Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Inikah Penyebab Kegagalan Indonesia di Piala AFF U-15?

14 Juli 2017   11:25 Diperbarui: 19 Juli 2017   12:42 1015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Timnas U-15 Indonesia| Sumber: Dokumentasi twitter @PSSI__FAI

Indonesia juga kehilangan salah satu pemain pilarnya, Hamsa Lestaluhu. Pemain asal Tulehu adalah pemain andalan Fachry. Dia adalah motor lini tengah Timnas. Dia juga terpilih jadi pemain terbaik di Turnamen Tien Pong Plastic Cup. Itu memang sebuah kehilangan besar.

Namun, dari semua jawaban, saya sepakat dengan ulasan Nasir Salassa yang dimuat Harian Kompas hari ini. Dia bilang begini "pemain muda jangan terlalu dipuji saat mereka memenangi turnamen yang bukan kalender FIFA. Mereka justru harus dilatih melawan tim yang lebih kuat".

Ya, boleh jadi selama ini kita memang terlalu memberikan puji-pujian kepada Briylian Neghieta dkk menyusul serangkaian hasil bagus yang mereka raih. Mungkin ekspektasi kita terlalu tinggi. Mungkin kita kurang memberikan ruang yang seimbang untuk melihat sisi kekurangan mereka.

Nasir Salassa juga tepat bila menyarankan Timnas usia dini kita harus dilatih melawan tim-tim yang lebih kuat. Sebab, dari sekian tim yang dihadapi Timnas selama masa persiapan menuju Piala AFF U-15, hanya Vietnam dan Myanmar yang terbilang lawan sepadan.

Tengok saja Singapura. Mereka kini jadi juru kunci Grup A. Dari tiga laga, Singapura belum bikin gol dan kemasukan 12 gol (kalah 0-2 dari Laos, 0-8 dari Australia dan 0-2 dari Myanmar). Bagaimana Filipina? Mereka jadi juru kunci Grup B usai dikalahkan Malaysia 2-0 dan dihancurkan 4-0 oleh Kamboja.

Yang jelas, kegagalan ini bukan untuk diratapi. Namun, ini menjadi momentum untuk perbaikan. Bahwa jika ingin mencetak Timnas usia muda yang kuat, kita butuh menggelar kompetisi usia dini yang reguler. Sebab, hanya dengan kompetisi reguler, maka kemampuan pemain belia bisa diasah. Outputnya, pelatih tidak akan kesulitan mencari pemain-pemain yang layak memperkuat Timnas. Selama ini, karena tidak ada kompetisi untuk memantau potensi pemain usia dini, pelatih harus mencari pemain dari seluruh negeri.

Ya, semoga kegagalan ini membuat kita berbenah. Karena memang, sukses itu berjenjang. Sukses itu butuh proses. Tim-tim dengan prestasi hebat, lahir dari tim junior yang hebat. Di level dunia, Anda ingat ketika negara kecil Kroasia tampil mengejutkan di Piala Eropa 1996 dan jadi juara III Piala Dunia 1998? Ternyata, tim hebat itu adalah cikal bakal dari tim muda Yugoslavia yang jadi juara dunia Piala Dunia junior 1987 di Chile. Tim muda itu dihuni pemain-pemain potensial macam Davor Suker, Robert Prosinecki, Robert Jarni.

Ya, kegagalan boleh datang dan lantas jadi kenangan. Tapi yang terpenting, semoga kegagalan itu tidak terus berulang karena kita bisa move on. Move on dengan cara berbenah. Bukan sekadar melupakan seperti halnya anak muda yang putus cinta. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun