademi FC Augsburg pada tahun 1988. Sempat dipromosikan ke tim senior di usia 19 tahun, tetapi dia tidak pernah mendapatkan kesempatan bermain.

Thomas Tuchel, pensiun dini ketika menjadi pemain/Foto: en.as.com
Thomas Tuchel, pensiun dini ketika menjadi pemain/Foto: en.as.com
Di tahun 1992, Tuchel yang bermain sebagai pemain bertahan, lantas "disekolahkan" ke tim Bundesliga 2 (divisi II), Stuttgart Kickers. Di tim ini, dia tampil biasa saja dan hanya main 8 kali di musim 1992-93. Penampilannya tak kunjung membaik di musim 1993/94 sehingga dicopot dari tim utama Kickers.

Dia lalu bermain untuk tim Divisi III, Regionalliga Sud. Di sini, dia baru 'dihargai' sebagai pemain dengan tampil di 69 laga selama empat musim sebagai bek tengah. Namun, cedera lutut parah di awal tahun 1998 memaksanya pensiun dini sebagai pemain ketika usianya baru 25 tahun.

Piawai Mengasah Potensi Pemain Muda 

Dia pun mencoba peruntungan sebagai pelatih. Tuchel mengawali perannya sebagai pelatih di tahun 2000 dengan menjadi pelatih kepala tim U-19 di salah satu klub elit Jerman kala itu, VfB Stuttgart. Tahun 20015, karena dinilai bagus memoles tim muda, Tuchel direkrut FC Augsburg II sebagai koordinattor tim muda. Dua tahun di posisi ini, dia lalu dipercaya menangani tim senior. Di tahun 2009, dia 'naik kelas' melatih  klub Bundesliga, Mainz 05 yang tahun itu baru promosi dari Bundesliga 2.

Di Mainz inilah, Tuchel sukses mengorbitkan beberapa pemain muda. Dialah yang menemukan bakat Mario Gomez dan Holger Badstuber. Tuchel pula yang mengendus bakat Andre Schurlee, Adam Szalai dan kiper utama Liverpool saat ini, Loris Karius yang juga hasil didikannya di Mainz 05. Dia pandai memotivasi pemain untuk mengeluarkan potensi terbaiknya.

Lori Karius, kiper Liverpool merupakan salah satu didikan Tuchel di Mainz 05/Foto: Indonesia.liverpoolfc.com
Lori Karius, kiper Liverpool merupakan salah satu didikan Tuchel di Mainz 05/Foto: Indonesia.liverpoolfc.com
Kelebihan Tuchel dalam 'menyulap' pemain-pemain muda inilah yang sempat membuat Arsenal kepincut ingin mendapatkannya. Arsenal ingin Tuchel menjadi pengganti Arsene Wenger yang lebih dulu dikenal sebagai jagoan mengorbitkan pemain muda ke tim senior.

Suka Sepak Bola Ofensif

Karier Tuchel semakin melejit kala ditunjuk menggantikan Juergen Klopp di Borussia Dortmund di tahun 2015. Dan yang paling membuat banyak maajemen klub tertarik adalah kegemarannya dalam memainkan sepak bola ofensif. Di awal melatih Dortmund di musim 2015/16, Tuchel memakai formasi menyerang, 4-2-3-1, 4-3-3, 3-4-3 dan meraih 11 kemenangan beruntun di awal kompetisi.

Sayangnya, strategi menyerang itu gagal membuahkan trofi. Selain hanya jadi runner up Bundesliga, Dortmund juga kalah adu penalti di final DFB Pokal dari Bayern Munchen. Baru di musim 2016/17, Tuchel membawa Dortmund juara DFB Pokal yang menjadi trofi pertamanya sebagai pelatih. Satu kreasi Tuchel adalah striker Pierre Emerick Aubameyang yang mencetak 56 gol dalam 63 penampilan.

Tuchel berhasil memoles Aubameyang menjadi mesin gol/Foto: Sportbild.bild.de
Tuchel berhasil memoles Aubameyang menjadi mesin gol/Foto: Sportbild.bild.de
Nah, filosofi menyerang ini yang pada akhirnya membuat Presiden PSG, Nasser al-Khelaifi menjatuhkan pilihan kepada Tuchel dibanding beberapa kandidat lainnya seperti Antonio Conte. "Thomas merupakan salah satu pelatih paling kompetitif di Eropa saat ini. Dia akan membawa klub ini ke posisis tertinggi dalam beberapa tahun ke depan," ujar Nasser Al-Khelaifi, dikutip dari Marca.com.

PSG juga bakal diuntungkan dengan kemampuan Tuchel memoles pemain muda. Dengan kelebihan Tuchel ini, PSG ke depannya sangat mungkin bisa menjadi tim yang tidak lagi boros belanja pemain karena pemain-pemain muda mereka bakal diorbitkan sebagai pemain bintang.

Dan, bila ingin PSG sukses (menjuarai Liga Champions), Nasser al-Khelaifi wajib memberikan ruang bebas bagi Tuchel untuk meramu strategi dan memimpin pemain. Sebab, media Jerman, Deutsche Welle dalam artikel berjudul "Thomas Tuchel, A talented but difficult coach" menyebut Tuchel sangat anti "disetir" manajemen. Alasan itu yang membuatnya enggan menerima pinangan Bayern Munchen.

Bagaimana PSG di era Thomas Tuchel? Ah, era baru memang selalu memunculkan rasa penasaran. Ada harapan baru apakah sang pelatih anyar mampu membuat cerita yang lebih keren di PSG di musim depan. Fans dan simpatisan PSG pastinya berharap begitu. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun