Menurut sampean (Anda), siapakah ganda putri terbaik dunia saat ini? Apakah pasangan asal Tiongkok, Chen Qingchen/Jia Yifan yang merupakan juara dunia 2017 dan hingga kini masih berstatus ganda putri peringkat 1 dunia. Ataukah "tante" asal Denmark, Kamilla Rytter Juhl/Christinna Pedersen yang tahun ini menjadi juara All England 2018. Ataukah pasangan Jepang peraih medali emas Olimpiade 2016, Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi yang di tahun ini masih "lapar gelar"
Ada cukup banyak pasangan top di sektor ganda putri. Dan itu menunjukkan bahwa level persaingan di ganda putri tidak kalah ketat dengan persaingan di ganda putra. Bahkan, rivalitas di ganda putri kini lebih ketat bila merujuk pada bergantiannya mereka menjadi juara turnamen-turnamen. Sementara rivalitas di ganda putra seolah tidak seketat dulu seiring dominasi ganda Indonesia, Marcus Gideon/Kevin Sanjaya. Â
Kembali kepada pertanyaan pertama, penggemar bulutangkis pastinya punya versi masing-masing tentang siapakah ganda putri terbaik dunia saat ini. Namun, bila pertanyaannya diubah menjadi negara mana yang kini mendominasi ganda putri, penggemar bulutangkis pastinya satu suara bahwa dari sekian negara "penghasil" ganda putri top, Jepang-lah yang kini menempati peringkat teratas.Â
Tiongkok memang masih punya Qingchen/Yifan dan Denmark masih punya Juhl/Pedersen, Indonesia juga punya pasangan Greysia Polii/Apriani Rahayu yang mulai bisa bersaing di level teratas, tetapi Jepang lah yang "paling kaya'.
Jepang Kini Mendominasi Persaingan di Ganda Putri
Ya, ketika Tiongkok, China dan Indonesia masih mengandalkan nama itu-itu saja di sektor ganda putri dalam setahun ataupun beberapa tahun terakhir, Jepang kini memiliki setidaknya tiga ganda putri top dunia yang mondar-mandir di podium juara ataupun tampil di final turnamen grade utama di bulutangkis.
Simak pertanyaan berikut ini, siapakah juara ganda putri Kejuaraan Asia 2016, 2017 dan 2018? Siapakah peraih medali emas ganda putri Olimpiade 2016? Siapakah juara Dubai World Super Series Finals 2017? Jawabannya tidak jauh dari ganda putri Jepang. Â
Laksana bunga, Hirota/Fukushima seolah kini tengah "mekar" setelah tahun 2017 lalu menunjukkan progress luar biasa. Mereka juara Malaysia Open 2017 dan German Open 2017 serta mampu tampil di final Kejuaraan Dunia meski hanya menjadi runner up juga runner up di Super Series Finals 2017.Â
Nah, di tahun ini ini, sebelum jadi juara Asia 2018, Hirota dan Fukushima sudah menggondol gelar di German Open 2018. Mereka bahkan nyaris juara di All England 2018 sebelum kalah tipis dari Juhl/Pedersen.
Buah dari Kesabaran
Mengapa Jepang kini bisa kaya ganda putri berkualitas dunia? Salah satunya karena kesabaran Federasi Badminton Jepang dalam menggembleng dan menunggu ganda putri mereka bisa 'mekar'. Contoh paling nyata adalah Ayaka Takahashi/Misaki Matsutomo. Keduanya sudah bermain bersama sejak SMA dan selama itu, keduanya tidak pernah berganti-ganti pasangan.Â
Takahashi/Matsutomo mulai rutin meraih gelar sejak tahun 2009 atau ketika Takahashi baru berusia 17 tahun dan Matsutomo berusia 19 tahun. Kala itu mereka juara di Osaka International dan Belgian International. Kini, mereka sudah lebih 10 tahun bersama dan masih menjadi salah satu ganda putri top dunia. Tahun 2018 ini, mereka masih lapar gelar. Satu gelar sudah diraih di Indonesia Masters yang digelar di Jakarta pada Januari lalu. Termasuk gelar juara Asia di nomor beregu.
Selain kesabaran dalam berlatih, berkompetisi dan menunggu hasil, tentunya ada faktor lain dibalik sukses Jepang memunculkan ganda putri-ganda putri top dunia. Bisa dari pola latihan, teknik pemain hingga menu asupan gizi dari tim pelatih serta lingkungan latihan yang kondusif. Dan yang terpenting, kemauan dari sang pemain sendiri untuk mau berproses menjadi pemain hebat.
Indonesia Kini Juga Berproses Menghasilkan Ganda Putri Top Dunia
Indonesia sebenarnya juga mulai berproses ke arah itu. Ganda putri Indonesia kini mulai bermunculan meski masih belum banyak. Greysia/Apriani yang baru dipasangkan pada April 2017 lalu, sudah mampu meraih beberapa gelar seperti French Open 2017 dan India Open 2018, mampu bersaing dengan ganda top dunia dan juga menembus jajaran top 10 ganda putri dunia.
PP PBSI juga meracik pasangan baru mulai awal April lalu dengan melakukan bongkar pasang ganda putri dan memunculkan tiga ganda putri baru. Yakni, Nitya Krishinda berpasangan dengan Ni Ketut Mahadewi, Rosyita Eka Putri yang baru pulih cedera ditandemkan dengan Yulfira Barkah yang sebelumnya main dengan Nitya dan Anggia Shitta Awanda yang sebelumnya berpasangan dengan Ni Ketu, kini main dengan Meirisia Cindy Sahputri. Meski belum memperlihatkan hasil menggembirakan dari segi pencapaian, ketiganya terus dimatangkan lewat turnamen-turnamen.
PR Menemukan "Jurus" untuk Mengalahkan Ganda Jepang
Dan satu lagi, bila ganda putri Indonesia ingin berjaya di rumah sendiri pada Asian Games 2018, Agustus mendatang, ada PR yang harus segera dicarikan jawabannya. Yakni, bagaimana mengalahkan ganda putri Jepang. Sebab, ganda putri Indonesia kini kesulitan ketika menghadapi ganda Jepang.
Greysia/Apriani selalu kalah dalam lima kali pertemuan dengan Takahashi/Matsutomo, tiga diantaranya terjadi di tahun 2018. Terakhir, mereka kalah di perempat final Kejuaraan Asia 2018 dengan skor 19-21, 14-21 pada pertengahan April lalu. Sebelumnya, Greysia/Apriyani juga kalah di semifinal Kejuaraan Beregu Asia pada Februari lalu. Dan, Januari lalu, Greysia/Apriani takluk di final Indonesia Masters.
Sementara Della/Rizki yang diharapkan bisa membuat kejutan di kejuaraan Asia 2018 setelah mengalahkan QIngchen/Yifan di round 2, juga dihentikan Fukushima/Hirota di semifinal. Dan, pekan lalu, Della/Rizki yang diharapkan bisa juara, takluk dari Sakuramoto/Takahata di perempat final New Zealand Open. Pendek kata, ganda putri Jepang kini menjadi semacam batu krypton bagi ganda putri Indonesia.
Masih ada waktu bagi ganda putri Indonesia untuk terus berproses sebelum Asian Games 2018 digelar. Dan, bicara Asian Games, ganda putri Indonesia juga pernah mengalahkan Matsutomo/Takahashi. Yakni, ketika Greysia masih berpasangan dengan Nitya Krishinda. Mereka meraih medali emas Asian Games 2014 di Incheon, Korea Selatan dengan mengalahkan Matsutomo/Takahashi 21-15, 21-9. Semoga epik itu bisa kembali muncul di Asian Games 2018. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H