Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan featured

Belajar dari "Hidup Panjang" Harian Kompas

6 Juli 2017   11:05 Diperbarui: 28 Juni 2020   07:05 1127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompas; Amanat Hati Nurani Rakyat| Dokumentasi pribadi


Terpercaya Karena Layak Dipercaya

Rahasia umur panjang Kompas tidak hanya pada kesederhanaan dalam menampilkan beritanya. Tapi juga kebenaran yang disampaikan. Berita Kompas itu terpercaya karena tidak mengada-ada, tidak sekadar menampilkan narasumber tertentu untuk menguatkan opini yang hendak disampaikan kepada pembaca. Tengok saja narasumber yang dipilih Kompas dalam mengulas isu-isu penting skala nasional. 

Termasuk juga  penulisan yang benar, penggunaan huruf besar dan kecil, spasi dan penggunaan kosakata yang baku menurut Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Ada lho media yang dalam penulisan kata masih belum sesuai kata baku. Meski mungkin hanya berbeda huruf semisal sekadar dan sekedar, tetapi itu 'aturan penulisan'. Dan, sebuah media tentunya wajib mengikuti peraturan itu. 

Atas dasar itulah, tidak mengherankan bila Kompas menjadi referensi utama ketika muncul isu-isu skala nasional yang menjadi pusat perhatian khalayak. Singkat kata, bila ada berita dengan tema dimuat di Kompas dan media lain, ada banyak orang yang cenderung lebih percaya dengan apa yang disampaikan Kompas. Dan itu membuat Kompas memiliki posisi dan daya tawar kuat di mata pembacanya sehingga mereka loyal membaca Kompas. Harian Kompas dengan kekuatannya telah menemukan segmentasi pembacanya sendiri. Itu yang membuat Kompas tidak mudah ditinggalkan pembacanya.

Saya pribadi meyakini, sebuah media besar seperti Kompas punya saringan (filter) yang bertingkat sebelum memuat berita. Dari wartawan yang bertugas di lokasi, mereka sudah punya standar menulis berita seperti apa, lalu masuk ke editor, ke rapat redaksi hingga diputuskan menjadi berita. Karenanya, tidak mungkin berita bombastis yang sekadar menjual sensasi bisa muncul di Kompas.

Bersedia Mengoreksi (Bila Ada) Kekeliruan

Namun, meski sudah melalui saringan bertingkat, acapkali masih muncul kekeliruan. Karena memang, Harian Kompas sebagai produk olah pikir manusia, tidak selalu sempurna. Acapkali masih muncul kesalahan penulisan keterangan (caption) foto. Toh, dalam hal ini, Kompas memilih untuk mengoreksi secara terbuka dengan menyampaikan pemberitahuan/permintaan maaf di edisi esok harinya. Padahal, tidak mudah bagi sebuah media untuk melakukan hal seperti itu karena mungkin khawatir dicap tidak akurat atau apa lha.

Seorang kawan pernah bercerita, dia diprotes oleh narasumber karena keterangan foto dari berita yang dimuat di korannya ternyata keliru. Esok harinya, tidak ada pemberitahuan apapun perihal berita itu. Seolah berpikir waktu akan membuat pembaca lupa dengan sendirinya. Ah. (*Dirgahayu, Sugeng tanggap warsa Harian Kompas).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun