Karier Tuchel semakin melejit kala ditunjuk menggantikan Juergen Klopp di Borussia Dortmund di tahun 2015. Dan yang paling membuat banyak maajemen klub tertarik adalah kegemarannya dalam memainkan sepak bola ofensif. Di awal melatih Dortmund di musim 2015/16, Tuchel memakai formasi menyerang, 4-2-3-1, 4-3-3, 3-4-3 dan meraih 11 kemenangan beruntun di awal kompetisi.
Sayangnya, strategi menyerang itu gagal membuahkan trofi. Selain hanya jadi runner up Bundesliga, Dortmund juga kalah adu penalti di final DFB Pokal dari Bayern Munchen. Baru di musim 2016/17, Tuchel membawa Dortmund juara DFB Pokal yang menjadi trofi pertamanya sebagai pelatih. Satu kreasi Tuchel adalah striker Pierre Emerick Aubameyang yang mencetak 56 gol dalam 63 penampilan.
PSG juga bakal diuntungkan dengan kemampuan Tuchel memoles pemain muda. Dengan kelebihan Tuchel ini, PSG ke depannya sangat mungkin bisa menjadi tim yang tidak lagi boros belanja pemain karena pemain-pemain muda mereka bakal diorbitkan sebagai pemain bintang.
Dan, bila ingin PSG sukses (menjuarai Liga Champions), Nasser al-Khelaifi wajib memberikan ruang bebas bagi Tuchel untuk meramu strategi dan memimpin pemain. Sebab, media Jerman, Deutsche Welle dalam artikel berjudul "Thomas Tuchel, A talented but difficult coach" menyebut Tuchel sangat anti "disetir" manajemen. Alasan itu yang membuatnya enggan menerima pinangan Bayern Munchen.
Bagaimana PSG di era Thomas Tuchel? Ah, era baru memang selalu memunculkan rasa penasaran. Ada harapan baru apakah sang pelatih anyar mampu membuat cerita yang lebih keren di PSG di musim depan. Fans dan simpatisan PSG pastinya berharap begitu. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H