Bahwa, untuk tim Piala Thomas, khususnya di nomor tunggal putra, keputusan PP PBSI adalah tetap mengutamakan pemain-pemain yang ada di Pelatnas. Anthony Ginting, Jonatan, Ihsan dan Firman, akan menjadi tulang punggung tim Indonesia dalam upaya untuk meraih kembali Piala Thomas yang kali terakhir diraih pada 16 tahun silam atau tahun 2002 lalu.Â
Skuad tunggal putra ini sama persis dengan tim di Badminton Asia Team Championship (BATC) 2018 alias Kejuaraan Badminton Beregu Asia di Malaysia pada Februari lalu yang dimenangi Indonesia (di final mengalahkan Tiongkok 3-1). Â
"Inilah tim yang akan memperkuat Indonesia pada Piala Thomas dan Uber di Bangkok nanti. Pemilihan tim sendiri dilihat berdasarkan rangking pemain, penampilannya sejauh ini dan berdasarkan kebutuhan untuk menghadapi lawan, head to head," ujar Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PBSI, Susy Susanti seperti dikutip dari Badminton Indonesia.
Dan, pengumuman serta penjelasan tersebut seharusnya sudah bisa mengakhiri polemik. Polemik tentang siapa seharusnya pemain tunggal ketiga atau keempat seperti yang selama ini mengemuka. Rasanya, tidak elok bila kita terus-menerus terlibat dalam perdebatan perihal keputusan tersebut. Malah, perdebatan itu menurut saya sekadar angan-angan karena masing-masing yang berpendapat A atau B, sejatinya belum tahu akan seperti apa hasil akhirnya.
Okelah yang mendukung pemain senior masuk tim, punya asumsi bahwa di kejuaraan sarat tekanan seperti Piala Thomas, dibutuhkan pengalaman untuk mengatasi ketegangan dan "perasaan kalah duluan" dengan lawan. Minimal, bila kualitas hampir sama, ada perbedaan pengalaman dan mental. Namun, toh, tidak ada yang tahu bahwa kehadiran pemain senior akan memberikan garansi kemenangan di setiap pertandingan.Â
Bukankah pemain berpengalaman tidak selalu menang kala menghadapi pemain muda dengan semangat untuk membuktikan kemampuan? Terlebih, penampilan pemain senior kita di beberapa turnamen sejauh ini, juga belum konsisten. Contohnya Tommy Sugiarto yang sempat juara di Thailand Masters pada awal tahun ini. Tetapi di turnamen-turnamen berikutnya, Tommy belum mampu mengulang pencapaian di Thailand Masters itu. Sementara pencapaian tertinggi Sonny di tahun 2018 ini adalah perempat finalis Indonesia Masters 2018.
Dan, mereka yang bersuara menyebut Firman belum berpengalaman dan tengah dalam form kurang bagus, juga sah-sah saja. Karena memang, penampilan Firman di beberapa turnamen di caturwulan pertama tahun 2018 ini memang kurang memuaskan. Pebulu tangkis berusia 20 tahun ini acapkali mentok di round 1 dan round 2. Terakhir di Malaysia International Challenge yang berakhir 22 April lalu, Firman terhenti di round 3.Â
Namun, jangan juga cepat melupakan bahwa Firman pernah menjadi penentu kemenangan tim putra Indonesia, 3-2 atas Korea di semifinal Badminton Asia Team Championship (BATC) 2018 di Malaysia pada Februari lalu. Bila mentalnya tidak tangguh, mana mungkin dia bisa menang, bahkan dengan come back mengejar ketertinggalan poin 14-20. Kita juga bisa memunculkan pertanyaan, belum tentu lho pemain lain bisa menang bila ada di posisi Firman saat itu.
Jadi, mari akhiri polemik ini. Seharusnya kita tidak lagi berkutat pada perdebatan siapa-siapa yang seharusnya masuk tim Piala Thomas dengan beragam argumentasi dan alasan. Sudah waktunya kita satu suara mendukung perjuangan tim putra Piala Thomas. Tentunya tetap dengan menyampaikan saran membangun demi perkembangan pemain-pemain tim Piala Thomas. Tak lupa, memanjatkan doa-doa baik.
Doa-doa baik agar Anthony Ginting yang sempat mengalami cedera, sudah fit 100 persen dan kembali tampil trengginas seperti saat jadi juara Indonesia Masters 2018 di Jakarta pada Januari 2018 lalu. Kala itu, Ginting tampil perkasa dengan menaklukkan pemain-pemain top seperti peraih medali emas Olimpiade 2016, Chen Long, pemain terbaik Taiwan, Chou Tien-chen dan pemain Jepang, Kazumasa Sakai di final.Â