Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Ke Final, Liverpool Membawa Masalah yang Harus Segera Diatasi

3 Mei 2018   06:43 Diperbarui: 3 Mei 2018   09:10 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sadio Mane (kiri), pencetak gol pertama Liverpool/Foto: www.thisisanfield.com

Setelah menunggu 11 tahun, Liverpool akhirnya kembali tampil di final Liga Champions. Liverpool menjadi penantang Real Madrid di final Liga Champions 2017/18 yang akan digelar di Kota Kyiv, Ukraina pada 26 Mei mendatang usai menang agergat 7-6 atas AS Roma di semifinal yang berakhir, Kamis (3/5/2018) dini hari tadi.

Namun, bila tidak ingin bernasib seperti di final terakhir mereka di Liga Champions saat kalah 1-2 dari AC Milan di tahun 2007, Liverpool wajib berbenah. Betapa tidak, Liverpool lolos ke final Liga Champions edisi 2018 dengan membawa bertumpuk masalah. Beberapa masalah itu terekspos jelas saat Liverpool kalah 2-4 di markas AS Roma, leg kedua semifinal dini hari tadi.  

Rabu (2/5/2018) pagi kemarin, ketika Real Madrid lolos ke final usai bermain 2-2 dengan Bayern Munchen dan menang agregat 4-3, saya membayangkan Real Madrid akan mendapat masalah besar seandainya bertemu Liverpool di laga puncak. Betapa tidak, Madrid tampil biasa saja dan terus diteror Bayern Munchen lewat umpan-umpan crossing David Alaba dan Joshua Kimmich. 

Madrid beruntung karena dua nama. Kiper mereka, Keylor Navas bermain oke. Dan, striker Bayern, Robert Lewandowski, tengah off day. Andai Madrid tampil seperti itu di final kala melawan Liverpool--rujukannya adalah penampilan ganas Liverpool seperti ketika membantai Roma 5-2 di semifinal pertama--tidak akan sulit bagi Mohamed Salah, Roberto Firmino dan Sadio Mane mengacak-acak pertahanan Madrid.

Namun, yang terjadi dini hari tadi, Liverpool ternyata juga mempertontonkan masalah besar di tim mereka. Utamanya perihal lemahnya komunikasi di lini pertahanan, pressing kendor, serta  transisi dari bertahan ke menyerang. Dan, masalah paling nyata adalah tiadanya seorang gelandang "pengangkut air" jempolan yang bisa melindungi pertahanan mereka.

Memang, ada sang kapten Jordan Henderson. Namun, gelandang Timnas Inggris ini tidak memperlihatkan dirinya sosok yang piawai menyaring serangan lawan sebelum masuk ke pertahanan. Hendo butuh kerja keras bila ingin berduel dengan trio lini tengah Madrid, Casemiro, Luka Modric dan Toni Kroos di final nanti.

Sempat unggul, Liverpool memperlihatkan "horor" di pertahanan mereka

Di semifinal kedua dini hari tadi, Liverpool sejatinya mengawali pertandingan dengan nyaman ketika passing blunder Danielle De Rossi disambut Firmino yang lantas memberi assist untuk Mane. Namun, di menit ke-15, gol bunuh diri karena bola memantul ke wajah James Milner, membuat skor jadi 1-1. Liverpool menutup babak pertama dengan keunggulan 2-1 lewat sundulan Georginio Wijnaldum di menit ke-25.

Sadio Mane (kiri), pencetak gol pertama Liverpool/Foto: www.thisisanfield.com
Sadio Mane (kiri), pencetak gol pertama Liverpool/Foto: www.thisisanfield.com
Dengan keunggulan agregat gol sementara 7-3, Liverpool seharusnya bisa sedikit rileks karena Roma butuh lima gol bila ingin lolos atau empat gol untuk memaksakan perpanjangan waktu. Yang terjadi, pertahanan Liverpool yang selama ini memang sering mendapat sorotan, memperlihatkan kekonyolannya.  

Di menit ke-52, full back Liverpool, Alexander Arnold seperti lupa cara ilmu gegenpressing yang diajarkan Juergen Klopp. Mantan kapten tim reserve Liverpool yang baru berusia 19 tahun ini seperti membiarkan Stepan El Shaaraway yang berujung gol kedua Roma lewat Edin Dzeko. Beberapa menit kemudian, Arnold kembali jadi sorotan ketika kamere mereka upayanya menghentikan sepakan Sharawaay dari jarak dekat dengan tangan. Beruntung, tidak ada penalti untuk Roma.

Hingga menit ke-85, skor masih berimbang 2-2. Seharusnya, dengan agregat masih 7-4, fans Liverpool bisa tenang. Namun, dengan  pertunjukan horor di pertahanan di Liverpool yang acapkali mempertontonkan human error dan unit error, rasanya tidak ada fans Liverpool yang sudah tenang.

Terlebih, trio Salah-Mane-Firmino seperti kehilangan akal untuk menciptakan gol tambahan. Pasokan bola kepada Salah juga sangat minim. Saya saja yang meski bukan pendukung tulen Liverpool tetapi berharap tercipta final Madrid vs Liverpool, sempat uring-uringan dengan penampilan Liverpool dini hari tadi.

Dan benar adanya, di menit ke-86, sepakan Radja Naionggalan hanya dilihat oleh Loris Karius. Roma berbalik unggul 3-2 dan butuh 2 gol lagi untuk memaksakan perpanjangan waktu.

Dan, bukan tidak mungkin harapan itu terwujud melihat Roma terus menekan. Dan, handball Ragnar Klavan membuat Roma mendapat penalti yang dieksekusi sempurna oleh Nainggolan. Skor jadi 4-2. Beruntung bagi Liverpool, penalti itu terjadi di menit ke-94 dan beberapa saat kemudian, wasit mengakhiri pertandingan.

Andai, masih ada beberapa menit, bukan tidak mungkin Liverpool bakal membayar mahal penampilan buruk mereka di Olimpico.

Diwawancara seusai pertandingan, pelatih Liverpool, Juergen Klopp menyadari, tim nya ke final dengan membawa seabreg pekerjaan rumah. Dan, menghadapi Real Madrid yang disebutnya lebih menang pengalaman, Klopp menyebut akan memaksimalkan waktu yang ada untuk mengatasi masalah yang ada di timnya. 

"Kami masih punya waktu dua pekan untuk menyiapkan diri dan kami akan memaksimalkannya. Sebab, kami tidak hanya ingin main di final. Bisa bermain di final itu menyenangkan, tetapi bisa memenangi nya jauh lebih menyenangkan," ujar Klopp dikutip dari independent.co.uk

Bila tidak ingin mengulang final di tahun 2007 silam alias hanya menjadi runner up, Liverpool hanya perlu satu hal. Mereka harus menganggap bermain di NSC Olimpiyskiy Stadium di Kyiv nanti seperti  main di Anfield, markas mereka.

Sebab, Liverpool acapkali tampil 'edan' bila main di Anfield. AS Roma dan Manchester City masuk daftar korban. Bahkan, Real Madrid juga pernah merasakan kengerian Anfield. Tepatnya di babak knockout Liga Champions musim 2008/09. Kala itu, Liverpool membantai Real Madrid 4-0 dan menang agergat 5-0. Meski, di pertemuan terakhir di fase grup pada musim 2014/15, Real Madrid mampu menang back to back atas Liverpool (0-3 dan 1-0). Bagaimana di final nanti?

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun