Ketika anak-anak sudah mencecap dunia pendidikan, mereka harus dilindungi. Sebab, ada banyak ancaman yang mengancam keberlangsungan tumbuh kembang mereka dalam meraih masa depan. Ancaman itu bisa berupa keterbatasan biaya hingga salah pergaulan.
Ironisnya, biaya pendidikan mahal. Bahkan, setiap tahunnya cenderung mengalami kenaikan. Itu menyebabkan tidak sedikit orang tua lantas menyerah: tidak mampu lagi menyekolahkan anak. Mereka tidak mampu lagi melindungi masa depan anak-anaknya.
Data dari UNICEF di tahun 2015 lalu menunjukkan, sebanyak 2,5 juta anak di Indonesia tidak dapat menikmati pendidikan lanjutan. Yakni, sebanyak 600 ribu anak usia sekolah dasar (SD) yang tidak dapat melanjutkan pendidikan dan sebanyak 1,9 juta anak usia sekolah menengah pertama (SMP) terpaksa harus berhenti sekolah.
Banyaknya angka putus sekolah itu memicu angka pengangguran bertambah. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, jumlah pengangguran di Indonesia pada Agustus 2015 mencapai 7,56 juta orang, bertambah 320 ribu orang dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu 7,24 juta jiwa.
Pada Agustus 2015, tingkat pengangguran terbuka menurut pendidikan didominasi oleh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 12,65 persen, disusul Sekolah Menengah Atas sebesar 10,32 persen, Diploma 7,54 persen, Sarjana 6,40 persen, Sekolah Menengah Pertama 6,22 persen, dan Sekolah Dasar ke bawah 2,74 persen
Data tersebut menunjukkan bahwa angka pengangguran dari diploma dan sarjana, ternyata cukup tinggi. Artinya, mahasiswa yang baru saja lulus kuliah, tidak bisa serta merta mendapatkan pekerjaan. Kurangnya lapangan kerja mempersempit peluang para lulusan perguruan tinggi untuk mendapatkan pekerjaan. Ironisnya, pengangguran dari lulusan sekolah dasar paling sedikit. Maknanya, tenaga kerja Indonesia yang berijazah SD sangat tinggi. Dan itu menjadi cerminan buruk kualitas tenaga kerja kita.
Padahal, dalam periode tahun-tahun mendatang, Indonesia akan menikmati yang namanya bonus demografi. Dalam rentang tahun 2020-2030, Indonesia diprediksi akan mendapatkan ledakan penduduk usia produktif (15-64 tahun). Jumlah usia produktif diperkirakan akan mencapai angka 70 persen dibandingkan dengan usia tidak produktif yang hanya sekitar 30 persen. Bonus demografi ini tentu kesempatan besar untuk meningkatkan perekonomian Indonesia dan masyarakat produktif itu sendiri.
Namun, kesempatan itu hanya akan menjadi berkah bila dipersiapkan dengan matang. Salah satunya dengan membekali anak-anak dengan pendidikan tinggi. Serta, memperkaya mereka dengan skill keahlian sesuai bakat dan minat mereka. Inilah yang saya maksud dengan “menanam pohon masa depan”. Cara itu akan ampuh untuk membangun kekuatan ekonomi dan daya saing bangsa.
AJB Bumiputera 1912, Mitra Ideal Melindungi Masa Depan Anak
Di sinilah dibutuhkan mitra ideal yang bisa menjamin keberlangsungan pendidikan anak-anak hingga mencapai masa depannya. Mitra yang bisa membantu kita mewujudkan harapan. Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 melalu produk dan pelayanan finansial, bisa menjadi mitra ideal bagi kita dalam menjamin “pohon masa depan” tumbuh sehat dan besar.